kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengukir rupiah dari kaus bocah berslogan unik


Kamis, 18 April 2013 / 13:37 WIB
Mengukir rupiah dari kaus bocah berslogan unik
ILUSTRASI. Indeks harga saham gabungan (IHSG) dibuka di level 6.683 pada Kamis (11/11) pukul 09.05ANTARA FOTO/Reno Esnir/wsj. *** Local Caption ***


Reporter: Fransiska Firlana | Editor: Imanuel Alexander

Jakarta. Dunia anak membuka jalan bagi Deddy Satriawan menjadi pengusaha di bidang fashion. Siapa sangka, mantan atlet basket ini sukses mencetak rupiah dari penjualan kaus bocah yang unik. Slogan-slogan seperti: My Daddy is Rich; sweet like candy; i want i cry i get; mom like me, i love daddy’s money; dan aneka slogan menggelitik lainnya yang tertera di kaus bocah mampu menarik minat pembeli. Kaus berslogan karya Deddy itu diberi label Just For Kids.

Dengan kaus berslogan ini, lelaki kelahiran Padang, 18 April 1979, tersebut mampu mereguk omzet Rp 600 juta hingga Rp 700 juta per bulan. Jumlah pakaian yang terjual sekitar 5.000 potong hingga 7.000 potong per bulan. Sejak merintis bisnis pakaian anak di tahun 2009 hingga saat ini, Deddy sudah memiliki lima toko pakaian anak bermerek Just For Kids. Lokasinya tersebar di ITC Kuningan, Pondok Indah Mall, MM Bekasi, Mall of Indonesia Kelapa Gading, dan di kota Casablanca. “Sejak awal berbisnis, saya memang sudah memiliki target market sendiri, yaitu anak-anak dengan segmen pembeli C dan B plus,” tutur lelaki dengan tubuh jangkung ini.

Sebelum sukses dengan merek sendiri, sejatinya lelaki yang pernah berlaga di Kompetisi Bola Basket Utama (Kobatama) ini sempat berjualan pakaian impor. “Justru awalnya, saya buka toko di ITC Kuningan, jualan pakaian khusus dewasa. Kulakan di Bangkok,” kenang bapak tiga anak ini. Modal yang dikeluarkan Deddy ketika mengawali bisnis ini pada 2006 sekitar Rp 40 juta.

Bisnis pakaian dipilih Deddy karena dia sangat menyukai dunia fashion. “Saya tidak bisa menjahit, tapi suka desain,” ujar suami dari Rani Safitri ini. Sebelum memutuskan berbisnis, Deddy sempat bekerja account executive di sebuah perusahaan periklanan. Siang kerja, malam kuliah di Perbanas. Sebelum kuliah di Perbanas, Deddy sempat kuliah di jurusan studi bisnis internasional Universitas Padjadjaran, Bandung.

Sebelum berstatus wirausaha, Deddy bekerja di perusahaan iklan selama lima tahun. Karena dorongan sang ayah, Deddy memutuskan untuk keluar kerja dan memulai usaha. Semula Deddy berat meninggalkan pekerjaan. Maklum, dia sudah memiliki jabatan sebagai account manager dengan penghasilan Rp 5 juta per bulan, kala itu. “Dengan tabungan selama kerja, saya putuskan untuk berdagang pakaian dewasa yang limited,” kenang dia.

Belum setahun menjalankan bisnis, Deddy harus dihadapkan dengan persaingan yang semakin ketat. Kala itu tiket penerbangan ke Bangkok semakin terjangkau, banyak orang Indonesia yang memilih belanja langsung ke Negeri Gajah Putih itu. Alhasil, penjualan pakaian Deddy, yang memang diimpor dari Bangkok, mulai turun.

Dari pengalaman itu, lelaki yang murah senyum ini tidak putus asa. Justru terbetik niatnya membuat merek baju sendiri. Usaha ini cukup berhasil. Deddy sampai memiliki lima brand pakaian yang semuanya khusus dewasa. “Sampai pada tahun 2009 saya kesulitan mencari pakaian yang trendi untuk anak. Kalau pun ada, harganya mahal-mahal,” kata dia.

Deddy pun mencoba membuat pakaian anak dan dilabeli Just For Kids. Ternyata respons pasar bagus. Dari kaus, produk yang dijual bertambah. Ada celana, topi, dan sepatu anak. “Awalnya kami produksi dari hulu hingga hilir. Karena penjualan meningkat, kami kewalahan. Akhirnya untuk jahit dan sablon kami bekerjasama dengan rekanan,” tutur Deddy.

Musti bersabar

Untuk meningkatkan penjualan, Deddy mencoba menambah toko. “Agar membuka toko di mal ternyata tidak mudah. Saya bahkan harus menunggu selama satu tahun sebelum bisa masuk ke mal,” katanya. Ada satu mal incaran yang hingga kini masih belum bisa ditembus Deddy. Padahal Deddy sudah menunggu selama dua tahun. Deddy bilang, dalam proses waiting list untuk masuk ke pusat-pusat perbelanjaan, dia aktif mengikuti bazar. Dari situlah merek Just For Kids makin terkerek.

Deddy menyadari, produk fashion sangat mudah ditiru pesaing. Namun, menurut dia, itu bukan hambatan utama di bisnis ini. “Kuncinya, brand kita kuat dan dengan desain yang tidak monoton. Sehingga tidak mudah ditiru,” tandasnya.

Deddy yang saat ini sudah memiliki 80 karyawan tidak mau berpuas diri dengan pencapaiannya di bisnis pakaian anak. Tahun 2012 dia juga memproduksi pakaian dewasa berslogan dengan label Typoerror. Hasilnya juga luar biasanya, dalam sebulan Typoerror bisa menghasilkan omzet Rp 600 juta.“Just For Kids dan Typo-error memiliki toko sendiri-sendiri. Jika ditotal sekarang ada 11 toko,” katanya.

Tahun ini Deddy merambah bisnis kerajinan. Aneka kerajinan yang dijual Deddy akan berlabel Stripe. Produk yang dijual antara lain tas, dompet, wadah gadget dan produk lainnya yang didesain sangat unik. “Dunia saya seperti memang di dunia fashion. Soalnya dulu sempat mau buka usaha kuliner, tapi gagal,” tutur dia.

***Sumber : KONTAN MINGGUAN 29  - XVII, 2013 Profil

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×