kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menyeruput secangkir kopi di teras warga (1)


Senin, 07 Agustus 2017 / 20:36 WIB
Menyeruput secangkir kopi di teras warga (1)


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Johana K.

Menyajikan keindahan pesona wisata alam mulai dari pantai hingga pegunungan membuat daerah yang berada di ujung Pulau Jawa ini menjadi buruwan para para wisatawan. Tidak sedikit pula, para pelancong berwisata kuliner disini. Maklum, tawaran berbagai menu khas yang sedap mampu menarik perhatian.

Keunikan wilayah ini tidak berhenti disitu saja. Disana terdapat sentra perkebunan kopi yang berada di Kelurahan Gombengsari, Banyuwangi. Berdasarkan penelusuran KONTAN ada sekitar 700.000 hektar kebun kopi milik rakyat.

Lokasi perkebunan ini cukup dekat dari pusat kota, jarak tempuhnya hanya sekitar 15 km mengarah ke utara. Bila ingin berkunjung kesana, disarankan untuk membawa kendaraan pribadi karena tidak ada transportasi umum menuju lokasi.

Sebagai petunjuk, ada gapura bertuliskan 'Selamat Datang' yang menjadi patokan Anda sudah sampai lokasi. Sejauh mata memandang, mata Anda akan dimanjakan dengan hijaunya perkebunan kopi. Warna-warni biji kopi dan hawa sejuk membuat betah berlama-lama disana.

Tidak hanya berkebun, sebagian penduduk juga mengolah biji kopi menjadi kopi bubuk siap minum. Cara pengolahannya pun masih sangat tradisional yaitu menggunakan kayu bakar saat proses penggorengan.

Proses memasak biji kopi  ini menjadi salah satu tontonan untuk para wisatawan yang mampir ke sana. Setelah puas, mereka dapat menyeruput kopi di halaman depan atau rumah penduduk.

Ada adat yang menarik diwilayah ini. Setiap tamu yang datang selalu diberikan minum kopi hitam pahit saat berkunjung ke rumah warga. Ini menjadi tanda bila mereka adalah produsen kopi.  

Ada ratusan petani kopi yang ada disana. Hampir semuanya merupakan petani turun-temurun. Seperti, Nita Senduk yang mewarisi lahan kopi seluas 8 hektar dari orang tuanya.

Dia bercerita, memang sejak jaman nenek moyangnya warga setempat sudah menjadi petani. Tapi, sentra kopi ini baru dikenal belakangan saat budaya ngopi mulai populer.

Dalam sekali panen, kebun Nita dapat menghasilkan sekitar 5 ton biji kopi. Sebagian hasilnya diolah menjadi kopi bubuk dan sebagian lagi dijual kepada tengkulak yang berada di Banyuwangi. Sayangnya, dia enggan menyebutkan omzet penjualannya tersebut.

Kopi olahannya hanya dijual di gerai pribadinya yang juga berada di Kelurahan Gombingsari. Dia menamai kopinya dengan merek GNC. Harganya dibanderol sekitar Rp 60.000 per kg. Meski belum tenar, konsumennya tidak hanya datang dari warga sekitar tapi juga para wisatawan yang berasal dari dalam dan luar negeri.  

Petani kopi lainnya adalah Ali. Ia sudah menggeluti profesi ini sejak dari remaja. Dia pun mewarisi kebun kopi dari orang tuanya, total lahannya kurang dari 1 hektar. Dalam sekali panen, mencapai 1,2 ton.

Biji kopi miliknya sebagian dijual kepada pemasok yang ada di Kalibaru, Banyuwangi. Harganya sekitar Rp 24.000 sampai Rp 25.000 per kg. Sedangkan, sebagian lagi diolah menjadi kopi bubuk dengan harga jual Rp 75.000 per kg. Kebanyakan kopi miliknya dibeli oleh kafe-kafe yang berada di kota.     

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×