kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Meraup berkah dari guguran dedaunan kering


Kamis, 23 Oktober 2014 / 15:16 WIB
Meraup berkah dari guguran dedaunan kering
ILUSTRASI. Tips Mulai Berhenti Merokok.


Reporter: Cindy Silviana Sukma | Editor: Havid Vebri

Setiap orang tentu memandang daun-daun yang berguguran dari pohonnya merupakan sampah yang tidak ada nilai gunanya sama sekali. Tapi tidak demikian dengan Siti Retnanik Heri.

Perempuan kelahiran Jember, Jawa Timur, 1 April 1958 silam justru menjadikan sampah daun sebagai ladang penghidupannya. Berbekal kreativitasnya, ia memanfaatkan guguran daun sebagai bahan baku membuat aneka barang kerajinan bernilai jual tinggi.  

Produk kerajinan itu antara lain kotak hantaran, kotak kemasan kopi luwak, vas bunga, kotak tisu hingga lukisan. Selain pasar domestik, barang kerajinannya bahkan sudah merambah pasar mancanegara.

Ia merintis usaha ini bersama dengan almarhum suaminya, Heri Wibawanto sejak 1996 silam. "Awalnya suami saya suka membersihkan halaman dan membersihkan daun-daun gugur yang berserakan. Daun-daun itu tidak dibuang, tapi ia simpan menjadi katalog," kenangnya.

Menurutnya, pada saat itu Heri sering membuat produk kerajinan dari kertas dan bahan-bahan lain. Namun, pada 9 September 1996, Nanik dan Heri mencoba memanfaatkan guguran dedaunan itu sebagai bahan membuat kerajinan.

"Butuh waktu satu tahun untuk uji coba agar daun yang dipakai tetap awet," ungkapnya. Selama uji coba, mereka berkali-kali gagal. Hingga akhirnya sepasang suami istri ini menemukan cara agar membuat daun tetap awet. Yakni, dengan cara merebus daun-daun tersebut menggunakan cairan asam sitrat.

"Setelah itu dikeringkan hingga bisa menjadi bahan kerajinan," jelas Nanik. Kotak tisu menjadi produk pertama pasangan suami isteri ini. Sukses dengan produk pertamanya itu, mereka lalu mendirikan   Bengkel Kriya Daun di Ngagel Mulyo, Surabaya.

Lambat laun, produk kerajinan mereka mulai diminati pasar. Pesanan demi pesanan terus berdatangan. Tahun 2000, ia mulai mengikuti sejumlah pameran untuk memasarkan produk kerajinannya. Dari pameran itulah, ia berhasil menggaet seorang pelanggan dari Prancis.

Sayangnya, pengiriman ekspor berhenti sejak insiden bom di Jakarta. Selain itu, ia juga pernah menggaet konsumen dari Jerman, Belanda, Australia, dan Korea. Sayang, sejak insiden bom Bali, pasar ekspornya kembali sepi.

Saat ini, ia masih melayani pesanan dari pelanggan di  Inggris. Dalam sebulan, ia mampu mengirim 700 kotak abu jenazah dengan harga berkisar Rp 40.000–Rp 60.000 per piece.

Tak hanya di luar negeri, sekitar 40 produk kerajinan tangannya kini telah tersebar di sejumlah daerah, seperti Surabaya, Sumatra Utara, Lombok, dan Jakarta.
Dengan harga berkisar Rp 10.000–Rp 5 juta per piece, ia bisa mengantongi omzet hingga Rp 75 juta per bulan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×