kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Meraup laba dengan menyulap minyak jelantah menjadi biodiesel


Jumat, 23 Desember 2011 / 15:52 WIB
Meraup laba dengan menyulap minyak jelantah menjadi biodiesel


Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Tri Adi

Sehabis memasak, biasanya minyak jelantah selalu dibuang. Selain tidak baik untuk kesehatan, menggoreng dengan minyak jelantah juga berdampak kepada rasa. Namun, siapa sangka jelantah sebagai barang limbah justru mampu menjadi ladang bisnis yang menggiurkan. Salah satunya, bisnis pembuatan minyak jelantah menjadi biodiesel.

Jangan anggap remeh jelantah atau minyak goreng yang sudah digunakan. Sebab, meski telah menjadi limbah, jelantah ternyata bisa diolah menjadi bahan bakar alternatif.

Bagi mereka yang jeli melihat peluang, minyak jelantah bisa dijadikan ladang bisnis yang menjanjikan. Dengan omzet hingga puluhan juta rupiah, kini bisnis minyak jelantah makin digemari.

Adalah Toniaga Djie, produsen biodiesel jelantah di Jonggol, Kabupaten Bogor. Tony mengumpulkan minyak jelantah dari pengepul dan kemudian mengolahnya menjadi biodiesel.

Ia membeli minyak jelantah dari para pengepul itu dengan harga Rp 4.250 per liter. Minyak jelantah itu kemudian disaring. Selanjutnya, Toniaga menggunakan zat tertentu untuk menghilangkan warna dan bau. Setelah jernih, dilakukan proses esterifikasi yang mengubah jelantah menjadi biodiesel. "Rendemen minyak jelantah 70%. Artinya, seliter jelantah menghasilkan 0,7 liter biodiesel," kata Toniaga.

Dalam sehari, Toniaga mampu menghasilkan 6.000 hingga 9.000 liter minyak biodiesel. Ia menjual minyak ini dengan harga Rp 9.000 per liter.

Dalam sebulan, Toniaga mampu mendulang omzet antara Rp 54 juta hingga Rp 81 juta per hari. "Produksinya banyak karena permintaannya juga besar," kata Toniaga.

Konsumen biodiesel produksi Toniaga antara lain perusahaan peleburan aluminium dan timah, serta produsen tekstil di Kalimantan, Medan, Lampung, Cirebon, Semarang dan Surabaya. "Alih fungsi jelantah menjadi biodiesel itu secara ekonomis menguntungkan dan diharapkan mengurangi pemicu kanker. Selain itu, mutu biodiesel jelantah tetap bagus asal diolah dengan prosedur yang benar," ujar Toniaga.

Untuk membuat biodiesel dari minyak jelantah ini relatif mudah. Biaya produksinya pun murah hanya Rp 2.000 per liter. Alhasil, Toniaga bisa mendulang untung sekitar Rp 2.750 per liter.

Selain Toniaga, Puji Sudarmaji juga mencicipi gurihnya bisnis minyak jelantah. Puji yang berdomisili di Sidoarjo ini mengaku belum lama berbisnis minyak jelantah. Ia baru menggeluti usaha bisnis limbah ini sejak tahun 2011. "Tadinya saya di bisnis makanan. Kemudian lari ke minyak jelantah. Karena bisnis ini kan unik memanfaatkan limbah minyak goreng yang tidak terpakai," kata Puji.

Berbeda dengan Toniaga, Puji baru sebatas menjadi pengepul minyak jelantah. Kemudian, ia menjualnya ke produsen biodiesel "Saya menyuplai minyak jelantah ke pabrik-pabrik pengolahan biodiesel minyak jelantah," ujarnya.

Puji mendapatkan pasokan minyak jelantah ini, baik dari individu maupun perusahaan. Jumlah minyak jelantah yang diperolehnya dari perseorangan tak banyak. Paling banter dalam sebulan, ia hanya mengumpulkan 200 kilogram (kg) hingga 500 kg minyak jelantah dari perorangan.

Selebihnya, ia membeli minyak jelantah dari restoran. Sayang, Puji enggan mengatakan berapa harga pembelian minyak jelantah tersebut.

Dalam sebulan, Puji mampu menjual minyak jelantah hingga 5 ton atau sekitar 5.000 kg hingga 6.000 kg. Menurut puji, harga jual minyak jelantah cukup bervariasi, tergantung dengan kualitas minyak jelantah.

Untuk membedakan kualitas minyak jelantah, Puji hanya memberikan ukuran lewat warna dan bau minyak jelantah. "Yang grade-nya rendah itu sekitar Rp 3.500 per kg sedangkan yang grade-nya tinggi itu Rp 7.500 per kg," kata Puji. Alhasil, saban bulan Puji mampu mendulang omzet mulai Rp 17,5 juta hingga Rp 45 juta.

Puji menuturkan, pasar minyak jelantah itu cukup besar. Ia mengaku permintaan banyak mengalir deras dari perusahaan biodiesel.

Apalagi pemain usaha minyak jelantah juga tak terlalu banyak. Alhasil, persaingan masih belum kompetitif. "Pasar masih cukup terbuka lebar," kata Puji senang.

Namun, kesulitannya adalah pasokan suplai yang cukup terbatas. Ia sering harus menolak pesanan minyak jelantah yang datang padanya, bila stok minyak jelantah di gudangnya sudah habis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×