kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Minim penerus usaha dan modal kerja (3)


Kamis, 26 Februari 2015 / 14:30 WIB
Minim penerus usaha dan modal kerja (3)
ILUSTRASI. Ada beberapa tanda psikologis yang jaran disadari ketika lawan jenis menyukai Anda, cari tahu di sini, yuk. lev dolgachov/syda productions


Reporter: Rani Nossar | Editor: Rizki Caturini

Menjaga kelestarian budaya di zaman modern seperti sekarang menjadi tantangan tersendiri. Sebab, tidak semua generasi muda bersedia untuk menjalankan bisnis serupa yang dijalankan oleh orang tua dan kakek nenek mereka.

Fenomena ini juga terjadi pada industri gamelan di Desa Wirun, Kecamatan Mojolaban, Sukoharjo, Jawa Tengah. Para produsen gamelan yang sudah menjalani usaha ini selama puluhan tahun silam, mengaku kesulitan mencari pekerja maupun meneruskan usahanya kepada penerusnya.

Oleh sebab itu, perajin gamelan di desa ini makin lama makin sedikit jumlahnya. Saroyo, pengusaha gamelan Palu Gongso di sentra produksi gamelan ini menyampaikan, sekarang perajin yang bertahan hanya tinggal 10 pengusaha. Sebelumnya lebih banyak, hampir ada 20 pengusaha.

Jika pun mereka harus memproduksi barang kerajinan, para generasi muda lebih memilih membuat kain jumput atau wayang yang proses produksinya jauh lebih cepat daripada membuat gamelan. Asal tahu saja, untuk menyelesaikan satu set gamelan yang terdiri dari 25 alat menghabiskan waktu sekitar lima bulan sampai enam bulan.

Selain itu, gamelan termasuk kerajinan tangan yang awet sehingga permintaan tidak setiap hari datang. Ditambah lagi harga gamelan juga cukup tinggi. "Jadi, ketika perajin yang bermodal terbatas tidak bisa menutup biaya operasional, mereka lebih memilih mundur teratur dan kembali menggarap sawah," kata Saroyo.

Saroyo dan perajin lainnya tetap bertahan karena memang ingin tetap melestarikan budaya lokal, dan tidak semata karena masalah materi. Untuk mempertahankan bisnis, Saroyo mengikuti perkembangan zaman dalam hal strategi promosi.

Dia dan perajin lain gencar berpromosi lewat internet. Malah sekarang pemesanan lebih banyak dilakukan melalui surat elektronik atau email. Di luar permasalah sumber daya manusia (SDM) dan keterbatasan modal, Desa Wirun tetap dilirik sebagai salah satu destinasi wisata budaya.

Ada beberapa rumah di sekitar bengkel gamelan yang menyewakan kamar untuk para wisatawan yang ingin belajar dan mengamati pembuatan gamelan. Saroyo bercerita, dia pernah kedatangan mahasiswa dari Belanda, Jepang, dan Australia dan beberapa tinggal di rumah tetangga Saroyo.

Hal ini disebabkan Desa Wirun jauh dari pusat kota yang tidak ada hotel atau penginapan. Namun, kalau turis lokal lebih memilih untuk menginap di Solo.

Hadi Wiyono, pengusaha gamelan lain berpendapat, meski banyak yang menyebut desanya sebagai desa wisata gamelan, sayangnya nyaris tidak ada dukungan dari pemerintah daerah setempat untuk memajukan tempat ini. Seharusnya dia bilang, Pemda bantu promosi dan dan pembinaan serta bantuan modal bagi perajin     

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×