kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Musim hujan, produksi perajin bata merah turun (1)


Jumat, 19 Februari 2016 / 17:08 WIB
Musim hujan, produksi perajin bata merah turun (1)


Reporter: Teodosius Domina | Editor: S.S. Kurniawan

Perkembangan properti yang makin pesat membuat bisnis bahan bangunan di kota-kota besar maupun di daerah ikut terimbas dampak  positif. Tidak sedikit dari mereka adalah pelaku UKM.

Salah satunya adalah pengusaha kerajinan batu bata merah. Ini menjadi salah satu bahan bangunan yang paling penting dan banyak dicari.

Selain karena murah dan bahan dasarnya melimpah, sudah terbukti lintas generasi bangunan yang dibuat menggunakan bata merah relatif cukup kuat.

Ini membuat banyak bermunculan sentra-sentra industri kecil di berbagai daerah untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat. Sebut saja, Desa Ngreco di Kabupaten Kediri atau Desa Linggamukti, Kabupaten Garut.  

Namun, datangnya musim hujan seperti sekarang cukup menghambat aliran rezeki para produsen bata merah. Hal ini sudah dirasakan Kamaludin Somantri, pemilik pabrik bata merah Alam Jaya di Garut.

Kamaludin menuturkan, butuh waktu lebih lama untuk mengeringkan batu bata di bawah sinar matahari. Ketika musim kemarau, waktu yang dibutuhkan untuk membuat bata merah sekitar satu bulan. "Tapi kalau musim hujan seperti sekarang, bisa sampai dua bulan," terangnya.

Meski demikian, Kamaludin bilang, permintaan tetap datang. Namun karena terkendala hujan, pesanan dari pelanggan terkadang tidak bisa langsung dipenuhi. "Per bulan rata-rata tempat kami bisa menjual 300.000 bata," imbuhnya.

Saat ini, perusahaan yang didirikan orang tuanya sejak 20 tahun silam ini sudah mempekerjakan sekitar 50 orang pegawai. Kamaludin menjual bata merah seharga Rp 650 per buah.

Jika harus mengantar ke tempat tujuan, harga per biji mengikuti jarak daerah yang dituju. Untuk sampai ke Jabodetabek, rata-rata harga jual menjadi Rp 800 per buah. Dia bisa meraup omzet sekitar Rp 160 juta sebulan. 

Kamaludin menjelaskan, karakter bata merah buatannya berukuran besar. Orang biasa mengenal dengan bata merah Garut yang dimensinya 21 cm x 10 cm x 5,2 cm.

Bata merah lain yang terkenal ialah bata merah Cikarang, dengan ukuran lebih kecil yakni 16 cm x 8 cm x 4 cm berwarna oranye pudar, tampak padat namun ringkih. Tiap daerah biasanya memang memiliki karakter batu bata berbeda. 

Pengusaha lain, Joni Wijaya menuturkan hal serupa. Meski tidak sampai membuat omzet turun signifikan, minimnya sinar matahari membuat proses pengeringan batu bata butuh waktu lebih lama.

"Kapasitas pembuatan sedikit menurun. Kalau musim kemarau sebulan bisa bikin sekitar 165.000 buah, musim hujan jadi 145.000 buah," jelas pemilik pabrik batu bata merah Inti Wijayatama ini.

Penurunan kapasitas produksi membuat Joni bisa meningkatkan harga jual, meski tidak banyak. Harga jual naik hanya Rp 50 atau Rp 100 per bata.          

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×