kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Nadiem Makarim, juragan Go-Jek lulusan Harvard (1)


Senin, 27 Juli 2015 / 13:43 WIB
Nadiem Makarim, juragan Go-Jek lulusan Harvard (1)


Reporter: Silvana Maya Pratiwi | Editor: Tri Adi

Memiliki jiwa sebagai pebisnis mengantarkan Nadiem Makarim mendirikan perusahaan teknologi PT Gojek Indonesia. Penyedia jasa  transportasi ojek ini berkembang pesat setelah meluncurkan aplikasi di ponsel pada awal 2015.  

Memahami besarnya potensi bisnis di sektor teknologi dan internet di era modern ini, membuat Nadiem Makarim berambisi menjadi pengusaha. Lewat perusahaan besutannya bernama PT Gojek Indonesia, Nadiem menangkap peluang dari besarnya penduduk Indonesia, terutama warga Jakarta yang membutuhkan layanan transportasi yang cepat dan praktis.

Nadiem lebih suka menyebut PT Gojek Indonesia adalah perusahaan teknologi, bukan perusahaan penyedia jasa ojek. Padahal, Go-jek menawarkan jasa transportasi ojek yang cepat dan praktis. Sejak awal tahun ini, Gojek meluncurkan aplikasi yang bisa diunduh di ponsel bernama Go-Jek.

Dari aplikasi ini, user bisa langsung memesan ojek hanya dengan beberapa langkah mudah. Setelah itu, ojek akan datang menjemput ke tempat konsumen dan mengantarkan ke tempat yang dituju. Selain itu, Go-Jek juga melayani jasa antar barang dan atau kurir, jasa antar pesan makanan hingga jasa shopping. "Dari layanan tersebut, yang masih mendominasi pesanan transportasi ojek," ujar Nadiem.

Setelah aplikasi ini meluncur, layanan Go-Jek berkembang pesat. Nadiem mencatat, sejak awal tahun ini user yang mengunduh aplikasi Go-Jek sudah mencapai 650.000 orang dengan pertumbuhan pengojek mencapai 10.000 orang yang bergabung. Tidak hanya wilayah Jabodetabek, Go-Jek sudah melebarkan sayapnya hingga ke Bali, Bandung, dan Surabaya.  

Go-Jek kini bekerjasama dengan hampir 100 perusahaan yang menjadi pelanggan korporat. Pria lulusan Master of Business Administration dari Harvard Business School ini mengajak pengojek yang punya motor sebagai mitra.

Warga yang ingin bergabung di Go-Jek harus memiliki kendaraan sendiri. Tiap pengojek akan dibekali smartphone sebagai alat penghubung dengan konsumen dan sistem dengan cara mencicil biaya pembelian smartphone setiap bulan.

Dia menghitung, dalam sebulan, pendapatan tukang ojek bisa mencapai Rp 4 juta hingga Rp 6 juta. Sistemnya adalah bagi hasil, yakni 80% dari total penghasilan masuk kantong pengojek dan 20% sisanya untuk perusahaan. Sayangnya, Nadiem enggan mengungkapnya omzet yang didapatkan perusahaan. "Masalah uang, angka, investasi, jumlah order, saya tidak bisa sebutkan," ujarnya.

Yang jelas, Gojek Indonesia telah mendapatkan suntikan dana dari investor Northstar Group, sebuah perusahaan investasi yang bermarkas di Singapura. Itu sebabnya, Go-Jek kini gencar melakukan promosi besar-besaran untuk memperkenalkan jasa ini kepada masyarakat dan berekspansi.

Tengok saja, selama Ramadan ini, Go-Jek meluncurkan promosi bayar hanya Rp 10.000 untuk jasa antar di wilayah Jakarta. Normalnya, tarif yang digunakan sesuai hitungan sistem yang terprogram, yakni Rp 15.000 untuk 1,5 km dan tarif akan naik setiap 1,5 km berikutnya.

Pria berusia 31 tahun ini mengaku masih belum mendapatkan keuntungan. Dia masih harus mengeluarkan bujet besar untuk promosi dan pengembangan aplikasi di ponsel.   

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×