kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Nilai tambah produk organik menggiurkan


Senin, 19 Maret 2018 / 20:02 WIB
Nilai tambah produk organik menggiurkan
ILUSTRASI. Beras merah organik


Reporter: Abdul Basith | Editor: Sofyan Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tambah produk organik yang tinggi dinilai mengiurkan bagi pertumbuhan ekspor. Produk organik memiliki nilai tambah yang lebih besar dibandingkan produk yang tidak organik.

"Berdasarkan harga, ekspor produk organik bisa mencapai angka berkali lipat," ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (DJPEN), Kementerian Perdagangan (Kemdag) Fajarini Puntodewi dalam diskusi mengenai pengembangan ekspor produk organik, Senin (19/3).

Dewi bilang produk organik di Amerika Serikat (AS) bisa naik hingga 21% hingga 100% dibandingkan produk biasa. Sementara di Eropa produk organik memiliki nilai tambah sebesar 13% hingga 15%.

Namun, yang paling menggiurkan menurut Dewi adalah pasar China. Selain regulasi yang lebih longgar, harga produk organik di China bisa memiliki nilai tambah hingga delapan kali lipat.

Meski begitu produk organik yang diekspor masih sulit untuk didata oleh pemerintah. Hal tersebut dikarenakan produk organik tidak memiliki kode Harmonized System (HS) tersendiri.

Adanya kode HS untuk produk organik dinilai Dewi akan menambah daya tarik bagi produk organik. "pembuatan kode HS bisa diusulkan tidak bisa sepihak harus ada keputusan kementerian tentang perubahan tersebut," terang Dewi.

Saat ini bentuk dukungan Kemdag ditunjukkan dengan melakukan promosi bagi produk organik. Meski begitu, pengembangan ekspor produk organik dinilai masih menemui berbagai masalah.

Hambatan tarif masih dirasakan oleh produk organik asal Indonesia di Eropa. Belum adanya perjanjian dagang membuat produk Indonesia masih dikenakan bea masuk. Sementara produk yang sama dari negara lain yang memiliki perjanjian dagang sudah tidak lagi dikenakan bea masuk.

Selain itu, pendaftaran sertifikasi organik di Indonesia pun dinilai memakan biaya yang besar. Oleh karena itu, tak jarang sejumlah petani organik tidak dapat menjual produk organik karena tidak memiliki sertifikat.

"Sertifikasi organik bagi beras sebesar Rp 30 juta untuk dua tahun sementara sertifikasi bagi gula kelapa sebesar Rp 165 juta untuk dua tahun, " jelas Soekirman, Bupati Serdang Bedagai yang masuk dalam The Asian Local Governments for Organic Agriculture (ALGOA).

Produk yang ditanam secara organik tersebut pun tidak jarang dijual secara biasa sehingga tidak memiliki nilai tambah selayaknya produk organik. Hal tersebut membuat petani tidak mendapatkan keuntungan dari menanam produk organik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×