kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Oh Lioe membuat rotinya jadi ikon oleh-oleh Solo


Sabtu, 21 November 2015 / 10:20 WIB
Oh Lioe membuat rotinya jadi ikon oleh-oleh Solo


Reporter: Asih Kirana Wardani | Editor: Tri Adi

Tidak banyak usaha keluarga yang sanggup bertahan hingga beberapa generasi. Seringkali usaha menjadi redup, terjungkal, terpaksa berpindah tangan atau bahkan gulung tikar saat berada di tangan generasi ketiga. Namun tidak demikian dengan usaha Roti Ganep asal Solo. Bahkan, di tangan generasi kelimanya saat ini, Roti Ganep terus memantapkan diri menjadi ikon oleh-oleh Kota Solo.

Adalah Auw Like Nio, yang memulai usaha roti kecik bersama dengan suaminya Tjan Tiang San pada 1881 di sebuah ruas jalan di bilangan Tambak Segaran, Solo, Jawa Tengah, yang kini bernama Jalan Sutan Syahrir. Roti kecik merupakan kue kering yang berbahan baku dari tepung beras ketan sehingga memiliki rasa yang khas. Tampil dalam tiga pilihan bentuk; bulat, lonjong, dan banjar seperti gelang, camilan ini mampu memikat lidah berbagai kalangan. Tak terkecuali, Raja Sura-karta ketika itu, Sri Susuhunan Paku Buwono X. Bahkan, Raja yang berkuasa 1893–1939 tersebut memberikan nama Ganep bagi usaha Auw Like Nio.

Rupanya, nama Ganep membawa marwah bagi usaha ini. Ganep, berarti genap, mempunyai makna filosofis lengkap dan sehat. Tak cuma berumur panjang hingga menembus satu abad, usaha ini juga terbilang sehat hingga sekarang. Tentu saja, dalam perjalanan mencapai 134 tahun, pasang surut mewarnai usaha ini. Beberapa kali, Roti Ganep hampir lenyap dilibas perkembangan zaman.


Sempat salah urus
Memasuki generasi kelima, usaha yang bernaung di bawah PT Ganep Tradisi Solo ini sempat limbung. Pasalnya, anak laki-laki pertama dan satu-satunya di generasi kelima yang digadang melanjutkan usaha ini ternyata kurang piawai mengurus bisnis. “Terjadi mis-management,” tutur Oh Lioe Nio alias Cecilia Maria Purnadi, sang adik yang kemudian mengambil alih usaha ini hingga saat ini.

Pada saat goyang itulah, keluarga meminta Oh Lioe Nio untuk mengurus usaha ini. Padahal saat itu, wanita yang akrab disapa Oeke ini telah mempunyai kehidupan sendiri di Jakarta. Selain telah berkeluarga, Oeke mencintai profesinya sebagai pengajar bahasa Inggris. Namun, suami mendukungnya kembali ke Solo untuk menyelamatkan usaha keluarga ini.

Oeke pun kembali ke Solo pada 1991. Sebagai lulusan pendidikan bahasa Inggris Universitas Sanata Dharma, Oeke tidak memiliki pengalaman bisnis. Ia cuma yakin dengan kemampuannya berpikir analisis. Ia melihat, kondisi usaha keluarganya sejatinya tak terlalu parah. “Tapi tidak ada manajemen, tidak ada keuangan, tidak ada dana untuk kulakan dan bayar karyawan,” ujar wanita kelahiran Solo, 23 April 1958 ini.

Untuk menyelamatkan usaha keluarganya, Oeke sadar, dirinya harus cepat bergerak. Hal pertama yang dia lakukan adalah membenahi sistem keuangan supaya bisnis bisa berjalan. Lantaran tak memiliki latar belakang akuntansi dan bisnis, ia membeli dua macam sistem. Pertama, sistem pembukuan, termasuk soal keuangan dan pergudangan. Kedua, sistem ritel untuk menentukan point of sales perusahaannya.

Selanjutnya, ia pelan-pelan belajar mengelola karyawan dan pemasaran. Tak segan, Oeke turun tangan sendiri di mesin kasir dan menjaga toko yang waktu itu hanya seluas 3 meter x 5 meter. Dari situ, ia punya keyakinan bahwa Roti Ganep punya kualitas bagus dan masih disukai masyarakat. Terbukti, masih cukup banyak yang kulakan dan memasarkan Roti Ganep, di antaranya jaringan ritel lokal Luwes, Toko Orion, dan Toko Jaya Abadi.

Oeke pun menerapkan sistem pemasaran yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Ia mulai beriklan di koran, lewat baliho, dan di bioskop. Sang Ibu yang berpikiran kolot sempat menentang jurus ini. Di benak ibunya, promosi tak diperlukan karena produk Ganep sudah bagus. Tapi, Oeke sudah punya argumentasi. “Coca-Cola itu kurang terkenal apa, tapi masih ngiklan juga, kan?” ujarnya retorik.

Oeke juga memperbaharui kemasan produk Roti Ganep agar lebih mengikuti perkembangan zaman. Namun, untuk logo, Oeke tak ingin mengubahnya karena ia nilai sudah baik. “Kalau untuk kemasan, tiap kali saya memikirkan untuk menyesuaikan dengan selera pasar, tren, untuk peningkatan performance,” kata istri dari Tekad Swandito ini.


Bangkit dari Tragedi 98
Singkat cerita, roda bisnis Roti Ganep kembali berputar mantap dan berkembang di bawah kendali Oeke. Keluarganya pun telah berpindah ke Solo.

Tapi, malang tak dapat ditolak. Tragedi Mei 1998 nyaris ikut membumihanguskan hasil kerja keras Oeke. Kerusuhan di pengujung kekuasaan Suharto yang memicu pembakaran dan penjarahan ini tidak mengecualikan Toko Roti Ganep. Gerai satu-satunya ini habis dibakar massa. Hanya intuisi dan keberanianlah yang menyelamatkan tradisi bisnis keluarga ini.

Masih dalam kebingungan dan ketakutan, sehari setelah kerusuhan dua hari itu, Oeke mengajak karyawannya untuk bersih-bersih toko. Ia memutuskan kembali memproduksi roti pada hari ketiga, setelah kerusuhan, tanpa memakai nama Ganep. Beruntung, Oeke masih memiliki persediaan beberapa karung tepung terigu. “Kalau ada yang tidak percaya ini produk Ganep, kami persilakan telepon,” ujarnya.

Oeke nyaris pesimistis Roti Ganep bisa kembali berdiri karena ia tak punya modal untuk membangun kembali usahanya. “Semua habis, tidak ada klaim asuransi karena di luar dugaan,” kenang ibu dua anak ini.

Untuk mencari modal pun, saat itu sulit karena bunga bank melambung hingga 60% per tahun. Tapi, nasib baik masih menyertainya. Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) membantunya mendapatkan modal senilai Rp 300 juta dari sebuah ventura dengan bunga hanya 30% setahun. Dengan utang ini, Oeke kembali membangun tokonya pada Agustus 1998 dan kembali beroperasi pada Januari 1999. Tragedi ini justru menjadi momentum bagi Oeke untuk membangun tokonya jadi tiga lantai untuk mengantisipasi perkembangan bisnis ke depan. “Tadinya kan pondasinya tidak memungkinkan untuk dibangun,” ujar Oeke.

Dan, benarlah, usaha Oeke berkembang kian pesat setelahnya. Meski Oeke enggan terlalu ekspansif, Roti Ganep kini memiliki lima outlet di Kota Solo. Selain itu, pemasarannya menyebar di berbagai kota, seperti Yogya, Semarang, Jakarta, Surabaya dan beberapa daerah luar Jawa. Bahkan, lewat buyer di Jakarta, produk Roti Ganep sempat hadir di beberapa toko di Australia. Omzet Roti Ganep kini berkisar Rp 4,8 miliar per tahun. “Mukjizat itu nyata untuk saya. Ternyata untuk jadi besar, jalannya harus dibakar itu dulu,” ujar Oeke.                       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×