kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Oleh-oleh coklat khas daerah menggeliat harum


Sabtu, 23 Mei 2015 / 09:25 WIB
Oleh-oleh coklat khas daerah menggeliat harum


Reporter: Izzatul Mazidah, Jane Aprilyani, Noverius Laoli, Rani Nossar, Silvana Maya Pratiwi | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Cokelat sudah biasa menjadi oleh-oleh mereka yang berlibur atau bertugas dari luar negeri. Kini, beberapa produsen cokelat lokal juga ingin menjadikannya oleh-oleh khas daerah. 

Di beberapa kota, ada cokelat lokal yang sudah populer. Di Yogyakarta, misalnya, ada Cokelat Monggo, di Bandung dan Garut terkenal dengan Chocodot, di Makassar ada Cokelat Makalate, dan Lampung ada Kakoa. 

Sebagai pembeda, cokelat lokal ini juga menjual inovasi dengan meramu cokelat dengan aneka rempah dan buah lokal. Cokelat Monggo dan Kakoa mengisi cokelat dengan jahe, mete, pala, mangga, dan durian. 

Bahkan, Cokelat Monggo baru saja mengeluarkan cokelat rasa rendang. "Kami mengadaptasi rasa lokal," kata Thierry Detournay, pendiri Cokelat Monggo. 

Total Jenderal, Cokelat Monggo punya 20 varian rasa, Selain rasa, kemasan juga dibuat berbeda. Kakoa, misalnya, mengemas cokelat dengan kemasan motif batik.

Pembelian 6 varian rasa lengkap bisa dimasukkan dalam boks bertali nan unik. "Kami berencana menggunakan zip bags yang sangat cocok dengan produk ini," ujar Sabrina Mustopo, Pendiri Kakoa. Selain dijual di kota asal, cokelat lokal ini juga berusaha memperbesar pasar dengan membuat jaringan reseller dan masuk ke ritel modern. 

Cokelat Makalete saat ini dari Makassar sudah menyebar ke Padang, Palembang, Bandung, Kebumen, Yogyakarta, Surabaya, Lampung, Samarinda, dan Gorontalo.

"Tidak ada ongkos kirim untuk minimal pembelian 10 batang cokelat," tutur Irwan Miri, Pemilik Cokelat Makalate. Chocodot dari Garut sudah merambah ke Bali dan Yogyakarta. Cokelat Monggo malah sudah masuk ke pelbagai hotel dan cafe, seperti Ritz Carlton, JW Marriot, The Phoenix, R&B Grill, Zango, Mediterrania, Indische, Via-Via Cafe, Kamuela dan Dijon. 

Yuswohadi, Pengamat Pemasaran menyarankan produsen jangan bernafsu memperluas pemasaran ke banyak daerah. "Hal ini justru membuat nilai limited produk tersebut tak lagi tinggi," ujarnya. 

Pieter Jasman, Ketua Umum Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) berharap fenomena ini mendorong konsumsi cokelat dalam negeri naik jadi 1 kg/ kapita/ tahun dari sekarang 0,8 kg. "Serapan lokal bisa lebih dari 20% produksi," katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×