kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.515.000   -6.000   -0,39%
  • USD/IDR 15.585   25,00   0,16%
  • IDX 7.717   -71,02   -0,91%
  • KOMPAS100 1.194   -12,30   -1,02%
  • LQ45 947   -7,59   -0,79%
  • ISSI 233   -2,49   -1,06%
  • IDX30 489   -3,87   -0,79%
  • IDXHIDIV20 583   -4,38   -0,75%
  • IDX80 136   -1,35   -0,98%
  • IDXV30 143   -0,75   -0,53%
  • IDXQ30 162   -1,10   -0,67%

Pahit rasanya, manis laba usaha tanaman paria (1)


Selasa, 21 Oktober 2014 / 17:27 WIB
Pahit rasanya, manis laba usaha tanaman paria (1)


Reporter: Cindy Silviana Sukma, Izzatul Mazidah | Editor: Rizki Caturini

Tanaman pare sudah tidak asing lagi digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai pelengkap aneka masakan khas Indonesia. Di balik rasa buahnya yang pahit, ternyata tanaman pare mengandung manfaat yang cukup banyak untuk kesehatan tubuh.

Buah pare dipercaya berkhasiat merangsang nafsu makan, memperlancar pencernaan dan menyembuhkan penyakit kuning. Daun dan biji tanaman yang tumbuh menjalar dan merambat ini juga memiliki beragam manfaat, di antaranya menurunkan demam.

Itu sebabnya, permintaan tanaman pare cukup besar. Ini membuat banyak pembudidaya tertarik untuk membiakkan tanaman ini. Adi Wibowo, salah satu pembudidaya tanaman pare dari Lampung, mengatakan, tanaman pare termasuk yang memiliki masa panen yang cepat. Di lahan seluas seperempat hektare (ha), Adi bisa panen sekali dalam tiga hari. Sehingga dalam sebulan, Adi bisa memanen sebanyak 10 kali.

Dari situ dia bisa mengumpulkan sebanyak 30 kuintal buah pare dalam sebulan. Harga jual yang dipatok berkisar Rp 1.500−Rp 3.000 per kilogram (kg).
Adi mengaku, dalam sekali panen, dia bisa mendapatkan untung bersih sekitar Rp 1 juta. Artinya dalam satu bulan laba bersih yang didapat mencapai Rp 10 juta.  Biasanya dia mendistribusikan hasil panen untuk memenuhi permintaan pasar-pasar di Lampung, Jakarta, Sumatera, Cilegon dan beberapa daerah di Pulau Jawa.

Pembudidaya tanaman pare lainnya adalah Edy Soeratmo. Edy menggandeng sejumlah petani di desa Sokaraja, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Dia menggunakan lahan sawah seluas 1,5 ha untuk membudidayakan biji pare lokal. Menurutnya, tanaman pare cukup mudah ditanam tanpa perlu banyak perawatan. "Yang penting tidak kering dan harus sering mendapat air," ujarnya.

Untuk menanam pare di areal lahan seluas 1,5 ha, Edy membutuhkan benih sekitar 7 kg−10 kg. Benih pare ini ia produksi sendiri. Menurutnya, masa tanam yang paling baik antara Maret hingga April. "Maksimal menanam di bulan Juni, curah hujan masih cukup tinggi," ujarnya.

Saat panen pertama sekitar satu bulan setelah tanam, biasanya Edy dapat menghasilkan 8 kg−10 kg biji pare. Namun, tanaman ini mampu panen beberapa kali dalam interval selama 5 bulan−6 bulan, jika dirawat dengan baik. Rata-rata sekali panen Edy bisa menghasilkan 300 kg biji pare.

Hasil panen biji pare ini biasanya dia salurkan ke perusahaan benih PT Taki Seed Indonesia, di Sleman, Yogyakarta dengan harga rata-rata Rp 200.000 per kg. Jadi, omzet yang bisa diraih Edy sekitar Rp 60 juta sekali panen.               

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
FREE WEBINAR - Bongkar Strategi Viral Digital Marketing Terbaru 2025 FREE WEBINAR - The Psychology of Selling

[X]
×