kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pasang surut usaha kedai angkringan


Senin, 22 April 2013 / 14:30 WIB
Pasang surut usaha kedai angkringan
ILUSTRASI. Bandeng Bumbu Tauco (dok/Dapur Kobe)


Reporter: Revi Yohana, Marantina, Noor Muhammad Falih | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Popularitas angkringan sebagai pilihan tempat makan di kota-kota besar, melejit dalam beberapa tahun terakhir. Selain konsep makan sederhana dan harga menu relatif terjangkau, warung makan asal Yogyakarta dan Solo ini kerap dicari sebagai tempat nongkrong.

Rata-rata, angkringan beroperasi di malam hari. Targetnya membidik orang-orang sehabis kerja yang ingin mengisi perut dengan porsi kecil, atau sekadar menyeruput kopi atau wedang jahe sembari ngobrol.

Meski terhitung usaha kecil, namun angkringan bisa menjadi sumber pendapatan yang cukup menggiurkan. Makanya, banyak pelaku usaha yang menawarkan peluang kemitraan. Hanya, tidak semua usaha angkringan berkembang. Ada yang stagnan, bahkan ada yang jumlah gerainya menyusut.

Faktor fokus atau tidaknya pemilik usaha menjadi penentu pasang surutnya bisnis ini. Berminat menjajal usaha angkringan? Ada baiknya melirik hasil ulasan kemitraan tiga angkringan berikut ini.
 
Nasi Kucing 78

Usaha Angkringan Nasi Kucing 78 masih tetap hangat. Sampai sejauh ini, angkringan besutan Christian Triangga Bayu dari Bekasi ini sudah memiliki 90 gerai. Artinya, ada tambahan 30 cabang baru dalam waktu kurang dari setahun terakhir.

Asal tahu saja, ketika KONTAN mengulas tawaran kemitraan ini pada November 2012, tercatat ada 60 gerai Nasi Kucing 78. Seluruh gerai merupakan milik mitra, yang kebanyakan tersebar di wilayah Jabodetabek. Di luar itu, ada pula cabang di Bandung, Yogyakarta, Tulungagung, Kediri, Nganjuk, dan Surabaya.

Memang, Christian tidak mengelola gerai pribadi. Ia memilih fokus mengembangkan brand Nasi Kucing 78, dan mengontrol jalannya gerai milik mitra. Justru keputusannya untuk fokus mengembangkan mitra inilah yang diklaim mampu melanggengkan bisnis Nasi Kucing 78 sampai saat ini. Apalagi, ditambah dengan gencar berpromosi.

Tiap mitra yang baru bergabung, akan di-upload di website Nasi Kucing 78. Strategi promosi terbesar yang ia lakukan adalah beriklan online atau membuat nama Nasi Kucing 78 eksis di mesin pencarian Google.

"Mitra saya terus bertambah, karena saya benar-benar memperhatikan kelangsungan bisnis mitra," ujar Christian. Ia berharap, mitra bisa sukses seperti filosofi nama Nasi Kucing 78. "Tujuh lapan itu doanya supaya maju dan mapan," ucapnya.

Tahun ini, Nasi Kucing 78 juga menambah dua pilihan paket kemitraan. Sebelumnya,  hanya ada dua paket kemitraan, yaitu paket Rp 4 juta untuk paket berdagang outdoor, dan paket senilai Rp 1 juta untuk mitra di luar Pulau Jawa yang hanya membeli resep.

Kini, ada empat paket yang ditawarkan Christian, yakni Paket Super senilai Rp 7 juta, untuk indoor seperti ruko atau kios. Mitra akan mendapat gerobak kayu beroda, peralatan lengkap, resep, pelatihan, media promosi dan penggunaan merek.

Paket kedua adalah Paket A senilai Rp 5 juta, yang ditujukan untuk lokasi outdoor, seperti emperan ruko dan area terbuka. Paket berisi fasilitas paket super, namun jumlah peralatan dan media promosi lebih sedikit.

Paket B seharga Rp 3 juta, di mana mitra mendapat hak menggunakan nama Angkringan Nasi Kucing78, gerobak kayu beroda, Konsultasi dan promosi di website. Terakhir, paket khusus mitra di luar pulau Jawa seharga Rp 1 juta. Mitra memperoleh resep makanan, desain gerobak, serta strategi pemasaran dan promosi.

Paket ini untuk mengantisipasi mahalnya ongkos kirim gerobak ke luar Jawa. Mitra boleh membuat sendiri gerobak dan mempersiapkan peralatan. "Sudah ada 30 orang yang membeli paket Rp 1 juta ini,  di luar 90 mitra yang membeli gerai," tuturnya.

Angkringan Ki Asem

Angkringan Ki Asem merupakan warung berbentuk gerobak dengan tenda terpal atau plastik. Bisnis ini didirikan Sartono Suwarno di Bekasi sejak 2007. Ketika KONTAN mengulas kemitraan ini pada Juli 2012, Ki Asem memiliki 14 gerai yang tersebar di Bekasi dan Jakarta. Rinciannya, sembilan gerai milik sendiri, dan lima milik mitra.

Namun, hampir setahun berselang,  belum ada penambahan gerai. “Setahun ini, kami belum ekspansi gerai, tapi fokus membenahi tiap gerai,” ujar Sartono.

Ia mengaku, usahanya tidak menemui kendala yang berarti. Kebijakannya untuk mengembangkan gerai yang ada demi memperkuat brand Ki Asem, sebelum mulai menambah gerai baru.

Nah, mulai tahun ini, Sartono kembali fokus menjaring mitra baru. Sampai tutup tahun 2013, ia membidik tambahan empat gerai baru. Makanya, ia semakin gencar berpromosi melalui media massa dan media sosial.

Perihal biaya investasi, Ki Asem mengereknya menjadi Rp 25 juta. Sebelumnya, paket investasi Angkringan Ki Asem hanya Rp 20 juta. Menurutnya, kenaikan biaya ini sebagai penyesuaian terhadap lonjakan harga barang.

Dengan membeli paket investasi itu, mitra akan mendapatkan gerobak, meja dan kursi untuk kapasitas 20 pengunjung, peralatan makan khas Solo, seperti nampan dan teko. Sartono memproyeksikan, mitra bisa mengantongi rata-rata omzet Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta per hari. Dengan keuntungan bersih sekitar 20%, mitra bisa balik modal sekitar 6-8 bulan.

Ki Asem memungut biaya royalti sebesar 2% bagi mitra yang berhasil membukukan omzet di atas Rp 1 juta per hari. Adapun harga menu yang disajikan Ki Asem tidak berubah, yaitu masih berkisar Rp 750-Rp 1.500 per buah.

Angkringan Fatmawati

Warung lesehan yang didirikan Handayani pada Juni 2006 ini, mengalami pasang surut jumlah gerai. Hingga dua tahun silam, sudah ada empat gerai Angkringan Fatmawati, termasuk 1 milik pusat. Seluruhnya berlokasi di Jakarta.

Namun, sekarang, hanya tersisa satu mitra yang berlokasi di Cililitan. Handayani bilang, kebanyakan gerai mitra terpaksa ditutup lantaran pemiliknya tidak fokus dan tidak serius mengelola gerai.

Ia mencontohkan, mitra yang berlokasi di Pancoran memilih menutup gerai, akibat pemiliknya ada lima orang. “Kalau banyak pemiliknya justru repot, yang satu mau ini yang lain maunya beda lagi. Padahal pegawai mereka cuma tiga,” bebernya.

Makanya, sekarang, ia ingin pemilik angkringan bukan orrang kantoran. Jadi, mereka punya banyak waktu untuk mengurus angringan. "Karena kalau tutup terus, nama baik saya dan merek angkringan ini juga dipertaruhkan,” papar Handayani.

Adapun, rata-rata omzet Angkringan Fatmawati milik pusat yang berada di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, mencapai Rp 2,5 juta sehari. Sedangkan, omzet milik mitra yang berada di Cililitan sekitar Rp 1 juta per hari.

Handayani masih membuka peluang kemitraan. Paket investasi yang ditawarkannya sebesar Rp 14 juta. Sedangkan, untuk mitra yang punya gerobak dan peralatan sendiri, besaran investasi masih dipatok Rp 5 juta. Syarat menjadi mitra Angkringan Fatmawati yaitu punya tempat ukuran 20x8 meter, plus lahan parkir.

Handayani juga terus mencari cara supaya angkringannya tetap diminati. Salah satunya dengan menambah varian menu, seperti nasi isi rica ayam dan nasi teri. “Inovasi ini baru berjalan tiga bulan dan tanggapan pasar cukup bagus,” ujarnya. Ia tidak memasang target jumlah mitra baru. Menurutnya, yang terpenting mitra serius menjalankan usaha ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×