kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pasar ekspor kerajinan masih menggiurkan


Rabu, 25 Mei 2016 / 17:39 WIB
Pasar ekspor kerajinan masih menggiurkan


Reporter: Amal Ihsan Hadian, Merlinda Riska | Editor: S.S. Kurniawan

Kalau ada yang bertanya, apa produk ekspor Indonesia yang sejak dulu selalu diminati oleh pembeli di negara maju? Salah satu jawaban yang benar adalah furnitur atau mebel.

Sebagai negara dengan sumberdaya kayu yang melimpah, kita tidak sulit mencari produk mebel yang berkualitas dengan harga yang terjangkau. Sebaliknya, di negara-negara maju yang memiliki sumber kayu sangat terbatas, produk mebel menjadi mahal.

Makanya, produk mebel kita laris manis di pasar Amerika Serikat (AS), Eropa dan Jepang. Indonesia sendiri termasuk dalam kelompok eksportir mebel terbesar di kawasan Asia dan kelompok 20 eksportir furnitur terbesar di dunia.

Segala jenis mebel yang berbahan kayu dan rotan produksi kita diminati oleh pasar internasional. Karena itu, buat Anda yang punya rencana untuk menjadi eksportir, mebel atau furnitur bisa menjadi produk pilihan yang pas.

Menurut Taufik Gani, Ketua Umum Asosiasi Mebel Indonesia (Asmindo), tujuan ekspor utama produk mebel Indonesia adalah AS. Negara Paman Sam menyerap lebih dari separuh ekspor mebel Indonesia.

Sementara pasar Eropa sempat menguasai 30% pangsa pasar ekspor Indonesia. "Tapi sekarang paling 20% karena Eropa masih krisis," ujar dia.

Selain itu, produk kayu kita tak mudah menembus pasar di Benua Biru karena kerap kali menuai tudingan tidak ramah lingkungan, alias menggunakan kayu hasil penebangan hutan yang ilegal.

Sedang pasar lainnya adalah Timur Tengah,  Eropa Timur, Rusia, serta Amerika Latin seperti Meksiko dan Guatemala. Negara lain yang juga menampung produk kayu Indonesia adalah Jepang dan Korea Selatan. "Kita juga menembus pasar Afrika dan China," tutur Abdul Sobur, Sekretaris Jenderal Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI).

Meski sekarang permintaan dari Eropa masih tertekan, permintaan dari negara-negara lain ini justru tumbuh pesat. Karena itu, ekspor mebel sesungguhnya masih menarik.

Lihat saja data ekspor furnitur kita yang praktis meningkat setiap tahun, sejak tahun 2003 (lihat Nilai Ekspor Furnitur Kita). Hanya pada tahun 2009 saja, saat dunia baru terpukul krisis finansial global, ekspor furnitur indonesia tidak tumbuh.

Setelah 2009, ekspor mebel kembali meningkat pesat. Dengan kata lain, pasar ekspor mebel masih terbuka luas.

Apalagi kalau melihat penguasaan pasar pangsa dunia. Meski industri furnitur merupakan industri unggulan ekspor, namun produk mebel nasional masih berperan sangat kecil dalam perdagangan mebel dunia.

Menurut Taufik, nilai perdagangan mebel dunia secara keseluruhan saat ini telah mencapai US$ 440 miliar. Nyatanya, porsi furnitur Indonesia tak sampai 1% dari total nilai pasar furnitur global.

Bandingkan dengan Brasil, Vietnam atau Polandia yang porsi ekspornya sudah  mencapai lebih dari 2%. Bahkan China yang awalnya ketinggalan dalam urusan produk kayu sekarang sudah mampu menguasai 31% pasar furnitur dunia.

Maknanya, masih terbuka peluang yang besar bagi industri mebel Indonesia untuk bisa tumbuh dan berkembang.

Asmindo yang saat ini menaungi lebih dari 2.000 industri mebel menargetkan pangsa produk mebel Indonesia di pasar internasional akan meningkat menjadi 2% dalam lima tahun ke depan. "Kemudian dalam 10 tahun ke depan, kita menargetkan produk Indonesia mampu menguasai 5% pangsa pasar furnitur dunia," kata Taufik.

Saat ini saja, dengan hanya menguasai pangsa pasar yang secuil, industri furnitur mampu menyerap sekitar empat juta tenaga kerja dan devisa dari ekspor yang nilainya mencapai US$ 1,8 miliar. Bayangkan kalau ekspor mebel terus meningkat dan mencapai lebih dari lima kali lipat dari nilai sekarang.

Jangan sampai Anda ketinggalan potensi yang besar ini.

Mengejar tetangga

Pertanyaannya, kalau kita ingin terjun ke bisnis ekspor furnitur, mekanisme apa yang perlu diketahui sejak awal? Menurut Abdul, ada dua cara yang berlaku dalam mengekspor mebel.

Pertama, lewat wholeseller atau reseller. Ini adalah agen yang ada di negara tujuan yang mengepul produk. Mereka nanti mengekspor lagi atau menjual lagi produk mebel kita ke retailer. "Bisa dibilang, 85% ekspor mebel kita memakai cara ini," kata Abdul.

Kedua, adalah menjual langsung ke retailer atau direct seller. Cara kedua ini sebenarnya mampu menghasilkan margin yang lebih besar.

Cuma, mengakses langsung ke retailer tidak mudah. Selain harus kenal dengan pengusaha furnitur di negara tujuan, kita juga harus memahami ketentuan soal importir di sana. Sebab, tak sedikit negara yang menerapkan pengawasan yang ketat atas produk impor berbahan kayu.

Ambil contoh, China yang melarang ekspor kayu mahagoni. Makanya, kalau mau ekspor ke sana, produk kita harus menggunakan kayu yang diizinkan, seperti kayu jati atau rotan.

Mengingat furnitur adalah produk alam, kita juga harus memahami aturan kebersihan atau sanitary and phytosanitary yang diberlakukan oleh negara tujuan. Aturan jenis ini bervariasi untuk setiap negara.

Contohnya, di Australia ada ketentuan harus dua kali fumigasi atau penyemprotan hama. "Yang lain, seperti kepabeanan dan kargo mengikuti standar internasional," kata Taufik.

Ada juga hambatan dari masalah lingkungan hidup. Ini terutama dari Eropa dan negara-negara maju. Persepsi negara kita ini marak dengan illegal logging kerap menyulitkan eksportir karena produk mebel kita dianggap ikut mendorong terjadinya penebangan kayu ilegal.

Pemerintah sebenarnya sudah lama melobi Uni Eropa untuk meneken kesepakatan kerjasama sukarela untuk penegakan hukum tata kelola dan perdagangan kehutanan atau Voluntary Partnership Agreemeent for Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT-VPA).

Melalui negosiasi alot selama 11 tahun, kesepakatan ini akhirnya resmi diteken pada akhir 2013 lalu. Cuma, karena dinilai memberatkan industri, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan menganulir kebijakan itu (lihat boks).

Ini jelas membingungkan pelaku usaha karena kewajiban SVLK menjadi tidak jelas. "Katanya sudah dicabut pemerintah, tapi dalam proses pengurusan di Bea Cukai masih ada aturan ini. Ini bikin kami bingung, ada yang pakai, ada yang tidak. Harus kasih kepastian dong. Kalau pakai, ya pakai. kalau nggak, ya nggak," kata Taufik.

Padahal, kampanye lingkungan hidup yang sangat gencar di negara-negara maju membuat konsumen di sana semakin selektif memilih produk furnitur.

Makin tambah merepotkan, persaingan pasar mebel dengan negara lain juga lumayan sengit. Taufik dan Abdul sama-sama mengakui, pesaing terberat mereka adalah pebisnis dari negeri tetangga, Vietnam dan Malaysia.

Saat ini, Malaysia sudah masuk ke dalam kelompok sepuluh besar eksportir mebel dunia. Nilai ekspor Vietnam sudah mencapai US$ 6,9 miliar.  Sementara nilai ekspor Malaysia mencapai US$ 2,4 miliar.

Lucunya, Vietnam dan Malaysia sebenarnya tidak memiliki cukup kayu sebagai bahan baku furnitur. Vietnam sebagai contoh, mengimpor kayu dari Laos dan Myanmar. Sedang Malaysia mendapat kayu, yah kita sama-sama tahulah darimana itu.

Tetapi, karena dukungan pemerintahnya, industri mebel Malaysia dan Vietnam bisa menguasai pasar dunia.

Selain dari persaingan, hambatan juga datang situasi ekonomi global yang masih loyo. Dengan kondisi ekonomi dunia yang melambat, permintaan terhadap mebel tidak sekencang dulu. Meskipun demikian, Taufik memprediksi nilai ekspor mebel Indonesia masih akan tumbuh sekitar 10%. 

Saat ini jumlah eksportir furnitur mencapai sekitar 5.000 perusahaan. Dari jumlah itu, 10% masuk kategori besar atau penjualannya di atas Rp 1 triliun. Adapun kategori sedang yang omzetnya di atas Rp 50 miliar sekitar 30%.

Sementara yang kecil, dengan omzet di bawah Rp 50 miliar adalah yang terbanyak, sekitar 60% dari total eksportir. Tapi, karena kondisi ekonomi dunia yang lesu, jumlahnya terus menurun. "Ada yang gulung tikar karena kondisi semakin sulit," ujar Abdul.

Desain unik

Apalagi kondisi di dalam negeri juga tak kalah menyulitkan. Harga-harga yang terus naik jelas menyulitkan pelaku usaha, selain membuat daya beli konsumen melorot. Taufik mencontohkan kebijakan pemerintah menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tidak efektif karena harga bahan baku dan penunjang mebel tetap saja meningkat.

Pelaku usaha juga kerap tersandung upah buruh yang terus meningkat. Sebenarnya, tuntutan kenaikan upah memang bisa dipahami. Maklum, kenaikan harga-harga kebutuhan pokok menyebabkan buruh kehilangan daya beli.

Makanya, buruh menuntut kenaikan upah. Karena itu, "Pemerintah harus bisa mengontrol harga kebutuhan pokok," kata Taufik.  Tingkat suku bunga pinjaman yang masih tinggi juga masih mencekik pelaku usaha yang ingin memulai atau memperluas usaha.

Itu sebabnya, untuk bisa terus bersaing di pasar global yang kompetitif, eksportir harus piawai mencari celah keunggulan dan keinginan pasar.  Salah satu caranya, adalah mengembangkan produk yang berbasis penelitian dan pengembangan.

Saat ini, desain produk mebel kita masih banyak yang konvensional dan ikut-ikutan. Padahal, desain produk ini seyogyanya mengikuti tren dan keinginan pasar.

Misalnya, jika ingin masuk pasar Jepang atau pasar Timur Tengah, karakter apa yang sesuai, kalau mau masuk eropa, karakteristiknya bagaimana, modelnya seperti apa, terus kita produksi massal. Ini kan akan lebih efisien, dibanding sendiri-sendiri.

Pelaku usaha juga bisa mendalami desain khas daerah di Indonesia. "Masing-masing daerah punya karakter. Itu yang membuat konsumen asing suka. Seperti di Jawa Timur ada produk mebel dari akar yang diukir di Jepara. Produk yang unik seperti itu yang disukai pasar di luar negeri," kata Abdul.

Walaupun situasi ekonomi global masih melambat, ditambah dengan situasi dalam negeri yang masih seperti sekarang, pelaku usaha tetap optimistis pertumbuhan ekspor tahun ini bisa mencapai 10% dari nilai ekspor tahun lalu.

Sebabnya, furnitur bisa dikatakan merupakan kebutuhan dasar untuk memenuhi rumah atau tempat tinggal. Setiap tahun jumlah angkatan kerja terus tumbuh.

Jumlah keluarga muda juga selalu bertambah. Mereka ini pasti memerlukan tempat tinggal baik rumah ataupun apartemen.

Nah, rumah atau apartemennya harus dilengkapi dengan furnitur. Bisa dibilang, bisnis furnitur akan selalu hidup dan memiliki permintaan.  Menarik bukan?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×