kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pasokan jengkol sering bikin pusing perajin (2)


Rabu, 26 November 2014 / 15:46 WIB
Pasokan jengkol sering bikin pusing perajin (2)


Reporter: Cindy Silviana Sukma | Editor: Havid Vebri

Sentra produksi emping jengkol di Jalan Kebon Jukut, RT 01/RW 10, Bogor Tengah tak pernah sepi dari aktivitas produksi. Setiap hari,  produsen emping ini sibuk produksi di rumah masing-masing.

Siti Fatimah, seorang pengrajin emping, mengaku,  menghabiskan 7 kilogram (kg) jengkol untuk diolah menjadi emping setiap harinya. Jengkol itu diperolehnya dari pasar di Bogor. Namun, pasokan jengkol tidak selalu tersedia di pasar.

Dalam setahun, paling jengkol bisa ditemukan di pasar dalam kurun waktu enam sampai tujuh bulan. Selebihnya tidak ada karena sedang tidak musim. "Dulu sih dalam setahun selalu ada. Cuma beberapa tahun terakhir ini hanya selama enam bulan sampai tujuh bulan ada, sisanya tidak ada," katanya kepada KONTAN, Kamis (20/11).

Kalaupun pasokannya ada kadang harganya mahal. Dalam situasi seperti itu, kadang ia terpaksa berhenti berproduksi. "Kalau harganya lagi mahal bisa di atas
Rp 30.000," tuturnya.

Jika harga di di level itu, Fatimah dan para pengrajin emping jengkol enggan untuk membelinya. Pasalnya, selain harus menanggung beban produksi lebih tinggi,  kualitas jengkol tak bisa ditebak.

Apabila jengkol masih muda, maka harus dibuang dan tak bisa diolah menjadi emping. "Pernah sampai satu kilogram saya buang jengkol muda, sehingga produksinya lebih sedikit," tambahnya.

Sebenarnya, pengolahan emping jengkol ini cukup mudah. Biasanya Fatimah membeli jengkol di pasar pada malam hari. Jelang subuh, sekitar pukul 03.00 WIB, ia dan para pengrajin lainnya sudah bangun untuk merebus jengkol selama enam jam hingga empuk.

Selanjutnya, jengkol dikupas dari kulitnya dan dibilas. Jengkol yang sudah matang dan dibilas ditumbuk di atas batu besar hingga bentuknya menjadi pipih. Batu besar yang mereka pakai ini berasal kebanyakan diambil dari sungai Ciliwung. Namun, Fatimah menjamin, sebelum digunakan batu ini sudah diasah menjadi halus dan bersih.

Setelah berbentuk pipih, emping ini ditempatkan dalam anyaman rotan agar bisa dijemur di atas matahari hingga kering. Jika musim hujan, ia terpaksa mengeringkan di atas kompor. Setelah kering, emping akan berwarna kecoklatan. Selanjutnya emping jengkol dibungkus plastik.

Emping-emping mentah ini dipisah berdasarkan ukurannya. Untuk 100 lembar emping ukuran besar, dihargai Rp 100.000. Sedangkan ukuran kecil dijual seharga Rp 80.000 per 100 lembar.

Sekitar pukul 15.00 WIB, distributor yang menjadi pelanggan emping buatan Fatimah akan datang mengambil emping dan menjualnya ke pasar, tempat makan, dan toko di Bogor.

Isma Damayanti, pengrajin lainnya juga kadang tidak produksi bila harga jengkol sedang mahal. Bila tidak produksi, kadang ia alih profesi menjadi kuli tumbuk emping. Selain membuat emping mentah, Isma juga menggorengnya untuk dijual. Untuk emping yang masih mentah dihargai Rp 80.000–Rp 90.000 per 100 lembar. Sementara yang sudah digoreng dihargai Rp 3.000 per bungkus.      

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×