kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Payride melahirkan sinergi promosi lewat mobil


Rabu, 21 Maret 2018 / 07:20 WIB
Payride melahirkan sinergi promosi lewat mobil


Reporter: Francisca Bertha Vistika | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - Kemacetan lalu lintas sudah jadi pemandangan biasa di kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta dan Surabaya. Meski sesuatu yang “normal”, kemacetan merupakan masalah besar buat penduduk yang tinggal atau bekerja di kota-kota besar.

Banyak yang terbuang percuma gara-gara jalanan macet, mulai waktu, tenaga, hingga uang. Bagi pemilik mobil, kemacetan lalu lintas jelas membuat mereka boros bahan bakar dan perawatan kendaraan.

Tapi, masalah di kota besar bukan cuma kemacetan lalu lintas. Banyak problem yang tidak hanya dialami masyarakat, juga pelaku bisnis.

Agus Widjaja melihat, biaya iklan luar ruangan seperti papan reklame yang kian mahal. Alhasil, industri periklanan outdoor sedang mengalami masa stagnan.

Maklum, banyak perusahaan yang tidak memasang iklan luar ruangan di kota-kota besar lantaran tarifnya yang sangat tinggi. “Ini bisa dilihat dari yang mampu beriklan hanyalah beberapa perusahaan dan tidak ada pelaporan yang jelas dari industri ini,” ungkap Agus.

Nah, dengan mengajak dua temannya, Ivaline Tedjo dan Jimmy Alim, Agus pun mendirikan perusahaan rintisan (startup) di bidang periklanan yang mengusung nama PayRide.

Platform crowdsource ini menawarkan solusi bagi perusahaan yang ingin mempromosikan produk atau jasanya di kota-kota besar secara efektif juga efisien. Sekaligus, pemecah masalah buat pemilik mobil.

Kontrol yang ketat

Melalui platform iklan out-of-home (OOH), startup yang berdiri Desember 2016 lalu ini menghubungkan pemilik mobil dan merek (brand) untuk menciptakan sinergi media pemasaran di dalam kendaraan. PayRide menawarkan keuntungan bersama, baik ke mitra pengemudi maupun pengiklan.

Bagi pengemudi, hanya perlu berkeliling kota dengan mobilnya yang sudah dipasang materi iklan. Dan, mereka pun akan mengantongi pendapatan sampingan.

Sedang pengiklan bisa menampilkan materi iklan unik, dengan tingkat perhatian orang dan eksposur yang lebih luas, harga yang lebih terjangkau, plus laporan langsung (live). Itu sebabnya, PayRide merupakan perusahaan pertama yang menyajikan live impression data untuk para pemasang iklan.

PayRide bertindak sebagai penghubung antara pemilik materi iklan (advertiser) dengan mitra pengemudi (driver). Jika setuju bekerjasama dengan PayRide, pemasang pariwara tinggal melakukan pemilihan jenis iklan (type wrapping), serta jumlah mobil dan bulan pemasangan.

Nanti, PayRide yang akan mencarikan mitra pengemudi sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan pengiklan. “Kami juga akan mengurus keperluan lainnya, seperti pemasangan wrapper (stiker) iklan, alat navigasi global positioning system (GPS), pemantauan sistem, hingga pelaporan kepada advertiser,” kata Agus.

Untuk tarif iklan, Agus yang juga Chief Executive Officer (CEO) PayRide membeberkan, mulai Rp 1,1 juta sampai Rp 3,55 juta per mobil per bulan. Harga ini tergantung jumlah mobil dan jangka waktu pemasangan iklan. “Karena itu, kami siap untuk menyesuaikan bujet dari pengiklan,” ujarnya.

Klien yang sudah beriklan di Payride, misalnya, Safecare, Bukit Kusuma Jaya, serta Adi Husada Cancer Center.

Cuma, tak sembarang pengemudi dan mobil bisa jadi mitra PayRide. Startup ini punya standar. Syarat untuk pengemudi adalah memiliki surat izin mengemudi (SIM), surat keterangan catatan kepolisian (SKCK), dan nomor pokok wajib pajak (NPWP), serta umur minimal 19 tahun.

Yang terpenting, mau berkendara jauh ke dalam atau pusat kota. Sementara syarat untuk mobil: ada surat tanda nomor kendaraan (STNK), usia kendaraan paling tua delapan tahun, juga memiliki asuransi kendaraan.

PayRide mementingkan metode proses seleksi pengemudi. Pengemudi termasuk pemasang wrap iklan harus melalui proses kontrol kualitas yang ketat, pemeriksaan latar belakang yang mendalam, juga sertifikasi profesional dan pengalaman.

Tapi, cara bergabung sebagai mitra pengemudi PayRide cukup sederhana. Tinggal mengunduh aplikasi PayRide di Google Play dan App Store.

Lalu, daftar dan ikuti langkah-langkah yang tertera. “Setelah itu, menyerahkan data, bisa secara hard copy ke kantor kami maupun secara soft copy melalui e-mail,” imbuh Agus.

Penghasilan yang akan mitra pengemudi terima sangat beragam. Jumlahnya tergantung dari pencapaian target poin. Target poin berdasarkan kelas jalan yang dilalui dan pada jam berapa mitra pengemudi melewati jalan tersebut.

Mitra pengemudi bisa mendapatkan hingga Rp 1,3 juta per bulan yang juga bergantung tipe wrapping yang terpasang pada mobilnya. “Saat ini, sudah ada 300 driver yang bergabung dengan PayRide,” ujar Agus.

Untuk mengontrol pengemudi, setiap mobil yang bekerjasama dengan PayRide akan dibekali GPS tracker. Dengan alat pelacak tersebut, startup ini bisa mendeteksi pola ataupun rute perjalanan mitra pengemudi.

Sehingga, mereka dapat mengetahui keseluruhan kelas jalan dan waktu tempuh yang dilalui mitra pengemudi. “Dari situ kami bisa menghitung berapa poin dan pengaruh yang dihasilkan dari suatu materi iklan,” kata Agus yang meraih gelar sarjana teknik kimia dari RMIT University, Melbourne, Victoria, Australia, ini.

Siap ekspansi

Jika startup lain di tahun-tahun awal berlomba mencari pendanaan, PayRide saat ini justru lebih bertekad mematangkan bisnisnya terlebih dahulu. Walhasil, sampai sekarang mereka masih menggunakan modal dari para founder dan co-founder (bootstraping).

Sayang, Agus enggan menyebutkan dana yang telah keluar untuk membangun perusahaan rintisan tersebut. Yang jelas, modal awal ia gunakan untuk melakukan riset, membuat sistem (aplikasi dan website), dan melaksanakan proses testing. “Untuk saat ini, kami sedang fokus pada pencapaian target-target lebih dulu,” ujarnya.

Selain ingin menancapkan fondasi kaki pada industri periklanan, Agus yang masih bekerja sebagai Vice President of Operations and Technical Services  Cyras Corporation, menjelaskan, fokus pada pencapaian target-target tersebut juga untuk meyakinkan calon investor potensial PayRide.

Salah satu target PayRide adalah, melancarkan sejumlah ekspansi bisnis di 2018 ini. Mereka berencana melebarkan sayap-sayap ke kota-kota besar lain di Indonesia.

Saat ini, PayRide baru beroperasi di Surabaya. Agus menyebutkan, startup-nya akan hadir di  Jakarta, Malang, Bali, dan beberapa kota besar lainnya. “Kami melihat, bahwa potensi besar di beberapa kota tersebut terkait kebutuhan akan sistem periklanan yang unik serta memberikan kontribusi kepada masyarakat sekitar,” tambah Agus.

Selain itu, PayRide bakal memperdalam sistem pelaporan ke pemasang iklan. Hingga kini, pelaporan kepada pengiklan dalam bentuk live report yang bisa diakses dengan memasukan username dan password.  Dari pelaporan itu, pemilik materi iklan bisa melihat, data harian, bulanan, dan tahunan impresi pariwara.

Pemasang iklan juga bisa menengok heatmap dari promosi pariwaranya. Jadi, kemana saja pengemudi berkeliling, jalan mana saja yang pengemudi sudah lalui, siapa saja pengemudinya, dan bagaimana perolehan poin pengemudi, hingga pengemudi yang terbaik.

Ke depan, PayRide berencana memperjelas sistem pelaporan dengan menampilkan data sesuai demografi daerah itu. Dengan begitu, akan lebih memberikan gambaran yang jelas, apakah promosi ini sudah sesuai dengan target pasar yang dituju oleh para pengiklan.

Meski begitu, PayRide masih menghadapi tantangan terbesar dari sisi edukasi. Maklum, platform crowdsource periklanan adalah sebuah industri advertising baru yang menggabungkan kreativitas dan teknologi.

“Maka, akan banyak keraguan, baik dari para advertiser maupun driver. Mereka masih merasakan sesuatu yang terlalu bagus untuk jadi kenyataan. Karena itu, kami menawarkan win-win solution kepada mereka semua,” kata Agus.

Keraguan yang kelak bisa hilang dengan hasil nyata dari platform periklanan ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×