kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Peluang manis dari budidaya tanaman stevia (Bagian 1)


Sabtu, 04 Mei 2019 / 09:40 WIB
Peluang manis dari budidaya tanaman stevia (Bagian 1)


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bagi para penderita diabetes, gula adalah musuh terbesar yang harus mereka hindari sama sekali. Risiko penyakit ini yang tinggi membuat sebagian masyarakat mulai menerapkan gaya hidup sehat. Caranya, dengan mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula tinggi.

Seiring tren tersebut, muncul lah berbagai alternatif pemanis pengganti gula. Salah satunya adalah daun stevia yang populer dengan sebutan daun manis.

Beberapa tahun lalu, tanaman stevia masih asing bagi masyarakat Indonesia dan jarang bisa ditemui lantaran cukup langka. Namun kini, mulai banyak petani lokal yang membudidayakan tanaman asli Amerika Latin tersebut.

Salah satunya adalah Ayi Rohmat asal Desa Cibodas, Kabupaten Bandung. Ia menanam tanaman stevia sejak 2010. Di atas lahan seluas satu hektare (ha), dia membudidayakan si manis stevia bersama Kelompok Tani Mulyasari Cibodas.

Menurut Ayi, di daerah Cibodas banyak kebun teh. "Lalu, pada 2010 kami mencoba menanam stevia. Karena sistemnya bisa tumpang sari, kami tanam di sela-sela tanaman teh," katanya kepada KONTAN.

Perlahan tapi pasti, pasar stevia di tanah ari semakin lama semakin berkembang, seiring kesadaran masyarakat terhadap pola hidup sehat. Melihat tren tersebut, sekitar 2011, Ayi mulai fokus menanam stevia, tidak lagi dengan sistem tumpang sari pada tanaman teh.

Apalagi, produktivitas tanaman stevia tinggi. Ini yang membuat Ayi dan para pekebun teh di Cibodas tertarik untuk lebih fokus menanam stevia. Dia menjelaskan, dari lahan seluas satu ha, pebudidaya bisa menuai enam sampai delapan ton daun stevia kering dalam setahun. Satu kilogram (kg) daun stevia kering sama dengan 10 kg daun stevia basah. Artinya, dalam setahun lahan satu ha bisa menghasilkan 60 ton80 ton daun stevia basah.

"Hasil panen tergantung cuaca dan perawatannya. Rata-rata petani bisa menghasilkan hasil tersebut setiap tahun, tergantung luas lahannya," imbuh Ayi.

Sementara harga daun stevia kering di tingkat petani saat ini mencapai Rp 40.000 per kg–Rp 50.000 per kg. Berarti dalam setahun, Ayi bisa mengantongi omzet Rp 200 juta sampai Rp 300 juta. "Harga daun stevia kering di pasaran saat ini lebih mahal dua kali lipat, sekitar Rp 100.000 per kg–Rp 150.000 per kg," tuturnya.

Pasar tanaman stevia yang bertambah luas juga diakui Muhammad Solihin, penjual bibit tanaman herbal di Semarang. Ia menjual bibit stevia sejak 2014. Permintaan bibit stevia makin meningkat dari tahun ke tahun. Rata-rata bisa mencapai 20% hingga 30% per tahun.

Pelanggan Solihin kebanyakan berasal dari individu untuk konsumsi sendiri atau ditanam di halaman rumah. "Sebagian lagi membeli dalam jumlah banyak dan grosiran dan berasal dari hampir seluruh daerah Indonesia," ujarnya.

Harga satu bibit tanaman stevia ukuran 10 cm15 cm sebesar Rp 10.000–Rp 15.000. Solihin membudidayakan bibit stevia di lahan miliknya seluas 300 meter persegi (m²). Dengan luas areal tersebut, ia bisa menghasilkan sekitar 10.000 bibit sampai 12.000 bibit tanaman stevia setiap tiga bulan sekali. Jika dihitung, maka omzetnya bisa mencapai ratusan juta rupiah.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×