kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45930,39   2,75   0.30%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Peluang soto tak cuma semangkuk


Sabtu, 24 Oktober 2015 / 10:05 WIB
Peluang soto tak cuma semangkuk


Reporter: Izzatul Mazidah, Jane Aprilyani, Merlina M. Barbara, Rani Nossar | Editor: Tri Adi

Soto merupakan salah satu makanan khas Indonesia yang telah memiliki banyak penggemar. Menu sarat bumbu yang biasanya disajikan hangat ini bisa dinikmati oleh semua usia. Sehingga tidak heran banyak usaha soto bertebaran di berbagai tempat, mulai skala kaki lima hingga kelas restoran.

Sebagian dari pengusaha soto yang beroperasi juga menawarkan kemitraan usaha untuk mengembangkan usaha. Mereka di antaranya Soto Semarang Pak Slamet Ragil, Soto Mat Tjangkir, dan Soto Mbok Roes.

Sebagian besar perkembangan usaha mereka cukup positif, terlihat dari penambahan gerai yang cukup signifikan. Namun, terkadang pusat terkendala pada komitmen berbisnis dari para mitra usaha yang naik turun. Simak ulasan lengkapnya:  


• Soto Semarang Pak Slamet Ragil
Usaha warisan keluarga sejak tahun 1950-an ini  menggunakan merek Soto Semarang Pak Slamet Ragil sejak April 2007. Gerai soto ini pun menawarkan kemitraan usaha pada Agustus 2007. Ketika KONTAN mengulas tawaran kemitraannya pada Agustus 2014, jumlah mitra yang bergabung sebanyak 49 gerai yang tersebar di Semarang, Yogyakarta, Bekasi, Jakarta, Salatiga, hingga Jambi.

Saat ini, jumlah mitra sudah berbiak menjadi 79 gerai yang juga mencakup Palangkaraya, Cirebon, Boyolali, dan Jakarta. "Pada 31 Oktober ini, akan dibuka cabang ke-80 di Wonosobo," ujar Slamet Riyanto, si pemilik usaha.

Untuk paket investasi, sebelumnya paket investasi yang ditawarkan senilai Rp 4 juta di daerah Jawa dan Rp 5 juta di luar pulau Jawa. Kini harga paket investasi naik menjadi Rp 6 juta di area Jawa, dan
Rp 7 juta di Luar Jawa.

Mitra akan mendapat bahan baku bumbu soto untuk 270 mangkuk, bumbu kupat tahu dan tahu gimbal untuk 100 porsi, bahan baku dawet hitam untuk 100 mangkuk, serta berbagai peralatan usaha. "Pusat juga akan membantu pelatihan karyawan dan dukungan promosi," kata dia.

Menu yang ditawarkan yaitu soto Semarang, kupat tahu Magelang, es dawet hitam, dan tahu gimbal. Kisaran harga jual menu dari Rp 3.000 hingga Rp 9.000 per porsi. "Namun, bagi mitra yang ingin mematok harga yang berbeda dengan di pusat, itu terserah," ucap Slamet.

Dia mengaku rata-rata penjualan mencapai 50 mangkuk hingga 70 mangkuk per hari. "Omzetnya bisa mencapai Rp 1 juta per hari atau Rp 30 juta per bulan dengan laba bersihnya sekitar 50%," tuturnya.

Namun, Slamet mengaku masih menghadapi sejumlah  kendala dalam usahanya. Salah satunya adalah komitmen mitra usaha. Dia kadang menemukan mitra usaha yang memutuskan untuk berhenti menjalin kemitraan. Ke depannya, Slamet menargetkan bisa memiliki hingga 85 mitra hingga akhir tahun.


• Soto Mat Tjangkir
Usaha yang dirintis oleh Ali Asyar ini berdiri di Kudus, Jawa Tengah sejak tahun 2007 silam. Ali lantas menawarkan kemitraan usaha di awal 2013.  Ketika KONTAN mengulas tawaran usaha ini pada Juli 2013 lalu, Ali baru mengelola satu gerai milik sendiri di Kudus. Namun kini Ali sudah memiliki sekitar 50 gerai yang tersebar di Jabodetabek, yakni satu gerai milik induk usaha dan selebihnya milik mitra.

Selain menu soto ayam, Soto Mat Tjangkir juga menawarkan menu pelengkap, seperti sate ayam, sate kerang, sate telur puyuh, dan sate ati ampela. Harga jual menu sekitar Rp 2.000-Rp 12.000 per porsi. Ali belum berencana menambah menu makanan, namun dia akan menambah menu minuman seperti  menjual aneka jus buah.

Paket investasi yang ditawarkan kini meningkat menjadi Rp 35 juta dari sebelumnya yang sebesar Rp 25 juta. Mitra akan mendapatkan set angkringan yang terbuat dari rotan dan bambu, peralatan promosi, plus bahan baku awal.

Selain itu, mitra akan mendapatkan peralatan usaha lengkap, pelatihan karyawan  dan survei lokasi. Mitra wajib membeli bahan baku dari pusat berupa bumbu dasar kering, sehingga bisa tahan disimpan hingga tiga bulan.

Ali mengaku tidak mengalami kendala khusus dalam menjalankan usahanya. Dia kini tengah fokus berekspansi dengan menggaet mitra baru sebanyak-banyaknya, selain itu Ali juga mempunyai cita-cita Soto Mat Tjangkir bisa go international, khususnya di negara-negara ASEAN.


• Soto Mbok Roes
Pelaku usaha soto lain  adalah Soto Bening Boyolali Mbok Roes. Usaha soto yang mulai berdiri sejak tahun 1999 ini masih bertahan meski ada mitra yang datang dan pergi.

Soto Bening Boyolali Mbok Roes atau lebih dikenal Soto Mbok Roes mulai menawarkan kemitraan pada tahun 2013 lalu. Ketika KONTAN mengulas tawaran kemitraan usahanya pada Mei 2014, gerai Soto Mbok Roes masih berjumlah empat gerai. Lokasinya tersebar di beberapa daerah, misalnya di Salatiga,
Semarang, Sumedang, dan Boyolali.

Akhir tahun 2014, mitra bertambah menjadi tujuh gerai dari Bandung dan Sidoarjo. Nah, sekarang ini, mitranya kembali lagi menjadi empat gerai, karena gerai milik mitra di Semarang dan Sumedang akhirnya tutup.

Adianto Nugroho, pemilik Soto Mbok Roes menyampaikan, hal ini disebabkan mitra tersebut sudah tidak tertarik meneruskan kerjasama dan mulai sibuk dengan bisnis lain. Oleh sebab itu setelah kontrak tiga tahun habis, mereka tidak mau memperpanjang lagi. Adianto bilang, ada juga mitra yang mulai tidak membeli bahan baku di pusat dan membuat soto dengan resep sendiri, sehingga standar kualitas rasa tidak sama.

Dia bercerita, beberapa gerai yang tutup bukan karena penjualan yang sepi atau kualitas rasa soto yang menurun. Sebab, rata-rata tiap gerai rata-rata masih mampu menjual hingga 70 porsi soto dalam sehari dengan omzet mencapai Rp 1,2 juta per hari. Nilai ini meningkat dari sebelumnya yang hanya Rp 800.000 atau Rp 900.000 per  hari. "Masyarakat sudah mulai mengenal merek ini dan kami terus melakukan promosi dan branding," kata dia.

Sejak awal menawarkan kemitraan sampai saat ini, Adianto masih menetapkan nilai investasi yang sama, yaitu paket senilai Rp 50 juta dan paket Rp 100 juta untuk mitra di luar Jawa. Fasilitas yang didapat mitra seperti gerobak, peralatan masak lengkap, pelatihan usaha, kerjasama promosi, serta bahan baku awal untuk dua hari. Jangka waktu kerjasamanya pun masih sama, yakni untuk masa kontrak tiga tahun.

Sementara harga jual menu meningkat dari Rp 7.000 per porsi menjadi Rp 9.000 per porsi. Hal ini disebabkan karena kenaikan bahan baku  seperti daging ayam dan cabai. "Dua bahan utama itu, ayam dan cabai menyumbang  biaya produksi paling besar, makanya jangan heran kalau harganya saya naikkan sedikit, " kata Adianto.

Untuk mempertahankan konsumen, Adianto tidak mau menaikkan harga langsung  secara drastis. Hanya saja, ia mengakali dengan mengurangi sedikit porsinya. Sebab, jika harga terlalu melonjak per porsi, tentunya hal ini akan membuat pelanggan protes. Jika harga ayam dan cabai sudah turun, porsi normal tentu akan dikembalikan.

Selain itu, mencari tempat usaha yang strategis merupakan kendala cukup rumit. Dia menyarankan, calon mitra untuk mencari tempat usaha di pinggir jalan yang dua arah sehingga akses lebih luas. Dalam waktu dekat, Soto Mbok Roes akan membuka cabang lagi di Jakarta. Hingga penghujung tahun ini, ia berharap akan ada penambahan gerai hingga menjadi 10 gerai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×