kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pempek Lince dari Palembang ke penjuru Indonesia


Rabu, 01 Juli 2015 / 10:00 WIB
Pempek Lince dari Palembang ke penjuru Indonesia


Reporter: Asih Kirana Wardani | Editor: Tri Adi

Siapa tidak kenal dengan pempek? Makanan ringan khas Palembang ini sudah terkenal di seluruh penjuru nusantara. Hampir di setiap kota besar, ada saja penjaja pempek. Namun, soal rasa, orang masih saja selalu membandingkannya dengan citarasa pempek asli bikinan Palembang. Dan, bisa ditebak, komentar yang muncul selalu saja, “Masih lebih enak pempek asli Palembang!”Apalagi, bila yang menyantap, wong kito alias orang Palembang.  

Di Kota Palembang sendiri, ada beberapa merek pempek yang terkenal enak. Sebut saja, pempek Candy, Vico, Leni, Saga, Beringin, dan EK. Tapi, jika mesti ke Palembang setiap kali ingin menikmati citarasa asli ini, tentu repot juga. Memang, beberapa produsen bersedia mengirimkan produknya ke alamat di luar Palembang. Namun, tidak ada yang benar-benar fokus meladeni pembelian secara online.

Peluang itulah yang ditangkap oleh Anton dan Lince. Suami-isteri ini mendirikan usaha pempek online dengan merek Pempek Lince. Alih-alih membuka gerai, mereka menjajakan produknya lewat situs pempeklince.com. Usaha yang dirintis sejak 2010 itu sekarang memproduksi pempek dengan bahan baku 4 ton-5 ton per bulan. “Mungkin bukan yang terbesar di Palembang, tapi untuk penjualan online, kami yang terbesar,” klaim Anton.

Soal omzet, Anton enggan blak-blakan. Ia hanya memberi ancar-ancar, satu kilogram bahan baku bisa dibuat menjadi 25 pempek kecil. Harga pempek paling kecil saat ini Rp 3.500 per buah. Sedangkan pempek ukuran besar dihargai Rp 18.000. Itu berarti, per bulan, omzet Pempek Lince paling tidak mencapai Rp 350 juta!


Iseng dan terpaksa
Siapa sangka, usaha dengan omzet fantastis itu berawal dari iseng. Ceritanya, Anton punya hobi membuat website. Pada 2008, ia membuat website bernama pempeklenjer.com, yang berisi informasi seputar Palembang. “Di situ saya iseng pasang status, menyediakan paket pempek,” tutur Anton.

Ternyata, status iseng itu mendapat respons dari pengunjung situs bikinan Anton. Anton dan Lince, yang waktu itu masih pacaran, lalu menyurvei produk pempek di kota kelahiran mereka. Setelah memilih produk yang menurut mereka paling enak, mereka pun mengirimkan pesanan ini. “Waktu itu, orang beli paket paling kecil Rp 50.000,”kenang lulusan Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya ini.

Kegiatan tersebut masih mereka lakukan secara iseng hingga mereka menikah pada 2009. Titik balik kehidupan mereka terjadi setahun kemudian. Ketika itu, usaha Anton di bidang bimbingan belajar jatuh. Ia merasa dicurangi teman yang menjadi rekanan usahanya. “Lantaran terlalu percaya teman, modal saya habis,” kata Anton.

Keadaan itu memaksa Anton berpikir keras. Karena tak punya modal lagi, ia mengajak sang istri lebih serius mengerjakan bisnis pempek online. Semula, mereka tetap mengambil produk dari pengusaha lain. Maklum, Anton tak punya keahlian membuat pempek. Begitu pula Lince, yang lulusan Teknik Kimia, Universitas Sriwijaya.

Orangtua dari bocah usia tiga tahun, Griselda Lizzie Antonia, tersebut melobi agar si pemilik usaha mau memberikan harga khusus. Awalnya, si pemilik berjanji untuk menimbangnya. “Tapi setelah dinanti selama enam bulan, ternyata tidak ada keputusan. Wah, bahaya, pikir saya,” kata Anton.

Melihat permintaan yang semakin meningkat, pada 2010, Anton akhirnya membujuk Lince untuk memproduksi pempek sendiri. “Lince belum bisa, tapi keluarganya, kan, pintar bikin pempek. Pempek buatan mama dan adik mama, enak!”kenang Anton sembari tertawa kecil.

Karena tak punya modal, Anton iseng menawarkan kemitraan lewat situsnya dan akun Facebook miliknya. Ternyata, lima orang teman online-nya bersedia menjadi mitra dengan menyetor modal masing-masing Rp 2 juta. Dus, terkumpullah modal Rp 10 juta. Karena telanjur ada transfer modal, mertua Anton sedia membantu meski sedikit menggerutu. “Dari situ, saya beli freezer, mixer, bahan baku untuk bikin,” ujar Anton.

Anton pun membuat situs baru bernama pempeklince.com, sesuai nama produknya. Tidak mau terus merepotkan orangtua, Anton dan Lince selama sebulan belajar bagaimana membuat pempek yang enak.

Jaminan 1.000%
Dari lima orang yang menyetor modal, hanya dua yang akhirnya membuka usaha, yakni di Depok dan Ciputat. Tapi, usaha mereka tidak bertahan lama karena masalah sumber daya manusia. Begitu pula, gerai Anton di Palembang. Alhasil, Anton dan Lince fokus membesarkan usahanya secara online.

Di masa awal, Anton dan Lince hanya memiliki satu orang pegawai. “Sempat begadang sampai jam 3 pagi waktu tiba-tiba ada pesanan 2.000 pempek!” kenang Anton. Kini, Pempek Lince memiliki tujuh pegawai dengan distribusi ke seluruh pelosok Indonesia. “Pembeli terbesar tetap dari Jawa, terutama Jakarta,” ungkap Anton.

Ada beberapa kiat Anton agar produknya laris. Ia memberikan jaminan rasa 1.000%. “Jika rasa tidak enak, maka uang kembali 10 kali lipat,” kata Anton. Ia yakin dengan kualitas produknya. Terbukti, selama ini belum pernah terjadi klaim uang kembali. Toh, Anton mengantisipasi jika ada pembeli yang curang, ia pastikan tidak akan makan lebih dari dua pempek. “Kalau lebih, berarti enak!” tukas dia.

Menurut Anton, Pempek Lince punya beberapa kelebihan dibandingkan pempek lainnya, antara lain pempek memakai daging tengiri, pempek kapal selam memakai isi telor bebek, lalu pempek kulit terasa renyah di luar tapi empuk di dalam dan tetap putih jika digoreng karena bahannya 90% daging ikan. Pempek Lince menyediakan empat pilihan rasa kuah atau cuko. “Meski masih tambah ongkos kirim, pembeli merasa masih lebih murah dan lebih enak,” kata Anton, bangga.    

Kembali melirik gerai fisik
Sukses memasarkan produk pempek secara online, Anton dan sang istri, Lince, kembali membuka warung pempek fisik sejak Oktober 2012. Alih-alih menyewa tempat di mal atau ruko, kali ini Anton memanfaatkan ruang depan rumahnya sebagai warung. “Kami membuka gerai fisik juga atas permintaan pelanggan dari Jakarta, yang ingin mencicipi langsung saat berkunjung ke Palembang,” tutur Anton.

Merasa sudah punya pengalaman mengelola gerai fisik, Anton berpikir untuk mencoba kembali menawarkan sistem kemitraan atau franchise gerai Pempek Lince. “Tujuannya lebih untuk memperkuat brand Pempek Lince, enggak sekadar pempek online tapi pempek Palembang yang terkenal,” jelas Anton.

Menurut Anton, penjualan Pempek Lince secara online memang sudah bagus. Namun, ia ingin menjadikan bisnis ini lebih besar lagi. Keberadaan gerai fisik akan membantu orang lebih mengenal merek Pempek Lince.Sebab, orang bisa langsung melihat dan merasakan produknya di gerai-gerai Pempek Lince. “Biar nanti lebih besar lagi,” ujar dia.

Anton tertarik kembali menawarkan program kemitraan setelah mengikuti pelatihan tentang franchise atau waralaba. Dari sini, ia belajar bagaimana cara menyusun program kemitraan yang baik dan menarik.

Selain itu, Anton juga melihat peluang penjualannya secara fisik. Sebab, beberapa pelanggannya membuka warung dan menjual Pempek Lince. Namun, ia masih melarang pelanggan tersebut memakai nama Lince.

Meski di situs Pempeklince.com sudah ada laman mengenai tawaran kemitraan, Anton belum bersedia menjelaskan secara terperinci mengenai program ini. Pasalnya, Anton masih berupaya mematangkan konsep tawaran kemitraan tersebut. “Sedang mencari sisi-sisi kelemahannya,” ujar Anton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×