kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perajin sandal terkendala modal dan SDM (2)


Jumat, 09 Oktober 2015 / 15:27 WIB
Perajin sandal terkendala modal dan SDM (2)


Reporter: Merlina M. Barbara | Editor: Tri Adi

Sebagian besar perajin sandal di Desa Pasir Eurih, Tamansari, Bogor, mengandalkan modal dan ketersediaan tenaga kerja untuk memenuhi produksi pesanan pelanggan. Persoalannya, modal dan SDM menjadi kendala bagi pera perajin. Ketika musim ramai jelang Lebaran, perajin kesulitan memenuhi pesanan pelanggan.

Kelancaran menjalankan sebuah bisnis memang bergantung pada ketersediaan modal dan sumber daya manusia (SDM). Tak terkecuali bagi para perajin sandal di Desa Pasir Eurih, Tamansari, Bogor, Jawa Barat.

Sebagian besar perajin di desa ini sangat mengandalkan modal dan SDM untuk bisa menggenjot kapasitas produksinya. Tak jarang, karena keterbatasan SDM, para perajin kesulitan memenuhi pesanan.

Simak saja penuturan Ujang Itang, salah satu perajin sandal di Desa Pasir Eurih. Pria berusia 47 tahun yang akrab disapa Itang ini mengatakan, biasanya musim ramai pemesanan sandal menjelang hari raya Lebaran.

Sayangnya, di saat banjir pesanan itu, Itang kerap terkendala modal dan SDM. Akibatnya, ia sulit mendongkrak volume produksi sandalnya. Dengan dibantu dua orang karyawan, menjelang musim Lebaran, Itang hanya mampu memproduksi 50 kodi per pekan atau naik sekitar 50% dari hari biasa.

Kendala serupa dialami Abdul Rahmat. Pria berusia 55 tahun yang telah menekuni usaha kerajinan sandal sejak 1976 ini, tak bisa menerima banyak orderan karena keterbatasan SDM.

Abdul bilang, baik hari biasa maupun musim ramai menjelang Lebaran, ia tak pernah menerima orderan lebih dari 30 kodi per pekan.

Biasanya, dalam sehari, Abdul hanya mampu memproduksi sekitar 5 kodi atau 100 pasang sepatu. Maklum, ia hanya dibantu oleh sang istri dalam proses pembuatan sandal. “Kalau malam penglihatan saya sudah kabur. Jadi, lampu harus didekatkan betul pada sandal baru bisa lihat,” keluhnya.

Menurut Abdul, sejak enam tahun terakhir, sandal wanita merupakan produk yang paling banyak diminati pelanggan. Sebagian besar sandal produksi para perajin di desa Pasir Eurih berukuran 36-40 sentimeter (cm).

Keterbatasan SDM di sentra sandal Pasir Eurih salah satunya lantaran minimnya skala omzet yang bisa diraup perajin. Maklum, pemasukan yang diterima para perajin memakai sistem upah borongan. Para perajin dibayar oleh ‘bos’ berdasarkan jumlah sepatu yang dihasilkan (per kodi sandal).

Nilai upah itu pun bervariasi berdasarkan tingkat kesulitan pembuatan sandal. Abdul, misalnya. Karena hanya dibantu istri, ia tidak merancang pola, menjahit dan membuat tali sandal. Ia hanya dapat order dari 'bos' untuk mengelem fiber, memasang karet sol dengan tali, dan finishing berupa pembersihan dan membungkus sandal dalam plastik.

Untuk pekerjaan itu, ia dapat upah Rp 10.000 per kodi. Dalam sehari, Abdul mengaku bisa menghasilkan 5 kodi sandal. Jadi, dalam sehari, Abdul menerima upah Rp 50.000. Karena itu, omzet usahanya hanya sekitar Rp 1,5 juta per bulan.

Itang menambahkan, biasanya modal usaha perajin untuk belanja bahan baku memakai sistem kontrak komersial, atau yang sering disebut “bon putih” dari mitra pemilik modal. Bon ini untuk belanja bahan baku untuk kebutuhan satu pekan.

Itang mengaku, biasanya dapat modal Rp 4 juta-Rp 5 juta untuk pembelian 20 kodi bahan baku. Pemberian modal dihitung sebagai uang muka dari total pembayaran pesanan kepada perajin. Itang membanderol sandal hasil produksinya Rp 400.000-Rp 500.000 per kodi.    

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Berita Terkait



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×