kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45982,12   -8,25   -0.83%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perjalanan Naya Tiananda Nabila merintis bisnis kosmetik Rollover Reaction


Sabtu, 20 Oktober 2018 / 13:00 WIB
Perjalanan Naya Tiananda Nabila merintis bisnis kosmetik Rollover Reaction


Reporter: Merlinda Riska | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - Datang sebagai pemain baru di bisnis kosmetika tanah air, Naya Tiananda Nabila begitu percaya diri. Meluncur Maret 2016 dengan mengusung merek Rollover Reaction, ia langsung memproduksi lip and cheek cream dalam jumlah puluhan ribu.

Meski begitu, perempuan kelahiran Jakarta, 13 Januari 1994, ini tidak memasang target muluk-muluk. Dia menargetkan, puluhan ribu produk krim bibir sekaligus pipi tersebut habis dalam tempo dua tahun.

Tapi, tanpa Naya sangka, produknya habis dalam ‘sekejap’. “Di luar ekspektasi, produk ini habis dalam dua minggu saja. Kaget plus senang banget, dong,” ungkap Naya yang mendirikan Rollover Reaction bersama tiga temannya semasa sekolah menengah atas (SMA).

Naya pun langsung tancap gas, dengan memproduksi lebih banyak lagi lip and cheek cream. Naya pun mempekerjakan enam karyawan sekaligus serta menyewa tempat usaha. Kini, ia memiliki 30 karyawan.

Produk kosmetik buatannya, tentu tidak hanya lip and cheek cream, tapi bermacam-macam. Saat ini, ada 43 item produk.

Setiap tiga bulan sekali, Naya memproduksi ratusan ribu kotak dan habis juga dalam tiga bulan. Rentang harga jual produknya, mulai Rp 56.000 hingga Rp 600.000 per kotak.

Bisnis ini sejatinya berangkat dari kegelisahan Naya dan tiga pendiri Rollover Reaction lainnya, yakni Dinar Amanda, Novianti, dan Sarah Novia. “Dari sisi brand, dari sisi produk, kok, enggak ada yang baru, enggak ada inovasi jadi enggak tertarik beli,” kata Naya.

Kala itu, mereka memandang, masih sedikit produk kosmetik yang beredar yang bisa memenuhi kebutuhan generasi muda. Melihat potensi pasar yang besar di Indonesia, Naya dan kawan-kawan pun memutuskan masuk ke bisnis ini.

Sebelum melempar produk ke pasar, Naya melakukan riset pasar terlebih dahulu, untuk mengetahui keinginan market sebenarnya. Dia tidak ingin asal-asalan dalam mengeluarkan produk. “Kami perlu waktu dua tahun sendiri untuk memulai ini,” ujar Naya yang ketika itu bersama tiga temannya sedang menunggu diwisuda.

Ilmu yang Naya dan teman-temannya dapat selama kuliah jadi modal untuk merintis bisnis kosmetik tahap demi tahap. Mulai riset pasar, menetapkan model bisnis, hingga membuat produk yang punya nilai lebih. “Tiga pendiri termasuk saya kuliah bisnis di Universitas Prasetiya Mulya, satu lagi di Jurusan Desain Institut Teknologi Bandung,” bebernya.

Gandeng investor

Untuk urusan produksi, Naya menyerahkannya ke pihak ketiga. Tapi, dia menceritakan, prosesnya enggak gampang. Maklum, pabrik yang ia ajak kongsi berskala besar.

Naya mengajukan proposal kerjasama ke tiga pabrik. Namun, mereka tidak langsung merespons. “Kami betul-betul kejar terus manufakturnya. Akhirnya, bisa bekerjasama dengan pabrik yang sesuai dengan kriteria kami,” kata dia.

Ada tiga kriteria. Pertama, bisa membuat produk sesuai standar kualitas yang Naya dan teman-temannya tetapkan. Kedua, yang enak diajak berkomunikasi. Ketiga, memberikan harga produksi terbaik.

Jelas, memproduksi produk dengan jumlah puluhan ribu di awal usaha membutuhkan modal yang enggak sedikit. Memang, Naya memiliki usaha modifikasi kontainer. Tetapi, keuntungan dari usaha itu belum cukup untuk modal awal bisnis kosmetik.

Itu sebabnya, dia mencari investor yang mau diajak kerjasama. “Dapatlah perusahaan yang masih ada hubungan keluarga. Tapi, kami tetap melakukan presentasi secara profesional,” kata Naya menolak buka-bukaan soal berapa banyak uang dari investor tersebut.

Yang jelas, ia memastikan, modal awalnya menguras kantong. “Untuk riset saja sampai dua tahun, bolak balik bikin sampel produk, kan, perlu modal, lalu produksi pertama kali minimal ordernya puluhan ribu kotak,” imbuh Naya.

Meski langsung produksi puluhan ribu kotak, Rollover Reaction belum punya kantor apalagi gudang untuk menyimpan barang. Maka, tutur Naya, seluruh barang itu disimpan di rumah salah satu temannya.

Proses pengemasan barang pesanan pembeli juga ia dan teman-temannya lakukan di rumah itu. Sebab, mereka menjual produknya secara online lewat website dan media sosial.

Sementara merek dagang Rollover Reaction, menjadi pilihan Naya dan teman-teman lantaran memiliki arti: inspirasi yang berulang. “Jadi, kami ingin customer bisa beli berulang-ulang kali. Karena nama, kan, juga adalah doa,” jelas Naya.

Pemilihan merek dalam bahasa Inggris juga bukan tanpa alasan. “Saat itu brand lokal dipandang sebelah mata. Stigma ini susah dipatahkan,” ujar Naya yang menambahkan, sebelum peluncuran, Rollover Reaction gonta-ganti desain logo.

Sukses besar di penjualan perdana, dia menuturkan, tak lepas dari persiapan peluncuran produk yang matang. Persiapannya selama tiga bulan. Promosi yang gencar melalui media sosial dan dari mulut ke mulut juga jadi kunci sukses.

Tambah lagi, Naya menggunakan beberapa orang yang punya pengaruh kuat di media sosial (influencer). “Itu cukup membantu untuk mem-boosting brand kami,” ujar Naya yang kini menjabat Managing Director Rollover Reaction.

Buntut stok yang habis dalam sekejap membuat produk kosong selama tiga bulan. Sebab, proses produksi membutuhkan waktu tiga bulan. Alhasil, banyak pelanggan yang menanyakan.

“Tapi, kami selalu bilang ke customer untuk sabar menunggu dengan komunikasi yang bagus dan jujur. Pelanggan zaman sekarang asal dikelola dengan baik, email satu per satu kita balas, mereka mau, kok, menunggu,” kata Naya.

Buka gerai fisik

Seiring berjalan waktu, Naya merilis produk baru. Setiap satu atau dua bulan sekali Rollover Reaction mengeluarkan produk anyar. “Kami memang punya tujuan untuk tidak stagnan dan tidak ditunggu-tunggu terus oleh customer. Jadi, tiap satu atau dua bulan sekali ada produk baru,” ungkap dia.

Tapi tetap, sebelum meluncurkan produk baru, Naya melakukan riset yang mendalam selama satu setengah tahun. Ini demi menemukan produk yang tepat untuk pelanggan.

Itu sebabnya, Rollover Reaction punya Divisi Riset dan Pengembangan, selain sumber daya manusia (SDM), keuangan, operasional, dan pemasaran. “Kami menganggap sumber daya manusia, tim adalah sesuatu yang penting. Bisa dibilang, aset perusahaan. Kalau perusahaan ingin besar, maka harus membuat asetnya menjadi bernilai,” tegas Naya.

Setelah sukses berjualan via kanal online selama satu tahun, Naya mulai merambah saluran offline. Pada 2017, ia membuka pop-up store di Plaza Indonesia, Jakarta. “Awalnya karena ada permintaan customer. Ini juga sebagai ajang pertemuan dengan customer,” ujarnya.

Ternyata, antusiasme pelanggan sangat luar biasa. Sejak jam 8 pagi sudah ada 200 calon pembeli Rollover Reaction yang antre di depan pintu masuk mal. Sebab, Plaza Indonesia belum buka. “Ini menunjukkan, memang ada keinginan dari customer untuk mengenal kami lebih dekat lagi,” sebut Naya.

Sesuai konsepnya yang berpindah-pindah, dia hanya membuka pop-up store di Plaza Indonesia selama tiga bulan. Tapi, tingkat kunjungan yang tinggi membuat pengelola mal meminta Naya membuka gerai secara permanen. Cuma, dia tidak langsung mengiyakan permintaan tersebut.

Sejak tidak ada lagi di Plaza Indonesia, banyak pelanggan yang bertanya. “Dari situlah kami putuskan membuka gerai di sana secara resmi pada April 2018 lalu,” ujar Naya.

Ia semakin mantap membuka toko fisik karena pasar Rollover Reaction meluas. Tidak lagi perempuan usia 17 tahun–30 tahun, tapi juga wanita usia 30 tahun ke atas bahkan di atas 40 tahun ada yang menggunakan produk Rollover Reaction.

Selain Jakarta, tahun ini Naya merambah ke Bandung. Memang, masih berupa pop-up store. Setelah itu, ada rencana membuka pop-up store di Medan, Surabaya, dan Makassar.

“Di kota-kota itu penjualan kami selama ini bagus. Sebelum buka pop-up store kami lihat data lebih dulu juga respons customer,” katanya.

Tak hanya di Indonesia, produk Rollover Reaction sudah masuk ke Singapura dan Malaysia lewat reseller. Ke depan, ia mengincar pasar Vietnam, Thailand, Filipina, China, dan Amerika Serikat. Dia banyak mendapatkan pertanyaan dari negara-negara itu.

Meski begitu, Naya masih ingin fokus memperluas pasar di tanah air dulu. “Harapannya, bisa buka pop-up store rutin di luar Jakarta bahkan membuka toko permanen,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×