kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perkuat regulasi dan daya saing industri kreatif


Selasa, 04 November 2014 / 15:58 WIB
Perkuat regulasi dan daya saing industri kreatif
ILUSTRASI. Perusahaan pertambangan batubara PT Bumi Resources Tbk (BUMI) milik grup Bakrie.


Reporter: Cindy Silviana Sukma, Izzatul Mazidah, Rani Nossar, Tri Sulistiowati | Editor: Rizki Caturini

Jakarta. Sektor industri kreatif yang terdiri dari berbagai sektor usaha di dalamnya, menyerap cukup banyak tenagakerja. Industri ini juga  menyimpan potensi untuk berkontribusi pada pertumbuhan perekonomian negara yang tidak sedikit.  

Pelaku usaha di sektor ini yang sebagian adalah industri kecil dan menengah (IKM) perlu mendapatkan perhatian cukup agar mampu menjadi sektor penggerak yang dapat mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur sesuai dengan visi pembangunan Indonesia.  

Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) mencatat, kontribusi industri kreatif dalam perekonomian Indonesia terus naik. Tahun 2010, nilai pertumbuhan domestik bruto (PDB) mencapai Rp 185 triliun, jumlah ini terus meningkat dengan rata-rata pertumbuhan 5% per tahun dalam kurun waktu 2010-2013. Sehingga pada 2013 mencapai Rp 215 triliun.

Menurut Euis Saidah, Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian (Kemperin), peluang industri kreatif terutama IKM sangat besar. Dia bilang, IKM terbagi dua jenis yakni IKM berbasis teknologi dan IKM kreatif berbasis budaya. Basis teknologi yang mulai berkembang saat ini seperti pembuatan komponen otomotif dan komponen industri. Sementara, basis budaya seperti kerajinan tangan, kuliner dan potensi budaya dan kearifan lokal lainnya.

Namun, masalah yang masih sama hingga kini adalah pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang masih minim dari sisi keterampilan dan pola pikir pelaku usaha.

Apalagi di era teknologi dan internet sekarang ini, para pelaku usaha termasuk pelaku IKM harus sudah bisa memanfaatkannya agar kualitas layanan serta perkembangakan usaha bisa lebih mudah meningkat. Ini juga sebagai langkah untuk memperkuat posisi pengusaha lokal di tengah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 yang bakal bergulir.         

Agung Harsoyo, pengamat e-commerce dan pemerhati industri kreatif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) mengatakan, prioritas utama yang perlu dikejar adalah akses produk hasil industri kreatif lokal bisa masuk pasar internasional. "Pemerintah harus mengupayakan akses yang mudah untuk itu, misalnya mempermudah perizinan usaha," kata Agung.

Masalah perizinan juga menjadi perhatian Dewi Meisari Haryanti Direktur UKM Center Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI). Dia bilang, perizinan dan standard operating procedure (SOP) di negara ini harus jelas dari hulu ke hilir untuk bisa bersaing dengan produk luar negeri.

Selain itu, regulasi untuk industri kreatif di sektor teknologi yang sedang berkembang di Indonesia yakni startup di bidang teknologi informasi, menurut Agung perlu dibuat secara serius. Sebab, perkembangan perdagangan elektronik alias e-commerse seiring pesatnya bisnis startup ini harus bisa memberi jaminan transaksi yang aman bagi konsumen. "Infrastruktur e-commerse pun harus dibangun karena potensi bisnis ini ke depannya cerah," ujar Agung.    

Juga, pemerintahan baru harus proaktif membuat wadah bagi sektor IKM semacam holding company pada jenis produk tertentu untuk menyalurkan barang-barangnya. "Efek adanya holding company ini bisa mengatur harga barang jadi lebih kompetitif dalam menghadapi persaingan usaha di pasar bebas ASEAN," kata Dewi.

Dwita Roismika, pelaku industri kreatif di bidang fesyen berpendapat, jika tidak ada regulasi yang bisa melindungi pelaku IKM, kemungkinan besar banyak pengusaha yang gulung tikar karena sulit bersaing dengan produk asing yang segera menyerbu pasar lokal di era MEA.  

Sementara, rencana Jokowi membuat badan ekonomi kreatif yang tidak berada di dalam struktur kementerian menurut Agung tidak masalah. Meski cukup sulit lantaran perlu riset dan perhitungan mendalam, namun, pengelolaan keuangan dan birokrasi bisa menjadi lebih fleksibel karena langsung diawasi di bawah presiden.

Namun, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Ekonomi Kreatif dan MICE, Budyarto Linggowiyono dalam rilis berpendapat, bila hanya membentuk badan dikuatirkan jumlah tenaga kerja atau SDM dan anggaran yang dialokasikan akan lebih kecil dan lebih tidak kompeten.            

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×