kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

PNS tak rapat di hotel, omzet anjlok 50% (3)


Jumat, 10 April 2015 / 10:47 WIB
PNS tak rapat di hotel, omzet anjlok 50% (3)
ILUSTRASI. Pembangunan perumahan di BSD City, Tangerang Selatan, Rabu (5/2). KONTAN/Baihaki/5/2/2020


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Hendra Gunawan

BANJARMASIN. Kendati bisnisnya sudah berkembang pesat, bukan berarti Maskur tidak pernah menemui kendala sama sekali dalam mengembangkan usaha batik Irma Sasirangan.

Ia mengaku, masih ada beberapa kendala sampai sekarang ini. Di antaranya sulitnya mendapatkan tenaga perajut lepas dan bahan baku yang berkualitas.

Maskur mengaku, tidak bisa lagi mendapatkan bahan baku pewarna asal Eropa. Pasalnya, para importir sudah tidak mau mendatangkan bahan tersebut.

Padahal, ia sudah bilang dengan importir bahwa berapa pun harganya tidak masalah. "Tapi mereka tetap tidak mau karena para pengusaha batik lainnya sudah tidak mau pakai barang dari Eropa yang harganya mahal sekali,” katanya kepada KONTAN.

Mahalnya bahan dari Eropa ini dipicu melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Sebagai gantinya, sekarang importir banyak mengimpor pewarna dari Asia, seperti China, Jepang, dan India.

Maskur sendiri memilih pewarna dari Jepang karena kualitas warnanya lebih bagus dibandingkan pewarna dari China atau India. "Harganya memang jauh lebih mahal," ujarnya.

Lantaran memakai bahan berkualitas tinggi dengan harga mahal, Maskur pun mematok harga jual lebih mahal dibandingkan perajin batik lainnya.

Ia mengaku, tidak takut kehilangan konsumen karena mereka bisa membedakan barang dengan kualitas yang bagus dan jelek.

Untuk menggenjot penjualan, Maskur banyak bekerjasama dengan hotel dan agen perjalanan di Banjarmasin. “Jadi kalau hotel lagi ramai, pengunjung kita juga ramai karena akan diarahkan pihak hotel kesini,” jelasnya.

Kebanyakan konsumennya dari kalangan pegawai instansi pemerintahan. Maskur mengaku, sejak tiga bulan terakhir jumlah pengunjung dan omzetnya anjlok sampai 50% dari biasanya. Menurut bapak tiga anak ini, pemicu utamanya  adalah larangan pejabat mengadakan rapat di hotel.

Sejak aturan itu berlaku,  dalam sebulan hanya ada satu sampai dua bus yang mampir ke tempatnya. Padahal sebelumnya bisa sampai dua bus per minggu.

Penurunan omzet ini bukan kali pertama dialami oleh Maskur. Tapi, bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, kondisi ini yang paling parah. Saat krisis ekonomi tahun 1998, misalnya, nilai omzetnya tidak menurun setajam tahun ini.

Kendati banyak kendala, Maskur dan istrinya masih akan terus fokus mengembangkan bisnis batik Sasirangan ini. Ia mengaku, akan terus menjaga kualitas kain batik bikinanya. Nantinya usaha batik ini juga akan diturunkan ke anak perempuannya yang sedang sekolah di Malaysia. (Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×