Reporter: Annisa Heriyanti, Jane Aprilyani, Tri Sulistiowati | Editor: Johana K.
KONTAN.CO.ID - Selain menjadi sumber penerangan sebuah ruang, lampu juga bisa berfungsi sebagai unsur dekoratif. Oleh karena itu, seringkali desainer interior atau pemilik rumah memilih model lampu yang sesuai dengan gaya interior ruang tersebut.
Sebagai unsur dekoratif, tentu saja, model lampu juga terus berkembang, mengikuti tren desain atau selera masyarakat. Jika beberapa waktu lalu muncul lampu yang terbuat dari lilitan benang, kini lampu 3D art atau lampu 3D lithophanes sedang menjadi tren.
Ini adalah lampu yang dibingkai oleh gambar atau foto tiga dimensi. Biasanya, lampu model ini banyak dipakai sebagai penerangan dalam kamar yang dinyalakan saat tidur. Keunikan dari lampu ini adalah bisa didesain secara custom, sehingga banyak yang memesannya sebagai kado atau suvenir.
Mempunyai pengalaman dalam dunia percetakan tiga dimensi, Yayan Mulyana pun terjun menjadi produsen lampu 3D art. Meski bisa dipelajari secara otodidak, untuk membuat lampu ini butuh keahlian khusus, karena harus menguasai software desain tiga dimensi dan ketrampilan mencetak.
Yayan mulai berfokus membuat 3D lithophanse sejak September 2017. Ia memberi nama produknya Miniku3d.
Untuk proses pembuatannya, Yayan menjelaskan bahwa sebuah lampu harus melalui proses editing, cetak, dan finishing. Butuh waktu sekitar 1-2 minggu untuk pemesanan. Harganya mulai Rp 175 ribu sampai Rp 1,5 juta sesuai dengan ukuran dan permintaan. "Untuk pasar saat ini mahasiswa masih menjadi utama", tambahnya.
Sayang, Yayan tidak menyebutkan belanja modal yang diperlukan untuk satu karya. Tetapi omzet yang diperoleh per bulan mencapai Rp 50 juta.
Didukung teknologi 3D printing
Pelaku usaha lampu 3D lithophane lain yaitu Chandra Irawan di Bogor, Jawa Barat. Mendirikan usaha sendiri sejak November 2017, Chandra memang fokus pada jasa cetak file 3D (3D printing). "Ide awalnya karena saya tertarik dengan teknologi 3D printing yang menunjang kegiatan kreatif di masa mendatang," tutur Chandra.
Pembuatan 3D lithophane bermula dari pembuatan desain dalam bentuk file 3D. Desain dibuat dengan software khusus. Lantas, dicetak dalam mesin atau 3D printer.
Menurut Chandra tidaklah sulit mendapat materi untuk membuat lampu. Saat ini sudah ada pemasok khusus keperluan 3D print dari Jakarta, sedangkan komponen lampu dari toko listrik di Bogor. "Printer sendiri memakai bahan plastik dalam bentuk gulungan (filamen) yang kemudian dilelehkan dan dibentuk oleh mesin yang bergerak tiga dimensional," jelas Chandra.
Bagi Chandra, tidak ada kesulitan untuk memproduksi lampu 3D lithophane selama menguasai pembuatan 3D di komputer. Dalam produksinya, Chandra menghabiskan waktu dua hari untuk mendesain lampu, satu sampai dua hari untuk mencetak foto yang akan ditempelkan. Dalam sebulan, Chandra bisa membuat 15 sampai 30 set lampu lithophane tergantung desainnya.
Harga yang dibanderol Chandra untuk produk lampunya ditentukan dari berapa banyak gram plastik filamen yang dipakai untuk mencetak objek 3D tersebut. Biasanya Chandra mematok harga Rp 2.050 per gram. Agar produknya laku terjual, Chandra memasarkan lampu lewat sosial media Instagram @ayamkate3d.
Bisa menjadi suvenir tempat wisata
Perajin lampu tiga dimensi lainnya adalah Jeremy Filbert Keefe N asal Bali. Menurutnya, produk unik ini memang sedang naik daun. Kebanyakan konsumennya menjadikan lampu ini sebagai hadiah atau buah tangan, maklum saja rata-rata pelanggannya adalah pelancong mancanegara.
"Untuk turis biasanya minta dibuatkan bentuk Pulau Bali, papan surfing, atau foto alam Indonesia," katanya pada KONTAN. Asal tahu saja, dia menerima pesanan lampu custom alias sesuai keinginan konsumen.
Menggunakan media digital seperti Instagram sebagai media promosi membuat jangkauan pasarnya cukup luas. Pasalnya, dia sudah melayani pelanggan hampir seluruh Indonesia.
Namun, Jeremy mengatakan, rata-rata konsumen lokal memesan lampu tiga dimensi sebagai hadiah ulang tahun temannya atau yang lainnya. Bentuk yang banyak dipesan cukup sederhana hanya foto dan nama.
Sudah menggeluti usaha ini sejak tahun 2012 lalu, Jeremy tidak banyak mendapati kendala dalam menjalankan roda usahanya. Dalam sehari dia, dapat menyelesaikan empat lampu tiga dimensi. Untuk bahan bakunya, dia menggunakan kaca akrilik yang dibelinya dari pasar lokal.
Meski menyasar pelanggan mancanegara, harga jual produknya terbilang cukup bersahabat dengan kantong yaitu Rp 130.000 sampai Rp 250.000 per unit. Dalam sebulan total omzet yang dikantonginya mencapai jutaan rupiah.
Hampir enam tahun menggeluti bisnis ini, menurut Jeremy usaha ini mempunyai potensi bisnis yang bagus. Alasannya, bentuknya yang unik dan dapat dikembangkan hingga tercipta ragam bentuk yang bisa mengikuti tren.
Yang perlu diperhatikan dalam membuat lampu tiga dimensi adalah proses gambar. Dibutuhkan konsentrasi, ketelitian, dan kesabaran dalam proses tahap ini. Sedikit saja melenceng dan garis yang digoreskan salah efeknya membuat produk cacat atau tidak sempurna.
Terus berkreasi untuk dongkrak penjualan
Lampu 3D lithophane ini sejatinya adalah pengembangan dari dunia percetakan. Kehadiran teknologi cetak tiga dimensi mendorong munculnya produk-produk kreatif.
Tidak mengherankan jika pengusaha yang bergelut dalam produksi lampu 3D art ini berangkat dari usaha percetakan. Meski begitu, bukan berarti mereka tak menghadapi kendala apapun.
Sampai saat ini, harga bahan baku yang mahal masih menjadi kendala bagi Yayan Mulyana, pemilik Miniku3D. Sebagai solusi, Yayan akan menggandeng produsen lampu lainnya supaya bisa bersama-sama berbelanja bahan baku demi mendapatkan harga yang lebih murah.
Selain itu, seperti pengusaha pada umumnya, masalah pemasaran juga masih membelit dan menjadi kendalanya. "Namun, kami sudah berencana untuk menambah anggaran pemasaran supaya bisa memakai media promosi lainnya," jelas Yayan.
Saat ini, Yayan masih memasarkan produknya lewat online. Dan, dia hanya bisa menjangkau pasar di seputar Bandung. Yayan pun berharap, punya gerai fisik sehingga penjualan bisa terdongkrak.
Dia optimistis bisnisnya akan berkembang lantaran persaingan bisnis lampu 3D art ini masih longgar. "Pemainnya masih sedikit, karena kebanyakan pemain hanya menerima jasa cetak dan bukan pembuat produk lampu," jelasnya.
Yayan pun yakin bisa memenangi persaingan karena dia selalu berkreasi menciptakan produk baru. Bahkan, dia berencana untuk membuka gerai offline di lima kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Palembang.
Sama seperti Yayan, Jeremy Filbert juga mengedepankan desain yang unik untuk memikat konsumen. Ia pun terus belajar dan menciptakan bentuk-bentuk baru yang lebih menarik.
Berbeda dengan keduanya, dalam memproduksi lampu 3D lithophane, Chandra Irawan, pemilik lapak @Ayamkate3d mengatakan, kendala yang dia hadapi adalah masih awamnya masyarakat dengan teknologi 3D print. Oleh karena itu, dia harus menjelaskan kepada konsumen tentang disain dan proses pembuatan lampu tiga dimensi ini, sehingga pesanan yang dia buat tak membuat kecewa konsumen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News