kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rezeki Nanang berlimpah dari warna cerah


Rabu, 08 Juli 2015 / 10:15 WIB
Rezeki Nanang berlimpah dari warna cerah


Reporter: J. Ani Kristanti | Editor: Tri Adi

Air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga. Peribahasa itu sepertinya berlaku bagi Nanang Syaifurozi. Dia mewarisi jiwa dagang kedua orangtuanya yang memiliki toko kelontong tradisional.  

Tak heran, sejak sekolah, pria asal Banjarnegara, Jawa Tengah, ini sudah getol berjualan. “Selain menambah uang saku, ada perasaan senang ketika pulang ke rumah dan kembali ke Yogyakarta bisa bilang ke orangtua bahwa uang saya masih ada,” kenang Nanang, sumringah. Bahkan, dia memilih kembali ke Kota Gudeg untuk meneruskan bisnisnya ketimbang melanjutkan studinya di Universitas Padjadjaran, Bandung.

Di Kota Pelajar, lulusan D3 Jurusan Broadcasting, Universitas Gajah Mada (UGM), ini berjualan vocer telepon seluler. Ia juga menekuni bisnis komputer rakitan. Sayang, usaha itu harus berakhir. “Ternyata keluar Undang-Undang Teknologi Informasi tentang paten software. Jadi saya menghentikan bisnis perakitan komputer karena takut,” kisahnya.

Namun, semangatnya untuk berbisnis terus menyala. Dengan teman yang sekarang menjadi istrinya, dia rajin menggali ide di pasar kaget UGM. Kebetulan, waktu itu sedang booming kertas daur ulang sebagai bahan frame. Namun, kebanyakan pigura yang dipajang berwarna coklat. “Istri saya  mendapat ide untuk membuat frame berwarna,” kata Nanang.

Pada 2002, bermodal Rp 50.000, Nanang membeli kertas dan peralatan. Tak disangka, Nanang lihai mengolah warna dan kertas. Buktinya, pigura buatannya menuai minat teman-teman kampusnya. Rasa percaya dirinya pun meningkat sehingga ia memberanikan diri berjualan pigura foto di pasar kaget UGM setiap Minggu.

Banyak yang memuji hasil kreasinya sehingga ia pun merambah pembuatan pernak-pernik bagi remaja putri, termasuk tas. Meski bisnis pernak-pernik yang dirintis Nanang belum genap dua tahun, sudah banyak yang mengenalnya.  

Perkuat pasar
Setelah menikahi Anne Yarina Christi pada 2002, dia berupaya untuk memperluas pasar produknya. Sejak itulah, ia membuat merek Rumah Warna untuk produk kerajinannya supaya bisa lebih mudah mengikuti pameran.

Nanang pun rajin mengikuti satu pameran ke pameran lainnya. Selain untuk menjangkau konsumen, langkah itu dipilihnya dengan tujuan untuk mengumpulkan modal. Maklum, ketika mengajukan pinjaman untuk menambah modal, bank menolaknya. Padahal, Rumah Warna siap meningkatkan kapasitas produksi.

Pada Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) yang diikuti Rumah Warna, Nanang berhasil mengantongi omzet Rp 10 juta. Hasil inilah yang diputar sebagai modal ekspansi. “Pesanan pun semakin banyak karena keunikan warna dan desain yang kami gunakan. Akhirnya, saya bisa merekrut tiga karyawan dan buka toko,” tutur dia.

Pamor Rumah Warna pun semakin melejit di Yogyakarta, juga di berbagai wilayah tanah air. Tak mengherankan, pada 2008, ia telah memiliki enam toko dengan tenaga kerja yang semakin banyak.

Namun, justru pada saat inilah, Nanang merasa usahanya  sudah mentok. Oleh karena itu, dia mencari ide baru dengan membaca buku dan mengikuti seminar. “Dari seminar itu, baru sadar, ternyata usaha saya belum apa-apa. Rumah Warna belum punya visi dan misi ke depan,” jelas dia.

Sejak 2009 itulah, Nanang membuka kemitraan Rumah Warna. Mitra bisa membuka gerai Rumah Warna dengan pasokan barang yang diproduksi Nanang. Namun, seluruh pekerja di gerai mitra merupakan karyawan Nanang.

Permintaan produk yang kian besar memacu Nanang membuka pabrik sendiri di Yogyakarta sejak 2010. Kini dia memiliki dua pabrik untuk memenuhi permintaan. Meski berupa pabrik, dia masih menggunakan peralatan sederhana, seperti mesin jahit, mesin obras, dan peralatan desain.

Selain pabrik, Nanang menggandeng mitra usaha kecil dan menengah (UKM) di sekitar Yogyakarta. Ada 40 UKM yang kini menjadi mitra Rumah Warna. Karena mengutamakan kualitas, dia mempertahankan produk buatan tangan.  

Bukan cuma dalam produksi, Nanang juga kian fokus menggarap pasar. Sejak awal, dia menetapkan segmen pasar remaja putri. Untuk memperkuat pasarnya itu, Rumah Warna menerapkan strategi branding dengan menggandeng girl band Supergirlies.

Selain menggandeng idola remaja untuk promosi dan branding, Nanang juga melakukan pemasaran secara online. Untuk mengundang pengunjung, desain website Rumah Warna dibuat menarik.

Memang, ayah empat anak ini sangat menonjolkan kekuatan desain pada setiap produknya. Ia tidak ingin desain tas dan aksesorinya ketinggalan zaman sehingga ditinggalkan konsumen. “Saya rajin memantau tren fashion dan aksesori yang sedang digandrungi remaja. Ini jadi pertimbangan dalam menentukan desain produk,” tuturnya.

Selain desain, Nanang tak segan bermain-main dengan warna yang cerah. Ini juga salah satu ciri khas dan kekuatan Rumah Warna. Bukan hanya itu, Nanang juga memberikan garansi produknya. “Garansi ini membuktikan bahwa kami konsern pada kualitas,” ujar dia.

Seiring perkembangan bisnis,  Nanang juga memperluas pangsa pasar. Kini, dia juga menyediakan produk untuk remaja cowok dan anak-anak. Jadi, selain Rumah Warna, ada empat brand lainnya, yakni Rumah Warna Kids, Seephylliz, Speakkidz. “Kami meluncurkan brand baru itu sejak empat tahun terakhir,” kata Nanang.   

Kini, Nanang bisa mengantongi omzet hingga miliaran rupiah. Dari 75 gerai Rumah Warna, omzet tiap gerai rata-rata Rp 60 juta per bulan. Sayang, pada tahun ini, Nanang melihat ada penurunan omzet karena permintaan yang lesu.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×