kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rezeki produsen batu bata hanyut oleh musim hujan


Selasa, 27 Januari 2015 / 17:12 WIB
Rezeki produsen batu bata hanyut oleh musim hujan
ILUSTRASI. Produk?PT Lupromax Pelumas Indonesia Tbk (LMAX).


Reporter: Dinda Audriene Muthmainah | Editor: Rizki Caturini

Musim hujan telah tiba. Butiran air yang jatuh dari langit ini ternyata memberikan dampak negatif bagi sejumlah usaha yang mengandalkan sinar matahari sebagai bagian dari proses produksi usaha mereka.

Salah satu yang merasakan imbas hujan ini adalah produsen batu bata. Pasalnya, produsen batu bata ini membutuhkan sinar matahari dalam proses pembakaran batu bata sebelum dijual pada konsumen.

Hal ini dirasakan oleh Rery Widiatmoko, Pemilik Bakoelbata, salah satu produsen batu bata asal Pulogadung, Jakarta Timur. Dia mengaku bahwa produksinya merosot hingga 50% di musim hujan ini. Biasanya, dalam sehari dia mampu mencetak hingga 5.000 batu bata siap jual. Namun, sudah dua bulan belakangan ini, rumah produksinya hanya mampu menghasilkan 1.000-2.000 batu bata per hari.

Keadaan ini sebenarnya bukan hal baru bagi Rery. Sejak memulai usaha pada 2008, ia mengaku selalu kelimpungan ketika musim hujan datang. “Tiap musim hujan selalu seperti ini, proses pembakaran di halaman tempat produksi menjadi kacau,” tutur Rery.

Selama ini, Rery kerap menaruh batu bata yang siap untuk dibakar di halaman ketika ada sinar matahari, lalu memindahkannya ketika hujan mulai turun. Hal tersebut justru membuat waktu pembakaran semakin lama. Maklum, biasanya waktu pembakaran cuma tiga hari tiga malam untuk satu kali produksi dan kalau saat pembakaran harus diangkat kembali, batu bata ini akan kembali meleleh.

Rery pun mencoba untuk membakar batu bata di pinggiran alat pemanggang. Lamanya pembakaran di pinggiran alat pemanggang sama dengan pembakaran di bawah sinar matahari. Sayangnya, jumlah batu bata yang dibakar dalam satu waktu lebih sedikit ketimbang memakai sinar matahari. Hal itu dikarenakan tempat yang tak terlalu luas.

Bukan hanya rugi karena memerlukan proses yang lama, tapi juga hasil akhir yang tak sempurna. Menurut Rery, hasil akhir pada batu bata yang dibakar di pinggir alat pemanggang tak bisa sempurna seperti batu bata yang dibakar di bawah sinar matahari karena warna yang terkadang gosong. Namun, untuk kekuatan tetap sama.

Dengan harga batu bata Rp 800 per buah, Rery mengaku bisa menjual hingga 4.000 batu bata per hari dengan omzet sekitar Rp 3 juta per hari di musim kemarau. Saat musim hujan seperti sekarang ini, dia mengaku omzetnya anjlok hingga di bawah Rp 1 juta per hari.

Kondisi serupa dialami Muad Harsi, pemilik Ibnu Sina produsen batu bata asal Garut, Jawa Barat. Menurut Muad penjualannya melorot selama musim hujan hingga 50%. Padahal, produksi batu batanya normal yakni 10.000-12.000 batu bata per hari.

Muad menjual batu bata Rp 700 per buah dan bisa meraup omzet Rp 7 juta per hari, namun saat musim hujan ini dia mengaku kesulitan mencari pembeli dan hanya mampu menjual setengah produksinya.     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×