kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sarjana teknik yang blusukan di pertanian


Kamis, 18 Desember 2014 / 14:19 WIB
Sarjana teknik yang blusukan di pertanian
ILUSTRASI. Suasana pembukaan perdagangan dan pencatatan perdana saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta,?Selasa (9/7). . KONTAN/Cheppy A Muchlis


Reporter: Mona Tobing | Editor: Edy Can

Lulus dengan gelar sarjana teknik industri, Mauricio F Amore malah nyemplung di dunia pertanian. Toh, pilihannya tak salah. Setelah malang melintang di Monsanto Amerika Selatan, Amore mendapat kepercayaan memimpin Monsanto Indonesia sejak tahun 2010. Ia mengaku gemar blusukan ke sejumlah sentra pertanian demi mendapatkan inspirasi.

Perjalanan karier Mauricio F. Amore sebagai  Chief Executive Officer (CEO) Monsanto Indonesia tidaklah mudah. Ia perlu waktu selama 17 tahun untuk berkarier di Monsanto Group, sebelum akhirnya dipercaya mengepalai Monsanto Indonesia.

Masuk ke dunia agribisnis yang selama ini menjadi lini usaha Monsanto tak pernah terpikirkan oleh Mau, panggilan akrab Mauricio. Terlebih saat kuliah, Mau mengambil jurusan teknik industri di negara asalnya Kolombia.

Namun takdir tak dapat di elak. Setelah lulus dengan gelar sarjana teknik industri dari Universidad De Los Andes, Kolombia, Mau malah bekerja di Monsanto Kolombia. Lebih nyeleneh lagi, ia malah memulai kariernya di perusahaan multinasional asal Amerika Serikat tersebut di bagian keuangan.

Walaupun melenceng jauh dari latar belakang pendidikannya, Mau mengaku tak keberatan. Bahkan ia mengaku menikmati pekerjaannya kala itu.

Tidak mengherankan jika ia berada di bagian keuangan selama lima tahun. "Saya pengingat angka, karena itu saya ditempatkan di keuangan," kenang Mau saat dikunjungi KONTAN.
Selama lima tahun menempati posisi sebagai finance business analyst di Monsanto Kolombia, kinerja ciamik berhasil ditorehkannya. Setelah merasa nyaman, Mou mulai berfikir untuk mencari tantangan baru. Gayung pun bersambut. Perusahaan ini akhirnya memindahkannya ke bagian logistik.

Selain haus akan tantangan baru, Mau memutuskan untuk kembali membekali diri dengan pendidikan yang lebih tinggi. Akhirnya sambil bekerja, ia memperoleh gelar Master of Business Administration (MBA) bidang strategi dan keuangan di salah satu kampus bergengsi di dunia, Yale School of Management, New Haven Connecticut, Amerika Serikat.

Keberhasilan dalam pendidikan membuat posisi Mau di Monsanto aman. Kemampuannya yang mempuni membuatnya mendapat kesempatan menjajal posisi di bidang marketing dan seed quality. Kecintaannya pada pekerjaan dan tantangan membuat Mau tak pernah mengeluh.

Tapi semua posisi yang sudah ditekuni, pria yang memiliki dua kewarganegaraan ini mengaku paling terkesan berada di marketing. Alasannya, saat itu ia merasa memiliki kedekatan dengan pelanggan. Belum lagi ada rasa ingin memuaskan pelanggan yang akhirnya melecutnya untuk memberikan produk terbaik bagi pelanggannya.

Mencicipi berbagai posisi di Monsanto Kolombia, ternyata belum menyurutkan hasratnya untuk lebih maju. Saat ada kesempatan berkarier di luar negeri, Mau pun tak perlu pikir panjang untuk menerimanya. Posisi pertamanya di luar Monsanto Kolombia adalah sebagai Plant Manager for Agrochemicals Business untuk Meksiko dan kawasan Amerika Tengah.

Kala itu kariernya berkembang pesat. Berbekal kemampuan yang baik di sektor keuangan, membawa Mau menduduki posisi sebagai Manager Keuangan dan operasi bagi Monsanto Amerika Latin. Setelah itu, ia pun dipercaya menjabat sebagai business lead di Meksiko,

Puas berkecimpung di sektor agribisnis di kawasan Amerika Selatan dan sekitarnya, Mau kembali mendapat tantangan baru yang jauh lebih besar. Yaitu menjadi orang nomor satu di Monsanto Indonesia.

Menjadi pemimpin di sebuah perusahaan dengan nama besar seperti Monsanto ini  memang membutuhkan tanggung jawab yang besar. Mau pun menilai keputusan perusahaannya menempatkannya sebagai pimpinan di Monsanto Indonesia bukan asal pilih.

Mengingat selama bekerja di Monsanto, Mau sudah pernah merasakan bekerja di berbagai posisi. Hal tersebut membuatnya memiliki perspektif bisnis perusahaan yang lebih luas dibandingkan dengan rekan kerjanya yang lain. Keuntungan yang sudah Mou dapat sebelumnya, dirasa cukup untuk membawahi salah satu anak usaha Monsanto.

Semenjak dipilih menjadi CEO Monsanto Indonesia, Mou sudah memiliki gambaran besar mengenai apa saja yang akan ia lakukan. Tidak sekadar memimpin salah satu perusahaan agribisnis terbesar di Indonesia, tapi pria yang menguasai bahasa Inggris dan Spanyol ini memiliki visi untuk membawa sektor agribisnis yang berkelanjutan.

Jangan heran jika ia mempercayai dan teguh memegang visi yang berbunyi "improving agriculture, improving lives" dan ditambah dengan fokus pemberdayaan petani. Dengan tiga misi tersebut, Mau optimistis dapat membawa sektor pertanian Indonesia pada era swasembada pangan.

Mengagumi petani
Selama memimpin Monsanto Indonesia, Mau memiliki kesan mendalam. Karena Mau merasa tak hanya memimpin sebuah perusahaan dengan 300 karyawan. Lebih luas lagi, ia memiliki keterikatan dengan petani Indonesia dan berniat memajukan kondisi perekonomiannya.

Tak heran jika hal tersebut membuatnya kian terbakar semangatnya untuk menghasilkan produk pangan dengan varietas unggul. Baginya, tolok ukur keberhasilan pencapaian kariernya adalah menciptakan dan menjual produk bagus kepada petani. Sehingga petani dapat menjalani kehidupan yang jauh lebih baik.

Tidak hanya sampai pada menciptakan produk mumpuni, Mau berfikir jauh lebih maju. Mengenai bagaimana menjalankan sebuah bisnis berkelanjutan dengan menjangkau bisnis petani juga. Inilah gagasan yang disebutnya sebagai agribisnis berkelanjutan.

Dalam program agribisnis berkelanjutan, Monsanto Indonesia menginginkan petai menjadi patner bisnis dengan cara melengkapi bisnisnya. Jadi petani tak melulu hanya jadi pembeli. Beberapa kegiatan dibuat Monsanto Indonesia untuk mewujudkan program agribisnis berkelanjutan.

Contohnya, baru-baru ini perusahaan yang dia pimpin menggandeng dua institusi yang dibutuhkan petani Indonesia yakni PT Cargill Indonesia dan Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI). Dua perusahaan tersebut memang menjadi salah satu kebutuhan utama petani. Cargill menjadi pasar dari aneka produksi petani dan BRI menjadi kunci jawaban terhadap kemudahan mengakses modal bagi petani.

Ya, ketiga perusahaan tersebut bergabung dalam program PISAgro. Monsanto Indonesia menjadi penyedia benih bagi petani. Lalu, Cargill Indonesia sebagai penampung dari produk jagung petani. Sementara BRI sebagai penyedia modal bagi petani.

Dengan adanya program ini, petani mendapat jaminan dari segi pengelolaan tanaman dan jaminan pasar. Ditambah dari sisi permodalan, petani menjadi ringan dengan kredit bank pelat merah tersebut  dengan bunga sebesar 5,5% per tahun. Peran Monsanto tidak hanya sebagai penyedia benih, melainkan juga penjamin para petani.

Pola kemitraan tersebut sudah menjangkau 50 hektare (ha) di Desa Jrambe, Mojokerto, Jawa Timur. Program ini menggandeng sekitar 100 petani dari dua kelompok. Mau menghitung, pola kemitraan tersebut dapat mendongkrak produksi jagung petani dari rata-rata 7 ton per ha menjadi 8 ton per ha. Sehingga dari sisi pendapatan yang diperoleh petani mencapai Rp 3 juta saat panen.

Tidak berhenti sampai di sana, pola kemitraan Monsanto Indonesia juga meluas ke daerah Pak Pak, Sumatera Utara. Pola investasi yang dilakukan perusahaan dengan menjaring komunitas petani. Selama tiga tahun, perusahaan akan menjadi pemasok jagung hibrida kepada petani.

Mau mengaku seluruh program yang dilakukan untuk petani terinspirasi dari hasil blusukan ke berbagai daerah di Indonesia. Ia amat terkesan dengan cara petani Indonesia bekerja.
Belum lama ini, Mau baru saja dari Lampung dan ngobrol dengan petani setempat. Ia terkesan dengan semangat gotong royong yang dilakukan 50 petani untuk membantu satu petani yang memiliki 1 ha lahan.

Petani setempat saling membantu mulai dari membajak lahan hingga menyebar benih. Semangat gotong royong  ini yang dia nilai sebagai letak kekuatan petani Indonesia  yang tak dia jumpai di AS bahkan Meksiko. "Saya melihat rasa kebersamaan dan kelompok yang luar biasa. Padahal sebenarnya ada kesamaan permasalahan antara petani Indonesia dengan petani Meksiko adalah lahan yang terbatas," kata Mau.

Untuk bisnisnya di Indonesia, Monsanto Indonesia memproyeksikan, dalam dua tahun ke depan, kapasitas terpasang pabrik benih jagung hibrida yang dimiliki akan mencapai full capacity atau sebanyak 14.000 ton. Bila target tersebut dapat diraih, tidak mustahil Monsanto akan memperbesar kapasitas produksinya. Kapasitas terpakai perusahaan itu saat ini baru 10.000 ton. Setiap tahun rata-rata pertumbuhan produksi benih jagung Monsanto berkisar 3% sampai 5%.

Selama ini, Monsanto masih mengandalkan pasar domestik sebagai tumpuan penjualan benih yang diproduksi. Dari beberapa daerah sentra produksi jagung dalam negeri, pasar utamanya adalah Jawa Timur (Jatim), dengan penguasaan pasar mencapai 50%-60% dari total penjualan benih.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×