kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sedapnya aroma budidaya tanaman jengkol (1)


Jumat, 29 April 2016 / 11:55 WIB
Sedapnya aroma budidaya tanaman jengkol (1)


Reporter: Teodosius Domina | Editor: Rizki Caturini

Bisa dibilang jengkol merupakan buah yang paradoksal. Di satu sisi buah ini menciptakan aroma yang tidak sedap, tetapi di sisi lain memiliki penggemar fanatik dalam jumlah banyak, khususnya di Indonesia.

Lantaran tingginya permintaan di tengah minimnya pasokan, harga jual per kilogram sempat menyaingi harga daging sapi. Tahun lalu saja, di Jakarta orang harus merogoh kocek Rp 100.000 untuk mendapat 1 kilogram (kg) jengkol.

Jengkol memiliki beberapa sebutan. Di Malaysia dan beberapa daerah di Sumatera dan Kalimantan namanya jering. Dalam bahasa inggris kata dog fruit merujuk juga pada tumbuhan asal Asia Tenggara ini.

Buah jengkol memang memiliki rasa yang khas. Jengkol bisa diolah menjadi beberapa jenis masakan, baik untuk lauk pauk maupun sebagai camilan. Misalnya saja jengkol bumbu rendang yang rasanya bisa diadu dengan rendang daging. Sementara untuk camilan bisa dibuat keripik jengkol dan lain-lain.

Akhir-akhir ini harga jengkol sedang melambung. Di Jambi, yang notabene banyak ditemukan pohon jengkol, petani menjual dengan harga Rp 50.000-Rp 60.000 per kg. "Saat ini sedang bukan musim jengkol, di Jambi saja saya jualnya Rp 50.000 per kg," tutur Aceng Kurniadi, salah satu pengepul dan pembudidaya jengkol.

Bahkan, ia menuturkan beberapa pedagang kecil, semisal pedagang sayur keliling dan toko kelontong menjual jengkol dengan harga Rp 6.000-Rp 7.000 per ons. Tetapi ketika masa panen tiba, harga di petani hanya Rp 3.000 per kg.

Omar, salah satu pengepul dan pemilik pohon jengkol di Lampung menuturkan hal yang serupa. "Jengkol itu tanaman musiman. Kalau pas tidak ada daerah yang panen harganya tinggi sekali. Soalnya permintaan juga tinggi," tuturnya.

Omar bilang, musim panen biasanya datang pada hari-hari di bulan Syawal. "Kalau pas bulan puasa dan sebelumnya harga jengkol tinggi saya tidak heran, soalnya musim panen biasanya setelah Lebaran," imbuhnya.

Aceng menjelaskan, rata-rata satu pohon bisa menghasilkan 300 kg-400 kg. Selain dari pohon sendiri, ia juga sering membeli jengkol dari beberapa pemilik pohon jengkol di daerahnya.

Tak hanya menjual biji jengkol yang masih dibungkus kulit, ia juga memberikan jasa pengupasan. "Tentu kalau sudah dikupas jatuhnya lebih mahal meskipun jumlah bijinya lebih sedikit. Soalnya kulit jengkol cukup tebal juga. Tapi bedanya cuma sedikit," imbuhnya.

Dengan memanfaatkan internet, Aceng tak hanya mendapat permintaan dari Jambi atau wilayah Sumatra lainnya. Ia juga telah mengirim jengkol ke Jakarta, Serang dan Bali. "Paling banyak Jakarta," ujarnya.    n

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×