Reporter: Elisabeth Adventa, Nur Pehatul Janna, Puspita Saraswati, Tri Sulistiowati | Editor: Johana K.
KONTAN.CO.ID - Makanan mi ramen sempat ngehits beberapa tahun terakhir. Makanan pedas dengan tekstur merah menyala itu seolah membuat lidah tidak kuasa untuk terus melahap gulungan mi yang sudah bercampur dengan bumbu ramen. Malah, produk mi instan dari produk ini pun banyak terdapat di gerai pasar modern.
Apalagi para pebisnis yang berkecimpung di mi ramen kerap menambah sajian anyar untuk bisa menarik minat para konsumen. Sebut saja ada ragam rasa topping yang tersaji di makanan itu, seperti keju dan lainnya.
Tak heran bila tawaran kemitraan gerai makanan ini pun tumbuh menjamur beberapa tahun silam. Nah, seiring perkembangan zaman, banyak bisnis kuliner lain yang berkembang di pasaran. Apakah bisnis kemitraan mi ramen ini masih dilirik para mitra?
Ternyata, para mitra mengaku laju bisnis kemitraan mi ramen tidak berkembang. Malah ada yang menutup usahanya karena kalah bersaing dengan menu kuliner lainnya. Untuk itu, simak ulasan singkat berikut ini terhadap tiga tawaran kemitraan mi ramen.
Ramen Jangar 69
Salah satu pelaku usaha yang membuka kemitraan mi ramen adalah Rizka Rahman Sidik yang membesut Ranjang (Ramen Jangar) 69. Beroperasi sejak September 2012 lalu, Ranjang 69 mulai membuka peluang kemitraan pada September 2016.
Saat diulas KONTAN, Oktober 2016, Ranjang 69 memiliki 12 gerai milik pusat yang tersebar di Depok, Cimahi, Karawang, Sumedang, Garut, Purwakarta, Cikampek, Pandeglang, Karawaci dan Bekasi.
Rizka mengatakan, kini, gerai Ranjang 69 sudah ada 15. "Dua tahun membuka kemitraan, tidak ada perubahan signifikan untuk jumlah gerai. Bertambah, tapi sedikit," ungkapnya.
Melihat hal itu, Rizka mengubah sistem kemitraan. Semula, Ranjang 69 menawarkan paket investasi Rp 60 juta kepada mitra. Kini, sistem kemitraan dibuat dengan bentuk kerjasama lokasi usaha. Rizka bilang, mitra tidak perlu membayar Rp 60 juta, asalkan memiliki lokasi usaha yang siap dikelola pihak Ranjang 69. "Jadi mitra hanya menyediakan lokasi usaha saja, semua pengelolaan kami yang tangani," sahutnya.
Kalau ada yang tertarik, ia akan memberikan skema bisnis bagi hasil dari laba bersih. Besaran 70% untuk pihak Ranjang 69 dan sebesar 30% untuk mitra usaha.
Tak hanya sistem kemitraan yang berubah, Ranjang 69 juga mengubah menu makanan. Ada perubahan, ada pula penambahan menu makanan. Ia bilang, mulai Juli, Ranjang 69 tak lagi hanya menawarkan menu ramen, tapi merambah menu sushi.
Salah satu penyebab lesunya bisnis ramen adalah penurunan daya beli yang cukup berdampak pada bisnis ramen miliknya. Ia mengakui jika selama membuka kemitraan ada penurunan omzet. Meskipun, secara nominal transaksi tetap stabil.
Ia mengambil contoh, sebelumnya, konsumen bisa membeli ramen hingga Rp 100.000 sekali datang. Tapi kini, dalam satu tahun belakangan, hanya membeli dengan nilai hingga Rp 50.000 saja.
Selain penurunan daya beli, Rizka mengaku mulai kesulitan mencari lokasi usaha yang pas. Saat ini, banyak tempat usaha yang disewakan dengan harga cukup tinggi. Padahal lokasinya bukan di kawasan tengah kota. Hal itulah yang membuat sejumlah pelaku usaha kemitraan sulit untuk ekspansi gerai.
Makanya, ia ubah sistem kerjasama dengan mencari para pemilik lahan. Dengan sistem kerjasama yang baru, Rizka berharap, sampai akhir tahun ini Ranjang 69 bisa mendirikan 10 gerai baru. Dan penambahan gerai lain bisa di tahun selanjutnya. Selain itu, ia juga gencar berpromosi lewat instagram @ramenjangar69 dan @rizkarahmans.
Javanese Ramen
Pelaku usaha ramen yang lainnya adalah Javanese Ramen Noodle. Usaha besutan Danang Suprayogi asal Kediri, Jawa Timur ini rupanya tidak berjalan baik. Pasalnya, sejak bulan April 2018 lalu usaha mie khas Negeri Sakura tersebut telah di tutup. "Saya sudah terlalu sibuk dan lebih fokus menjalankan usaha properti," katanya kepada KONTAN, Jumat (29/6).
Namun, gerai milik mitra masih tetap beroperasi. Ada sekitar 20 gerai mitra yang masih dibuka dibeberapa daerah. Seperti di Kediri dan Ponorogo, Jawa Timur. Adapun mitra yang masih membuka gerai tidak lagi membeli bahan baku dari pusat karena telah diberi resep dari pihak pusat.
Usaha kuliner ini resmi dibuka pada tahun 2014 dengan gerai pertama di Kediri, Jawa timur. Selang dua tahun Danang mulai menawarkan kemitraan untuk memperluas jangkauan pasar.
Saat diwawancara KONTAN pada tahun 2016 lalu, belum ada mitra yang bergabung. Terdapat empat paket kemitraan yang ditawarkan, Javanes Ramen yakni paket take away Rp 50 juta, paket street food Rp 75 juta, paket mini kafe Rp 100 juta dan paket resto Rp 220 juta.
Ramen Cemen
Pemain lainnya adalah Mochamad Aditya Nugraha. Lesunya minat konsumen terhadap ramen tampaknya tidak menghentikan Ramen Cemen untuk terus bersaing dalam bisnis kuliner.
Jumlah gerai Ramen Cemen tampaknya mengalami naik turun. Saat KONTAN wawancarai tahun lalu, jumlah gerai mi ramen ini bakal mencapai 15 gerai, tapi ternyata tahun lalu sudah mencapai 17 gerai. Sayang, tahun ini, jumlah gerai Ramen Cemen juga senasib dengan yang lain yakni tinggal 14 gerai.
Ia menceritakan tutupnya beberapa gerai Ramen Cemen lantaran adanya kendala klasik. Lagi-lagi soal lokasi. Seperti perpanjangan sewa hingga lokasi yang kurang strategis. "Gerai kami rata-rata sewa. Dan sewa tempat itu sangat tergantung dari pemilik lokasi," tandasnya.
Ada gerai Ramen Cemen yang tutup karena si pemilik lahan atau lokasi sudah tidak menyewakan lokasinya lagi. Atau juga si mitra beralasan ingin mencari lokasi yang lebih representatif lagi atau lebih strategis. "Jadi ada beberapa alasan," timpal Aditya.
Tutupnya beberapa mitra Ramen Cemen kemudian membuat Aditya melakukan perubahan dalam hal paket investasi. Sebelumnya, paket investasi dipatok dengan harga Rp 200 juta rupiah yang mencakup royalti hingga lokasi gerai dan dekorasi.
Saat ini ia hanya mematok paket kemitraan hanya Rp 80 juta saja untuk royalti hingga fasilitas lainnya. Seperti menyerahkan pengelolaan sewa, dekorasi, lokasi gerai dengan kerjasama dengan vendor.
Ia juga mengubah sedikit mengubah sistem bagi hasil. Kalau dulu 70% untuk mitra dan sisanya untuk pusat, kini 70% tetap untuk mitra, 25% untuk pusat dan 5% khusus untuk karyawan. Dengan perubahan sistem bagi hasil ini, ia harap bisa memacu kinerja dari para pegawai.
Selain itu mulai tahun ini Aditya juga bakal menyaring daftar menu yang kurang laku dan mana yang tetap menjadi perhatian dari para konsumen. Ia juga akan menambah menu baru. Seperti dengan menambah menu topping dan yang lainnya yang rencananya bakal diluncurkan pada Agustus nanti.
Dengan total karyawan mencapai lebih dari 100, Ramen Cemen tersebar di 8 kota seperti Bekasi, Pandeglang, Bandung, Tasikmalaya, Indramayu dan paling jauh Yogyakarta dan Cilacap. Khusus gerai di Tasikmalaya masih tahap renovasi dan bakal jadi gerai terluas. Mengenai Omzet, Aditya enggan memberikan gambaran. Yang jelas pendapatan tertinggi di gerai Indramayu.
Harus realistis mengeker target pasar
Pengamat konsultan usaha, Djoko Kurniawan masih melihat bisnis usaha mi ramen masih punya potensi bisnis. Sebab hingga kini, masih banyak ditemukan gerai ramen di banyak tempat. Baik itu di pusat belanja, pinggir jalan atau tempat yang lainnya.
Itu terjadi karena memang makanan ramen, yang punya sensasi pedas, masih cocok dengan lidah orang Indonesia yang memang doyan makanan pedas. Maka, ia melihat ada yang salah bila terjadi tawaran kemitraan mi ramen saat ini tidak berkembang.
Semisal ia sebut soal menu dari mi ramen yang bersangkutan. Kalau misalnya gerai mi ramen dari program kemitraan masih saja menawarkan menu yang sama dengan ramen yang ada di pusat belanja, maka jelas tidak bakal bisa bersaing. "Para pebisnis usaha ramen harus mencoba inovasi baru seperti varian menu baru yang bisa disesuaikan dengan lidah orang Indonesia tanpa merubah rasa asli ramen menjadi cita rasa lokal," tuturnya ke KONTAN. Jum’at (29/6).
Lanjut Djoko, pemilihan target pasar juga harus diperhatikan dan jangan sampai salah sasaran dalam mengeker target konsumen. Ia menyarankan agar gerai mi ramen yang kapasitasnya sebenarnya menyasar segmen menengah bawah, jangan pernah mencoba menyasar target pasar ke menengah atas. "Jika dipaksakan, pasti akan tutup seperti yang banyak terjadi saat ini," sarannya.
Setelah menentukan target pasar, ia menyarankan agar para pebisnis mi ramen, bila masih berusaha, jangan terlalu menerapkan harga mahal ke para konsumen, seperti harga di pusat belanja. Bila ini diterapkan bakal ditinggal konsumen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News