kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sentra anyaman Rajapolah: Kios tambah banyak omzet kian menciut (2)


Rabu, 12 Oktober 2011 / 15:55 WIB
Sentra anyaman Rajapolah: Kios tambah banyak omzet kian menciut (2)
ILUSTRASI. Karyawan memotret layar pergerakan perdagangan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj.


Reporter: Fahriyadi | Editor: Tri Adi

Sentra perdagangan kerajinan anyaman di Desa Rajapolah memang menjadi sumber ekonomi penting warga Desa Rajapolah, Tasikmalaya, Jawa Barat. Tapi jumlah pedagang yang terus bertambah menyisakan cerita lain, yaitu penurunan penjualan bagi pedagang lama.

Tak dapat dipungkiri sentra perdagangan kerajinan anyaman di Desa Rajapolah, Tasikmalaya, telah menjadi sumber rezeki yang menyejahterakan bagi warga Rajapolah. Betapa tidak, sentra itu memang ramai dikunjungi pembeli terutama mereka yang melintas menuju Kota Tasikmalaya.

Karena itu, tak perlu heran, kalau sentra ini berkembang pesat. Hingga kini setidaknya tercatat ada 50 kios yang berdagang kerajinan anyaman. Padahal pada 2006 lalu, jumlah kios yang ada di sentra ini hanya sebanyak 20 kios.

Tentu, menjamurnya kios ini ikut menggerakkan ekonomi warga Rajapolah. Dengan banyak kios itu, tentu hasil kerajinan anyaman warga jadi tertampung. Meski di sini lain, munculnya banyak kios dengan dagangan serupa itu membuat persaingan menjadi semakin ketat dan keuntungan yang diperoleh pedagang makin kecil.

Tini Wantini, pemilik Jelita Art yang sudah berjualan sejak 20 tahun lalu, mengungkapkan, pertumbuhan jumlah kios itu lebih cepat dari pertumbuhan jumlah pembeli. "Masalah ini berpengaruh pada penjualan kami," keluh Tini yang mempekerjakan 15 orang pekerja itu.

Tini sudah merasakan ketatnya persaingan itu. Dia menggambarkan, pada 2006, tokonya masih mampu menghasilkan omzet hingga Rp 30 juta per bulan. Kini, omzet itu terpangkas hingga tinggal sepertiga atau hanya meraup omzet Rp 10 juta saja. "Tren penurunan sudah terjadi sejak lima tahun terakhir," ungkap Tini.

Melorotnya omzet itu jelas memaksa Tini untuk mengurangi jumlah pembelian kerajinan dari perajin atau pengumpul.

Penurunan omzet juga dialami oleh Rifky, pengelola toko Keisya Handicraft. Sejak 2006 Rifky mengalami penurunan omzet hingga 50%. "Tahun 2006 saya bisa mendapat omzet Rp 30 juta per bulan," kata Rifky.

Namun karena jumlah pedagang yang terus bertambah, omzet Rifky berlahan menyusut. Saat ini, omzet kiosnya itu tinggal separuh dari omzet pada tahun 2006. "Setiap tahun omzet rata-rata pengusaha turun 10%," jelas Rifky.

Berbeda dengan Tini yang hanya mengandalkan kios di sentra Rajapolah. Rifky lebih kreatif untuk mencari pasar untuk memperbesar angka penjualan. "Sejak setahun terakhir ini saya juga mencari pasar kerajinan itu hingga ke daerah lain," ujar Rifky.

Untuk memasarkan kerajinan hingga di luar Tasikmalaya, Rifky menjalin kerja sama dengan pedagang kerajinan atau pemilik toko cenderamata yang ada di Jakarta, Yogyakarta, Jawa Tengah, Bali hingga Sumatera. "Rekanan saya rutin datang untuk mengambil pasokan kerajinan dari sini," terang Rifky.

Untuk menyediakan pasokan kerajinan untuk luar daerah itu, Rifky mengandalkan kerajinan anyaman pandan produksi sendiri. Ia mengklaim, 70% kerajinan yang dikirim ke luar daerah adalah kerajinan yang diproduksi keluarganya.

Dalam menjual aneka kerajinan anyaman dari daun pandan dan daun mendong itu, Rifky membanderol harga mulai dari Rp 5.000 sampai dengan Rp 35.000, tergantung jenis kerajinan dan tingkat kerumitannya. "Kalau mereka membeli dalam jumlah banyak tentu harga bisa dinegosiasi lagi," terang Rifky.


(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×