kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sentra gulai legendaris yang kian ramai pedagang baru (3)


Sabtu, 17 Februari 2018 / 12:30 WIB
Sentra gulai legendaris yang kian ramai pedagang baru (3)


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Tidak seperti kebanyakan olahan gulai yang menggunakan daging kambing, gultik malah mengolah daging sapi. Itulah ciri khasnya. Uniknya lagi, sebagian besar pedagang gultik yang saban hari mangkal di sekitar Blok M adalah perantauan asal Solo dan Sukoharjo, Jawa Tengah.  

Gareng, salah satu pedagang gultik mengatakan, orang Sukoharjo, Solo yang dulunya mengawali berdagang gultik. "Rata-rata pedagang di sini satu kampung sama-sama dari Sukoharjo dan Solo. Malah ada beberapa yang masih saudara juga,” kata dia.    

Gareng pun menjelaskan jika resep yang dipakai untuk meracik gultik adalah resep gulai khas Jawa Tengah, khususnya gulai yang berasal dari Solo dan sekitarnya. Resep ini merupakan resep turun temurun dari orangtua dan leluhur mereka. Di sisi lain, kota Solo dan sekitarnya memang terkenal dengan kuliner olahan daging kambing berkuah, seperti tongseng, gulai dan tengkleng.

Menurut penuturan Gareng, khusus untuk gultik, daging kambing diganti menjadi daging sapi agar lebih bisa masuk ke semua kalangan. Pasalnya tidak semua orang menyukai olahan daging kambing. Bahkan ada beberapa orang yang pantang mengkonsumsi daging kambing.

“Sebenarnya tak ada resep rahasia. Hanya turun temurun saja dari orangtua. Kalau orang Jawa Tengah asli, apalagi dari Solo dan Sukoharjo, pasti bisa masak gulai ini. Gultik di sini rasanya hampir sama,” ujar Gareng. Ia memastikan jika tak ada perbedaan rasa yang mencolok antar gerai.

Cerita senada juga dilontarkan oleh Bambang, pedagang gultik lainnya yang memiliki gerobak pikul berwarna hijau. Ia mengatakan resep gulai yang sampai sekarang ia gunakan adalah resep gulai andalan ibunya. Ibunya mendapatkan resep tersebut dari orangtuanya. Bisa dikatakan resep gulai yang dipakai Bambang adalah resep gulai legendaris keluarganya.

“Dulu waktu masih bapak saya yang jualan, sebenarnya yang masak ibu saya. Saya sendiri dulu sering bantu-bantu di dapur, akhirnya belajar dan tau apa saja bumbunya,” ungkapnya. Karena sudah sering membantu ibunya, Bambang mengaku tidak kesulitan lagi dalam meracik bumbu gulai.

Ditanya soal pengaruh harga daging sapi yang fluktuatif, Gareng menjelaskan bahwa tidak semua kenaikan harga daging sapi selalu diikuti kenaikan harga gultik. Para pedagang biasanya berunding soal menaikkan harga atau tidak. Tidak ada pedagang yang boleh menaikkan harga sendiri tanpa kesepakatan bersama. Hal ini dilakukan untuk menjaga persaingan usaha agar tetap sehat.  

“Kami di sini ada paguyuban, salah satu fungsinya untuk dapat kesepakatan harga kalau harga daging sapi naik. Di sini semua harga gultik dipukul sama Rp 10.000 per porsi. Memang sudah jadi kesepakatan kami bersama,” paparnya.      

(Selesai)
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×