kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sentra konveksi jins Cikijing: Sulit cari penjahit saat order melimpah (2)


Senin, 28 November 2011 / 13:49 WIB
Sentra konveksi jins Cikijing: Sulit cari penjahit saat order melimpah (2)
ILUSTRASI. Harapan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional pada tahun 2021.


Reporter: Hafid Fuad | Editor: Tri Adi

Celana jins tak hanya digandrungi anak muda namun juga oleh orang dewasa dan anak-anak. Saat pesanan membeludak itulah, beberapa pengusaha konfeksi jins merasa kewalahan terutama dalam pemenuhan tenaga jahit. Karena itu, hubungan baik perlu dibina.

Tenaga kerja, terutama tenaga penjahit, menjadi faktor produksi utama dalam bisnis pembuatan celana jins. Beberapa pengusaha konfeksi jins di Cikijing, Majalengka, Jawa Barat, merasa kewalahan mencari penjahit jika pesanan sedang membeludak. "Penjahit sering pergi begitu kontrak selesai," keluh Yoyoh Komariah. pemilik Aritona Jeans.

Mulai membangun usaha pada 1994, Yoyoh mengaku masih sering kerepotan soal pemenuhan tenaga kerja. Dia bercerita, banyak tenaga kerja yang tiba-tiba menghilang ketika pesanan sedang banyak. Yoyoh saat ini memiliki 80 mesin jahit, namun hanya memiliki 50 tukang jahit tetap.

Debi, putri Nana Sudiana, pemilik PD Istana Jeans, juga mengeluhkan hal yang sama. Namun, untuk menyiasati kurangnya tenaga penjahit itu, Debi punya kiat, yakni terus menjaga hubungan baik dengan para penjahitnya atau bekas penjahitnya.

Istana Jeans menggunakan sistem borongan untuk pekerjaan jahitnya. Dengan 50 penjahit rumahan, rata-rata produksi Istana Jeans mencapai 5.000–8.000 potong celana jins per bulan. Untuk meningkatkan kinerja, Istana juga memberikan mesin jahit ke para penjahit.

Menurut Debi, rata-rata penjahit bisa menyelesaikan sepuluh potong celana per hari. Namun agar lebih efektif lagi, Debi memberi tugas berbeda, ada yang hanya menjahit pinggir, saku, pinggang, ritsleting, dan lubang kancing.

Kini, kapasitas produksi Istana jauh lebih besar dibanding dengan produksi pada 1982 lalu, ketika Istana mulai berbisnis jins. Pada zaman itu, usaha konfeksi jins dikerjakan dengan mengandalkan teknologi manual. Untuk pengeringan juga hanya memanfaatkan panas sinar matahari. "Dulu produksi memang rendah, namun penjualan lebih mudah dibanding sekarang," ujar Debi.

Pada saat merintis usaha, kapasitas produksi Istana hanya mencapai 1.000 potong jins per bulan. Selain karena jumlah tenaga kerja minim, proses pengolahan juga cukup panjang.

Proses produksi jins bermula dari pembelian kain bahan di Bandung. Bahan jins yang belum diolah berwarna abu-abu dengan berbagai pilihan, seperti denim yang lebih tipis dan jacko yang merupakan campuran katun dan poliester. Bahan jacko lebih disukai karena murah dan mengkilap. "Bahan jacko laris di kalangan anak muda," kata Debi.

Bahan jins kemudian dijahit dan diwarnai. Untuk membuat satu potong celana jins membutuhkan bahan 1,5 yard kain. Saban bulan Debi harus menyiapkan 10.000 yard bahan jins. Setidaknya ada tiga tren model jins, yaitu model standar, kargo dengan banyak kantong, dan pensil yang mengecil di bagian mata kaki.

Yoyoh memiliki kapasitas produksi jins lebih besar. Dia mampu menghasilkan 10.000 potong celana per bulan. Menurutnya, penjualannya lumayan tinggi karena mampu berinovasi dengan menggabungkan bahan berbeda untuk satu model celana. "Dengan variasi bahan, saya juga tidak akan kewalahan jika bahan sulit didapat," ujar wanita berusia 40 tahun ini.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×