kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sobag, besar berkat reseller


Kamis, 18 Februari 2016 / 19:06 WIB
Sobag, besar berkat reseller


Reporter: Dian Sari Pertiwi | Editor: Asih Kirana

Tak pernah terlintas sebelumnya di benak Evi Silviati menjadi pengusaha. Perempuan kelahiran 31 Oktober 1977 ini bahkan sempat bekerja sebagai tenaga pemasaran di sebuah perusahaan valuta selama 10 tahun. “Tapi bekerja kantoran membuat saya tidak bisa mengatur waktu untuk keluarga, khususnya untuk anak saya,” kenang Evi membuka kisahnya. 

Oleh karena itu, Evi memutuskan untuk berdikari. Masih sambil bekerja, ia mulai merintis usahanya pada 2011. Produksi tas menjadi pilihannya karena erat dengan kegemarannya berburu tas etnik. Apalagi, ketika itu, tak mudah menemukan produk tas etnik yang sesuai dengan seleranya dengan harga yang terjangkau. Alasan lainnya, produk tas lebih mudah diserap pasar ketimbang busana yang pembeliannya memerlukan pertimbangan motif dan ukuran. "Dua hal itu sering tak bersesuaian,” kata perempuan yang akrab disapa Evi So ini. 

Saat awal produksi, Evi hanya mengandalkan seorang penjahit. Tak menunggu pesanan datang, dia langsung membuat tas dengan menerapkan sistem kuota pada penjahitnya, yakni 25 tas saban minggu. Gerai daring menjadi lapak pilihan Evi. Dia memilih nama Sobag sebagai merek dagangnya. Dalam sekali unggahan lewat akun media sosial, Sobag ludes terjual. Melihat potensi pasar yang begitu bagus, Evi lantas mengundurkan diri dari pekerjaannya dan fokus menggarap pasar tas etnik ini. 

Pasang harga murah

Berbisnis tak sekadar memproduksi dan menjual produk. Pengusaha harus punya strategi khusus untuk memenangkan pasar. Evi lantas menetapkan harga miring untuk menembus pasar. “Jadi, kami harus bisa meracik barang supaya harga tidak mahal. Di situ kuncinya,” cetus Evi. 

Jika awalnya Sobag banyak menggunakan batik, kini Evi lebih banyak memakai songket dan tenun. Lantaran harga kedua jenis kain ini mahal, secuil kain sisa pun tak boleh terbuang sia-sia. Karena itu, dia membuat beberapa varian produk selain tas yang bisa menampung bahan sisa dari tas, seperti tas ukuran kecil, dompet, clutch atau dompet tangan, hingga dompet uang koin. 

Meski harganya miring, Evi tetap mengutamakan kualitas. Semua barang dibuat unik dengan desain menarik. Untuk memastikan kualitas, dia melakukan sendiri kontrol kualitas setiap produk. Ibu dari Irfan Kobe Michael dan Cinta Sofia Ulfa ini juga mencari pemasok kain songket dan tenun dari tangan pertama.

Tidak mudah menemukan pemasok tangan pertama ini. Tiga tahun pertama, Evi harus puas mendapatkan pasokan dari tangan kedua. Baru pada tahun keempat, dia mendapat pemasok langsung dari tangan pertama. Mereka mayoritas dari Nusa Tenggara Timur. “Beda harganya bisa lebih mahal hingga 80%,” ungkap Evi.

Setelah mendapatkan pasokan dari tangan pertama, harga produk Sobag pun berangsur turun. Tas Sobag yang semula dibanderol sekitar Rp 800.000 per unit, turun menjadi sekitar Rp 500.000 per unit. Evi sengaja menetapkan harga yang sama untuk berbagai model tas produksinya untuk memudahkan konsumen.

Reseller jadi ujung tombak 

Karena ingin bermain pada kuantitas penjualan, sejak awal Evi membidik pasar reseller, bukan konsumen eceran. Tapi, Evi tidak pernah mematok minimal pembelian. Harga murahlah yang jadi jaring yang menggaet banyak orang untuk menjadi reseller Sobag. Kini, Sobag mempunyai 100 reseller, 50 di antaranya reseller aktif. “Ada, lo, reseller yang mampu menjual 200 tas dalam satu bulan,” tutur Evi. 

Tak pelak, reseller menjadi ujung tombak bisnis Evi. Namun, di tengah derasnya persaingan, menjaga loyalitas reseller bukanlah perkara mudah. Untuk itu, Evi tak pelit memberikan potongan harga dan hadiah eksklusif untuk minimal pembelian Rp 5 juta. “Tak masalah untungnya tipis, tapi volume besar,” kata Evi, yang bisa memproduksi 2.000 unit tas Sobag per bulan.

Evi juga mempelajari siklus bisnisnya. Biasanya, memasuki masa anak masuk sekolah, penjualan akan lesu. Maklum, para orangtua lebih memprioritaskan dana untuk biaya pendidikan anak. Nah, untuk mendongkrak penjualan, Evi biasanya memberikan diskon harga. Namun, bukan produk lawas yang ia diskon. "Justru sale produk baru, tapi saya jual dengan harga ekonomis, Rp 300.000-an,” kata istri dari Hasan Basri ini. 

Berkat kerja kerasnya, Evi kini mempunyai dua workshop dan mempekerjakan 29 karyawan. Perempuan kelahiran Magelang ini ingin hidupnya bermanfaat bagi orang banyak. Ia mengaku, saat masih berstatus pegawai, pendapatannya sebenarnya sangat lebih dari cukup, tapi hanya bisa dinikmati sendiri. Dengan berwirausaha, dia bisa berbagi dengan membuka lapangan pekerjaan dan peluang usaha bagi para ibu rumahtangga yang menjadi reseller Sobag.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×