kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45928,35   -6,99   -0.75%
  • EMAS1.321.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sugeng merintis usaha dengan 10 ekor musang (2)


Rabu, 07 Oktober 2015 / 12:19 WIB
Sugeng merintis usaha dengan 10 ekor musang (2)


Reporter: Merlina M. Barbara | Editor: Tri Adi

Sugeng Pudjianto melepaskan posisinya sebagai general manajer di perusahaan farmasi untuk fokus meneliti luwak. Di awal tahun 2012 dia mulai menangkar 10 luwak hingga akhir tahun, dia sudah bisa memproduksi sekitar 20 kg kopi.

Memiliki karier yang lumayan cemerlang secara profesional sebagai general manager di salah satu perusahaan farmasi belum membuat Sugeng Pudjianto puas. Setelah 25 tahun bekerja sebagai profesional sebagai dokter hewan, akhirnya ayah dari dua anak ini memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya dan mulai meneliti hewan musang.

Ya, terdorong dari gencarnya kampanye stop kopi luwak dari LSM asing membuat Sugeng menjajal untuk bisa menjadi produsen luwak yang tidak seperti digaungkan LSM tersebut. Mereka menganggap produk kopi unggulan asli Indonesia ini memperlakukan binatang secara tidak etis dalam proses produksinya.

Sehingga di tahun 2011 Sugeng memulai penelitian dan mulai "melawan" dengan cara yang benar yakni membuktikan bahwa produksi luwak bisa dengan tetap menyejahterakan para musang. Tekadnya makin bulat ketika dia melihat tidak ada tindakan dari pemerintah untuk menjawab kampanye dari LSM tersebut.

Sugeng mulai mencari musang-musang liar dari hutan sekitar Lembang untuk dia pelihara. Terkumpul 10 musang pada awal 2012. Kemudian dia menyewa lahan milik petani yang masih penuh alang-alang seluas 2.000 meter persegi (m²) untuk disulap menjadi lokasi penangkaran senilai Rp 70 juta untuk 30 tahun. Kemudian, dia mulai membangun kandang untuk musang dari kayu-kayu bekas yang dia temukan di lingkungan sekitar. Modal membuat kandang hanya Rp 5 juta.

Selebihnya, relatif tidak ada biaya lainnya. Ukuran kandang yang dia bangun cukup luas, berukuran sekitar 2 m x 4 m untuk setiap ekor luwak. Ini lebih luas dari luas kandang dari petani luwak pada umumnya yang hanya berukuran 1,5 m x 1,5 m. Hewan luwak  diperlakukan secara khusus dengan memperhatikan aspek animal welfare atau kesejahteraan hewan pengamatan secara seksama terkait habitat dan kebiasaan, pola makan, siklus birahi, pola perkawinan, hingga serangan penyakit dan upaya penanggulangannya.

Penelitian lainnya menyangkut mekanisme sel dalam saluran pencernaan hewan luwak yang dapat memecah kandungan beberapa unsur kimiawi pada buah kopi, sehingga dihasilkan biji kopi yang berkualitas.

Sugeng sampai harus mengorbankan satu ekor luwak untuk dibedah agar mengetahui dengan pasti apa keistimewaan hewan mamalia ini sehingga bisa menghasilkan biji kopi terbaik di dunia. Pria asal Jawa Timur ini menemukan fakta bahwa dalam tubuh luwak tidak mengalami proses fermentasi pada pencernaannya seperti yang ditulis kebanyakan buku. Melainkan terjadi proses enzimatik yang menghasilkan karbohidrat, asam lemak, alkohol, protein, dan berbagai senyawa metabolik sekunder lainnya.

Hal terberat yang dia hadapi di awal penelitian adalah belum adanya keterampilan membiakkan luwak. Pada pertengahan 2012, dia akhirnya berhasil membiakkan luwak menjadi 30 ekor. Dari situ, dia mulai menjajal memproduksi kopi luwak dengan mencoba memberi makan luwak dengan kopi Arabika merah yang telah matang. Dengan cara itu, dia bisa menghasilkan 20 kg kopi luwak.  

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×