kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tumpukan rupiah dari bisnis pupuk olahan sampah


Kamis, 06 April 2017 / 17:08 WIB
Tumpukan rupiah dari bisnis pupuk olahan sampah


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Faizal Alfansury sukses mengolah sampah rumah tangga menjadi pupuk organik dan media tanam dengan merek Rimbun. Melalui usaha ini, dia juga mengangkat kondisi ekonomi warga sekitar.

Usaha ini sudah digelutinya sejak tahun 2013 lalu. Berawal dai kekesalannya atas penumpukan sampah di lingkungan perumahannya di daerah Bintaro, Tangerang. Ini terjadi lantaran tukang sampah baru mengambil sampah warga setiap tiga minggu sekali.

Kesal melihat tumpukan sampah, akhirnya pria kelahiran tahun 1994 ini menjajal mengolah sampah-sampah tersebut. Dengan modal Rp 50 juta, dia menyewa lahan sekitar 1.000 meter persegi di daerah Cilegag, untuk dijadikan lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

"Saat itu, saya tidak tahu cara pengolahannya, saya belajar melalui internet, pokoknya learning by doing," katanya pada KONTAN, Selasa (4/4).

Saat itu, dia merasa kesulitan dan menuai banyak protes dari warga setempat karena menganggu lingkungan. Tetap semangat, akhirnya Faizal menuai sukses.

Kini, dalam lima hari dia dapat menghasilkan sekitar 480 kilogram (kg) pupuk organik dan media tanam. Hasil produksinya dijual kepada para distributor dan pebudidaya tanaman dengan harga sekitar Rp 9.000 per pack untuk pupuk organik, dan Rp 12.000-Rp 14.000 untuk media tanam.

Sayangnya, dia enggan menyebutkan omzet usahanya ini. Untuk bahan baku sampah, dia mengambilnya dari restoran dan komplek perumahan. Sampai sekarang, dia telah menjalin kerjasama dengan tujuh restoran yang berada di wilayah Tangerang Selatan.

Lahan TPA-nya pun sudah di dipindah ke lokasi yang lebih luas di daerah Pamulang. Dalam sehari dia dapat mengumpulkan sekitar 1,6 ton sampah rumah tangga, baik organik maupun non organik.

Untuk proses pengolahannya, Faisal dibantu delapan orang karyawan tetap dan sejumlah orang karyawan lepas yang semuanya berasal dari warga sekitar. Kegiatan ini cukup membantu kondisi ekonomi warga karena kebanyakan mereka bekerja sebagai buruh serabutan.

Laki-laki berkacamata ini menuturkan, tidak mudah mencari karyawan yang mau bekerja dengannya karena pekerjaan ini kotor dan berhubungan dengan sampah. Makanya, dia selalu menjalin hubungan baik dengan para karyawan serta keluarganya.

Belakangan, Faizal juga memanfaatkan langsung pupuk organik buatannya untuk pertanian cabai yang baru dirintisnya. Ia mengembangkan pertanian cabai di lahan seluas 6.000 meter persegi dengan melibatkan para petani setempat dengan sistem bagi hasil. Yakni, 70% untuk perusahaannya dan 30% sisanya untuk petani.               

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×