kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Untung terus bertumbuh dari kreasi taman mini


Rabu, 20 Mei 2015 / 10:00 WIB
Untung terus bertumbuh dari kreasi taman mini
ILUSTRASI. Seorang anak bermain layangan di lahan sawah yang kering di Desa Gunung Tanjung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Selasa (12/9/2023). ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/tom.


Reporter: Marantina | Editor: Tri Adi

Mungkin belum banyak yang tahu, potensi florikultura atau tanaman hias di Indonesia sangat besar. Indonesia merupakan negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati terbesar kedua setelah Brasil. Dengan kata lain, negara ini punya sumber daya genetik yang tinggi untuk dikembangkan.

Fakta itulah yang menginspirasi Raden Nanda Teguh merintis usaha Little Gardenia. Pria yang akrab disapa Nanda ini bercerita, ketika masih sebagai mahasiswa, ia pernah mengikuti pelatihan tentang tanaman hias, khususnya terrarium. Saat itu, ia mulai tertarik dengan tanaman hias.

Dus, sejak pertengahan 2013, ia melakukan riset dan percobaan mengenai tanaman hias. Agar memberi nilai tambah pada tanaman hias, Nanda  mengkreasikan tanaman hias dalam wadah atau yang dikenal dengan sebutan terrarium.

Nanda mengatakan, terrarium mulai masuk ke tanah air sejak 2004. Namun, terrarium baru dikomersialkan alias dijual sejak tahun 2010. Untuk mengembangkan pasar terrarium, Nanda pun merintis Little Gardenia sejak Januari 2014.

Pria kelahiran Sukabumi ini tak sembarangan memilih terrarium sebagai produk yang dikembangkan. Tujuan utamanya dalam Little Gardenia ialah memasyarakatkan tanaman hias. Menurut Nanda, masyarakat hanya mau membudidayakan tanaman hias jika sudah mencintai florikultura.  

Dia membuat miniatur kebun dalam wadah untuk memudahkan masyarakat memelihara tanaman hias. “Dengan semakin mudah akses tanaman hias dalam rumah, otomatis kecintaan terhadap tanaman hias pun meningkat,” ucapnya.

Nanda bercerita, dulu ia hanya punya tabungan Rp 100.000 untuk modal usaha. Untuk mendapat tambahan modal, ia mengirimkan proposal kegiatan mahasiswa pada Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi. Dikti pun mengucurkan dana Rp 4 juta. Modal tersebut digunakan Nanda untuk membeli wadah dari bahan kaca dan keramik, serta pasokan tanaman hias.

Dalam masa persiapan selama enam bulan, ia membuat prototipe desain terrarium. Baru pada awal 2014, ia memasarkan karyanya. Respons pasar, menurut Nanda, sangat positif. Dalam sebulan, ia bisa membuat 1.500 buah terrarium berukuran kecil, 200 buah terrarium sedang, dan 100 buah terrarium besar.

Ia membanderol terrarium dengan kisaran harga Rp 40.000 –Rp 300.000 per buah, tergantung ukuran wadah. Saban bulan, pria yang baru berusia 21 tahun ini bisa meraup omzet sekitar Rp 10 juta. Nanda bilang, laba bersih dari usahanya bisa mencapai 60% dari omzet.

Nanda bilang, permintaan untuk terrarium terus meningkat. Di sisi lain, pemain yang memasarkan produk serupa pun bermunculan. Persaingan usaha pun semakin terasa. Beberapa pemain lain malah ada yang menjual terrarium di atas harga Rp 1 juta per buah. Tak tanggung-tanggung, pesaingnya mengimpor bunga dari negeri Eropa. “Antar-pemain jadi bersaing kreativitas membuat katalog produk yang semakin beragam,” tutur dia.

Namun, Nanda lebih memilih bahan baku tanaman hias dari negeri sendiri. Ia bekerjasama dengan petani di Jawa Barat dengan sistem kemitraan. Nanda membina para petani untuk menghasilkan tanaman hias berkualitas tinggi. Lantas, ia membeli hasil tani tersebut untuk dijadikan bahan baku pembuatan terrarium.

Kreativitas Nanda pun diganjar penghargaan Shell LiveWire Business Start-up Awards, tahun lalu. Nanda mengatakan, untuk membuat terrarium, hal utama yang paling penting ialah komposisi tanaman yang dimasukkan dalam wadah. “Kalau komposisi tidak bagus, tanaman hias tidak bisa berkembang,” ujar dia.

Ia cenderung memilih tanaman hias yang butuh waktu lama untuk bertumbuh. Jadi, pembeli pun tak perlu buru-buru memindahkan tanaman ke wadah lebih besar. Namun, ia bilang, jenis tanaman hias yang dipilih memang harus dirawat, minimal disiram air setiap hari. “Kalau didiamkan saja, dalam seminggu tanaman dalam wadah bisa mati,” ucapnya.

Untuk membuat terrarium dengan ukuran besar, Nanda butuh waktu sejam. Nanda bilang, ia tak menemui kesulitan berarti dalam pembuatan terrarium. “Yang penting, ada tanaman hias dan ada wadah, saya bisa bikin terrarium,” kata dia.


Taman vertikal mini

Setelah mengembangkan usaha terrarium, Nanda tak lantas berpuas diri. Ia menciptakan produk lain yang masih erat hubungannya dengan tanaman hias. Sejak medio 2014, Nanda mulai membuat taman vertikal mini yang bisa dibongkar pasang.

Munculnya produk ini, kata Nanda, merupakan permintaan pasar. Pasalnya, masyarakat lebih mengenal taman vertikal yang dipasang di gedung perkantoran. Proses pemasangan pun butuh waktu lama karena rata-rata tembok yang dipasangi taman juga luas. Di sisi lain, usaha taman vertikal biasanya B2B alias business to business dengan harga yang mahal.

Sementara, banyak orang yang juga menginginkan taman vertikal sebagai penghias rumahnya. Untuk produk ini, Nanda bisa dibilang sebagai pionir. Pemain lain belum ada yang menyasar konsumen ritel.

Nanda menciptakan taman vertikal yang bisa dibongkar pasang (knock down). Pembeli bisa pasang sendiri dan taman tersebut mudah dipindah-pindahkan. Harganya pun tak terlalu mahal, sekitar Rp 800.000 –Rp 1,2 juta per paket. Bandingkan dengan taman vertikal biasa yang lebih dari Rp 1,6 juta per meter persegi.

Untuk membuat taman vertikal mini, Nanda butuh waktu kira-kira seminggu. Sejauh ini, ada tiga desain taman vertikal yang dibuat Nanda. Ada taman yang dibuat dengan instalasi kayu pinus, kayu mahoni, dan pipa baja ringan.

Nah, untuk tanaman, Nanda memberikan pilihan tanaman hias dan tanaman rempah. Nanda bilang, banyak yang pesan vertikal garden dengan tanaman rempah. “Selain untuk hiasan, tanaman juga bisa digunakan sebagai bumbu dapur,”
ujarnya.

Lantaran masih baru, dalam sebulan Nanda baru menerima sekitar 10 order pembuatan taman vertikal mini. Pesanan yang datang pun dibatasi di Bandung dan Jakarta saja. “Kalau terlalu jauh dari tempat kami di Bandung, risiko kerusakan tanaman semakin tinggi,” cetus dia.

Target pasarnya ialah pemilik hunian dengan ruangan yang sempit, terutama penghuni apartemen. Pasalnya, instalasi taman vertikal Little Gardenia berukuran sekitar 80 cm x 170 cm. Nanda juga memberikan garansi satu tahun untuk instalasi kayu dan dua minggu untuk tanaman. Bila rusak, ia bersedia mengganti.

Lebih dari setahun menjalani usaha, Nanda menyadari banyak order berdasarkan promosi getol yang ia jalankan. Dari awal, Nanda membuat website untuk mempromosikan Little Gardenia. Ia juga memasarkan produknya lewat jejaring media sosial, seperti Instagram dan Twitter. “Semakin rajin promosi, order pun semakin banyak,” tutur dia.

Pasalnya, produk Little Gardenia bukanlah kebutuhan pokok. Tidak ada keharusan untuk membeli tanaman hias. Dus, dengan edukasi pasar, cara pandang masyarakat terhadap tanaman hias bisa berubah. “Promosi harus matang, supaya masyarakat bisa menjadikan tanaman hias sebagai produk harian mereka,” kata Nanda.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×