kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Upah rendah penganyam kerajinan tangan Arguci


Kamis, 05 Maret 2015 / 14:28 WIB
Upah rendah penganyam kerajinan tangan Arguci


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Rizki Caturini

Kabupaten Banjar di Kalimantan Selatan memiliki banyak komoditi kerajinan industri berskala rumah tangga. Salah satunya yang terkenal adalah kerajinan sulam arguci dan sulam manik. Arguci biasanya adalah hiasan dinding yang terbuat dari kain dengan desain tulisan Arab yang dibuat dari manik-manik. Sementara sulam manik biasanya digunakan sebagai hiasan untuk kerajinan tas, dompet, kotak tisu dan lain-lain.

Salah satu sentra pembuatan kerajinan arguci dan sulam manik ini berada di di Kampung Melayu, Martapura Timur, Kalimantan Selatan. Tenaga kerja kerajinan ini biasanya adalah ibu-ibu dan remaja putri.

Irush salah satu penganyam arguci menceritakan, sekitar 80% para wanita kampung itu berprofesi sebagai penganyam arguci. Sementara sisanya membuat sulam manik. Kegiatan ini sudah turun temurun sejak zaman dahulu. Irush saat ini juga tengah mengajarkan cara mengayam arguci pada cucunya yang masih berusia enam tahun.

Sementara Rodiah, penganyam kerajinan arguci lainnya mengatakan, para wanita di kampung ini hanya melakukan pemasangan manik-manik saja. Sementara kain dan desain produk milik para pengusaha toko oleh-oleh di Martapura. Nantinya, seluruh hasil anyaman tersebut akan dijual di pasar-pasar di sekitar Banjarmasin, Samarinda dan Pontianak.

Proses pengerjaan kerajinan arguci ini cukup lama. Peralatan yang dipergunakan oleh perajin masih secara tradisional, murah, dan sederhana. Dalam satu kelompok yang terdiri dari tiga orang hanya bisa menyelesaikan tiga empat lembar arguci dalam sebulan. "Mengerjakan kerajinan ini membutuhkan kesabaran dan ketelatenan," kata Irush.

Para perajin di tempat ini hanya dibayar Rp 35.000 dari pemasangan manik-manik per lembar. Atau dalam sebulan para penganyam hanya mengantongi pendapatan sekitar Rp 140.000. Hasil itu harus dibagi dengan tiga orang jadi masing-masing orang hanya mendapatkan upah sekitar Rp 47.000 dalam sebulan.

Padahal Rodiah bilang, harga jual kerajinan arguci jika dijual ke konsumen bisa mencapai sekitar Rp 200.000 hingga Rp 400.000 per lembar. Oleh sebab itu, dia mengaku upah yang diterima para penganyam terlalu kecil. Padahal mereka harus duduk seharian dan berkonsentrasi untuk bisa menyelesaikan kerajianan tangan tersebut.  

Para penganyam sudah sering meminta kenaikan harga upah kepada pemilik toko tapi hingga kini belum ada realisasi. Mereka berharap bisa mendapatkan bantuan modal untuk membuka usaha pembuatan arguci pribadi, sehingga tidak harus tergantung oleh pemilik toko.

Selain terkendala oleh upah yang diterima terlampau kecil, sentra ini juga kerap dilanda banjir tahunan ketika musim hujan tiba. Jika sudah begitu, para penganyam tidak bisa maksimal memproduksi kerajinan tangan ini.      n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×