kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Usaha ayam goreng masih gurih


Sabtu, 11 Januari 2014 / 09:57 WIB
Usaha ayam goreng masih gurih
ILUSTRASI. Pemain Manchester United Cristiano Ronaldo bereaksi usai timnya mencetak gol pertama ke gawang Brighton & Hove Albion pada laga Liga Premier di Old Trafford, Manchester, Inggris, Minggu (7/8/2022). REUTERS/Toby Melville


Reporter: Marantina, Tri Sulistiowati, Pratama Guitarra | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Siapa yang tidak  pernah mencicipi ayam yang diolah dengan digoreng  menggunakan tepung atau biasa disebut fried chicken? Kuliner ini sudah lama ngetop dan popular di tanah air. Lihat saja, tak terhitung berapa banyak brand ayam goreng yang dijajakan oleh pengusaha kuliner lokal maupun brand impor.  

Meski persaingan kian ketat seiring pemain di bisnis ini yang makin banyak, namun, bisnis ayam goreng tepung masih lumayan renyah. Bahkan, beberapa bisnis ayam goreng terutama yang menawarkan kemitraan, kini semakin berkembang. Ini terlihat dari jumlah mitra yang semakin meningkat.

Beberapa kemitraan ayam goreng tepung yang akan dibahas KONTAN kali ini adalah Kane Fried Chicken, Red Chicken, dan Orchi Fried Chicken. Akan dibahas bagaimana perkembangan bisnis kemitraan para pelaku bisnis ayam goreng tepung ini.  Mengapa jumlah mitra ketiganya bertambah dari tahun ke tahun dan mengapa tidak bertambah. Berikut ulasannya.

n Kane Fried Chicken

Saat ini ada sekitar 400 gerai yang menjajakan ayam goreng tepung Kane Fried Chicken. Sekitar 200 gerai adalah milik mitra.
Ketika KONTAN mengulas kemitraan bisnis ayam goreng ini Juli 2013, Kane baru punya 40 mitra yang mengambil paket booth. Saat itu, gerai Kane berjumlah delapan gerai. Kini, Kane memiliki 20 gerai restoran dan 380 gerai booth.

Sri Sumarni, pemilik Kane Fried Chicken mengatakan, salah satu alasan Kane masih bertahan adalah rajin berinovasi produk dengan menambah menu-menu baru. Saat ini Kane menjual 15 menu, yakni hot dog, chicken kebab, burger dan kentang goreng. “Kami memang menawarkan produk baru sekitar tiga sampai enam bulan sekali untuk menghindari rasa bosan konsumen,” ujar Sri.

Mulai awal tahun 2014, waralaba ayam goreng tepung ini melakukan perubahan paket investasi. Sebelumnya ada tiga paket kemitraan yang ditawarkan, yakni paket booth senilai Rp 11,9 juta, paket mini resto Rp 70 juta dan paket resto Rp 100 juta. Saat ini Kane mengerek biaya investasi menjadi Rp 13 juta untuk paket booth dan Rp 110 juta untuk paket resto. “Sedangkan untuk paket investasi mini resto saat ini sudah dihapuskan,” kata Sri.

Sri menargetkan dapat membuka 12 gerai baru dan mengembangkan bisnisnya di seluruh Indonesia. Saat ini mereka sedang melakukan proses kerjasama dengan beberapa investor di luar Jawa seperti di Pontianak dan beberapa daerah lainnya. Maklum, saat ini Kane Fried Chicken hanya ada di wilayah Jabodetabek dan Jawa Timur.

Meski mitra terus meningkat, namun selama ini Sri mengaku masih terkendala oleh penentuan lokasi gerai dan menemukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tepat. Hingga saat ini sekitar 5% dari total booth telah tutup karena tidak dapat pegawai yang menjaga booth tersebut.

n Red Chicken

Red Chicken merupakan kemitraan ayam goreng tepung yang berdiri di Semarang pada 2009. Setahun kemudian, pemilik Red Chicken, Muhammad Mashar, membuka peluang kemitraan. KONTAN pernah mengulas kemitraan ini di 2012 dan awal 2013.

Di awal tahun 2013 Red Chicken sudah memiliki 33 enam gerai yang dimiliki oleh mitra dan satu gerai milik sendiri.Saat ini,  total gerai yang dimiliki mitra sudah mencapai 80 gerai plus tiga gerai milik sendiri.

Gerai tersebut tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia seperti di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Jawa seperti Surabaya, Cirebon, Semarang, Bandung, Pematang Siantar dan Palembang. Mashar optimistis, selama ayam goreng masih dinikmati masyarakat, bisnis ayam goreng miliknya akan terus berkibar.

Apalagi, harga ayam goreng tepung miliknya relatif murah. Sampai sekarang, dia belum menaikkan harga jual produk. Satu potong ayam dijual berkisar Rp 4.000-Rp 7.000. "Saya tidak berani mengambil resiko penurunan omzet mitra, jika mengerek harga jual produk," ujar Mashar.

Dengan harga jual yang sama, dia yakin, mitra bisa mengantongi omzet mulai dari Rp 220.000 hingga Rp 1,7 juta dalam sehari. Artinya, saban bulan mitra bisa meraup omzet berkisar Rp 6,6 juta-Rp 51 juta.

Setelah enam tahun berjalan, mitra masih wajib membayar royalty fee 5% dari omzet. Berbeda dengan tahun lalu, paket investasi yang ditawarkan Red Chicken sudah berubah. Red Chicken menawarkan enam paket pilihan, yakni paket mini konter senilai Rp 3,8 juta yang sekarang menjadi Rp 4,8 juta. Lalu, paket becak tidak berubah, masih berkisar Rp 6 juta. Paket booth dengan investasi Rp 6,8 juta. Paket motor roda tiga sebesar Rp 9,8 juta. Paket corner berubah menjadi senilai Rp 24 juta. Adapun paket termahal, full resto dengan biaya Rp 68 juta tidak mengalami perubahan harga investasi. "Umumnya mitra tertarik beli paket mini konter, karena investasi yang relatif terjangkau," ujarnya.

Pria asli Semarang ini tidak menargetkan pertambahan jumlah mitra di tahun ini. Dia bilang, tahun ini tetap fokus memperbaiki kualitas produk. Bahkan, ia sudah menambah produk minuman, seperti es teh, puding serta paket-paket ayam lengkap beserta nasi dan minuman di setiap gerai Red Chicken.

n Orchi Fried Chicken

Bisnis ayam goreng tepung ini mulai berdiri pada 2007 dan menawarkan kemitraan sejak September 2009. Perkembangan usaha Orchi Fried Chicken (OFC) cukup pesat. Ketika KONTAN mengulas kemitraan OFC pada Juli 2010, total gerainya ada 90 gerai. Sekarang, setelah tiga tahun berlalu, OFC sudah memiliki 297 gerai yang tersebar dari Jakarta, Nusa Tenggara Timur hingga Papua.

Meskipun gerai bertumbuh pesat, Nursanti Rukmana (26), pemilik OFC menuturkan, beberapa gerai OFC sempat tutup. Penyebab utamanya ialah kekurangan karyawan. “Kalau ada karyawan yang berhenti kerja, otomatis gerai tutup karena mitra saya kebanyakan bekerja jadi tidak bisa menjalankan usahanya sendiri,” ujar Nursanti.

Salah satu keunggulan bisnis OFC adalah paket investasi yang relatif terjangkau. Dulu, OFC hanya menawarkan satu paket investasi senilai Rp 8 juta. Saat ini, ada empat paket kemitraan yang ditawarkan OFC yakni paket Rp 10 juta, Rp 11 juta, Rp 15 juta, dan paket Rp 19,5 juta.

Untuk paket Rp 10 juta dan Rp 11 juta, mitra akan mendapatkan perlengkapan untuk menjajakan ayam goreng tepung saja. Perbedaannya terdapat pada jenis gerobak yang diberikan pada mitra. Sementara, jika mengambil paket Rp 15 juta, mitra bisa menjual ayam goreng dan ayam bakar. Adapun paket terakhir bernilai Rp 19,5 juta, mitra menjual ayam goreng, burger, kentang, dan es teh.

Setelah lebih dari tiga tahun berdiri, harga jual ayam goreng di OFC sudah merangkak naik. Sekarang, OFC menjual berbagai menu yang ditawarkan dengan harga Rp 6.000- Rp 12.000 per porsi. Nursanti bilang, mitranya rata-rata mengantongi omzet Rp 500.000-Rp 2 juta per hari. Atau dalam sebulan, omzet yang diraup sekitar Rp 15 juta hingga Rp 60 juta, tergantung lokasi.

Ke depannya, ia tidak berencana menambah menu atau paket investasi OFC. Namun, Nursanti berencana menambah lini bisnis baru yang masih bergerak di bidang kuliner, yakni bubble drink dan cappuccino cincau. “Target saya, tahun ini mulai diluncurkan tapi belum tahu waktu pastinya,” ucap Nursanti.       

Pengamat waralaba Khoerusalim Ikhsan menilai, pertumbuhan jumlah mitra maupun gerai bisnis ayam goreng atau fried chicken  terbilang cukup pesat. Penyebabnya adalah permintaan masyarakat yang masih tinggi terhadap daging ayam. Daging ayam merupakan merupakan kebutuhan masyarakat di semua segmen, dari bawah, menengah hingga segmen atas. "Sehingga wajar saja jika waralaba ayam goreng atau fried chicken terus berkembang," ujar Khoerussalim.  

Khoerussalim bilang, bisnis ayam goreng masih akan menjanjikan sepanjang tahun 2014 ini. Kendati pemain bisnis ayam goreng  makin banyak, dia menilai bisnis ini akan tetap bisa menguntungkan. Namun menurutnya, yang perlu diperhatikan dalam bisnis ayam goreng melalui kemitraan adalah pada cara atau sistem masing-masing.

Maksudnya, jika setiap gerai atau booth dikelola dengan sistem yang menarik dan efisien, maka pengusaha ayam goreng masih akan bisa meraup keuntungan yang menjanjikan. Jadi pelajari sistem yang berlaku. Walaupun  biaya operasional bakal melambung tinggi seiring kenaikan harga produk dan bahan bakar gas elpiji, Khoerussalim bilang kebutuhan akan ayam goreng di Indonesia akan tetap tinggi.

Jadi ke depan, tantangan pelaku bisnis ayam goreng bukan pada permintaan masyarakat yang menurun tapi pada harga jual dan pasokan ayam. Jika harga ayam naik maka akan mempengaruhi pendapatan para pemain bisnis ini. "Jadi untuk menjaga bisnis ini tetap berjalan baik, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana pasokan ayam tetap lancar," jelas Khoerusalim.                           

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×