kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Usaha biro perjalanan online, masih menarik?


Senin, 20 April 2015 / 13:24 WIB
Usaha biro perjalanan online, masih menarik?
ILUSTRASI. Mother Care dan Early Learning Center hadir lagi di Supermal Karawaci


Reporter: J. Ani Kristanti, Marantina | Editor: Tri Adi

Belakangan ini sering terdengar promosi di sejumlah radio yang gencar menawarkan keagenan tur dan travel. Promosi itu begitu menggiurkan, lantaran menjanjikan keuntungan dan balik modal yang cepat.

Salah satu pemain yang menawarkan usaha ini adalah Bardan Priyanto, pemilik Alfafa Tour and Travel di Bekasi, Jawa Barat. Melalui radio, Badran memang aktif menawarkan usaha tur dan travel online sejak Oktober 2014 lalu.

Sejatinya, Bardan sudah menjalani bisnis agen perjalanan ini sejak dua tahun silam, dengan nama Alfafa Tour dan Travel. Dia fokus menawarkan paket haji dan umrah. Namun, sejak tahun lalu, Badran menambah lini bisnisnya dengan menjual perangkat lunak (software) untuk penjualan tiket.

Badran mengaku menambah lini baru untuk mendongkrak omzet. “Dari menjual tiket perjalanan, saya hanya bisa mengantongi Rp 40 juta per bulan,” tutur dia.

Software ini memungkinkan semua orang bisa menjadi agen perjalanan. Karena beroperasi dalam sistem web based, Badran bilang semua orang bisa menggunakannya dengan mudah. “Yang penting, agen memiliki ponsel dan jaringan internet, karena software ini tak perlu dipasang pada komputer,” kata dia seraya berpromosi.

Pada calon agen yang tertarik, Badran menjual software tersebut seharga Rp 1,75 juta. Setelah itu, pembeli akan mendapat username dan password yang bisa digunakan untuk melakukan penjualan. Pembeli software juga bisa mendapat pelatihan penggunaannya secara gratis di kantor Alfafa.

“Selain tiket pesawat, software yang saya beli dari MMBC Tour and Travel itu bisa digunakan untuk sejumlah transaksi,” ujar Badran. Software juga bisa menjual tiket kereta, hotel, paket tur perjalanan, paket haji dan umroh, serta pembayaran token listrik, telepon, air, internet, dan tv kabel, serta penjualan pulsa, layaknya jasa payment point online bank (PPOB). Para agen juga bebas memilih nama usaha sendiri.

Agen akan mendapat keuntungan sebagai berikut. Dari akses untuk menjual tiket 13 maskapai penerbangan, keuntungan berkisar 2%–3,5% dari penjualan tiket pesawat. Lalu, profit dari penjualan paket haji dan umroh sebesar Rp 3 juta per paket, sementara paket tur perjalanan Rp 250.000–
Rp 750.000, tiket kereta senilai Rp 3.500 per lembar, serta keuntungan dari pembayaran token sebesar Rp 3.000 per transaksi. Dan, dari tiap transaksi, Alfafa mendapatkan laba 0,1%.

Selain menjual software untuk menjadi agen perjalanan, Badran juga membuka tawaran untuk orang yang mau menjadi distributor software. Kini, dia menjual software pada distributor seharga Rp 5 juta.

Software yang mereka dapatkan sama dengan software yang milik Badran. Jadi, distributor bisa menjual kembali software sebanyak yang mereka bisa. “Hingga kini, saya punya 100 distributor dan sekitar 1.000 orang agen perjalanan di Jabodetabek,” terang Badran.

Badran mencium peluang untuk menjual software lantaran saat ini banyak orang yang mau memiliki usaha sendiri, tapi bingung menentukan jenis usahanya. Dia menilai, peluang usaha agen perjalanan ini sangat menjanjikan karena banyak orang yang bepergian dengan pesawat. “Apalagi, modalnya tidak terlalu besar, orang-orang bisa mendapat keuntungan asal mereka mau berusaha,” kata dia.

Untuk menjual software, Badran mengadakan seminar tentang usaha ini. Dari seminar itu, muncul orang-orang yang tertarik membeli software. Tiap seminar yang berlangsung selama tiga jam, peserta dikenakan biaya Rp 75.000 per orang. Seminar diselenggarakan tiap akhir pekan, yaitu hari Sabtu dan Minggu.

Awalnya, peserta seminar Alfafa hanya 30 orang. Namun, sejak Desember, Badran mulai rajin berpromosi di berbagai radio Jabodetabek. Pengeluaran untuk iklan ini cukup besar. “Dalam seminggu, saya bisa menghabiskan Rp 200 juta untuk pasang iklan di radio serta mengisi talkshow di radio,” ujar dia. Sejauh ini, dia pernah mengiklankan Alfafa di lebih dari 20 stasiun radio.

Promosi ini berhasil mendongkrak peserta seminar. Kini, dia mengadakan seminar selama akhir pekan dibantu satu tim lain. Peserta seminar 100 orang–400 orang. Bahkan sekarang saya punya dua tim untuk seminar. “Saya sudah melatih karyawan saya untuk bisa menjadi pembicara seminar juga,” ujar dia.

Setelah mengikuti seminar, biasanya peserta membeli software Alfafa. Tiap minggu, setidaknya bisa terjual software pada 75 orang hingga 100 orang. Nah, dalam sebulan saya bisa meraup penghasilan sekitar Rp 400 juta. Sekarang, penjualan software mendominasi pemasukan Alfafa.


Koneksi dan fokus

Salah satu orang yang tertarik untuk menjadi agen Alfafa adalah Eka Sihotang. Karyawan swasta ini membeli software pada 1 November 2014 lalu. Dia menjalankan usaha agen tiket ini sebagai bisnis sampingan.

Eka memberi nama usahanya Love Jalan (Loja) Travel. Dalam satu bulan pertama, bertepatan dengan persiapan libur akhir tahun, dia berhasil mendapatkan untung Rp 700.000. “Itu keuntungan karena bisnis ini berjalan tanpa modal,” ujar dia. Pasalnya, tiket pesawat akan dipesannya, setelah konsumen mentransfer sejumlah uang sesuai harga tiket. Modal yang dikeluarkan berupa deposit yang dipakai untuk pembelian pulsa. Minimal deposit Rp 500.000.

Eka bilang, penjualan terbanyak adalah tiket pesawat. Dari penjualan tiket ini, dia memperoleh untung 2%–3% dari harga jual tiket. Setelah tiket, penjualan laris lainnya adalah pulsa.

Dalam dua bulan selanjutnya, Eka mengaku mendapat untung Rp 1 juta tiap bulan. Bahkan, dia meng-upgrade posisinya dari agen menjadi distributor lantaran ada temannya yang tertarik mengikuti langkahnya. “Kalau jadi agen, saya tak bisa menjual software,” kata dia. Kini, dia sudah memiliki satu agen dan satu distributor.

Lantaran sibuk pada pekerjaannya, Eka mengaku kurang bisa fokus pada pekerjaan ini. Alhasil, dia tak menggarap perannya sebagai distributor dengan serius. Sebulan terakhir, dia juga kurang aktif berbisnis keagenan tiket.

Namun, dia bilang, kunci sukses bisnis ini adalah banyak jaringan dan fokus. “Kesuksesan bisnis ini tergantung koneksi, saya selalu rajin broadcast lewat BlackBerry Messenger,” ujar penyuka jalan-jalan ini.

Selain Eka, Danu Raga Aenudin juga tertarik mengikuti langkah Badran. “Saya ikut seminar pada 3 Januari 2015 karena mendengar promosinya di radio,” ujarnya. Awalnya, Danu mendaftar seminar untuk ayahnya yang sudah pensiun.

Dari seminar, Danu mengendus ada tawaran menjadi distributor software unlimited. Awalnya, dia mendapatkan harga Rp 25 juta. “Namun, setelah saya tawar, saya bisa beli seharga Rp 5 juta,” ungkap dia.

Tidak sampai seminggu, Danu mendapatkan username dan password. Lalu dia mengaajari keluarganya cara mengoperasikan software tersebut, karena belum percaya diri untuk memulai usaha tur dan travel. Bahkan, selama bulan Januari, pria 26 tahun ini mengikuti seminar Bardan hingga lima kali. “Ini untuk memantapkan pengetahuan saya mengenai software,” ujar dia. Tak hanya itu, Danu belajar soal cara pemasaran yang bagus untuk usaha agen perjalanan ini.

Lalu, pada Februari Danu mulai usaha dengan nama Maestro Travelindo. Dia menyewa ruko milik teman yang kebetulan juga punya usaha biro perjalanan umrah. “Jadi, untuk modal awal saya keluar Rp 30 juta. Selain untuk membeli software, ikut seminar, sewa tempat, membeli peralatan kantor, modal itu juga untuk menyewa tiga orang lain sebagai karyawan,” ujar dia.

Dia pun mengikuti langkah Bardan dalam mempromosikan usaha software ini di radio dan melalui seminar. Tiap dua minggu sekali, Danu mengadakan seminar. Biasanya, orang yang datang mencapai 50 orang. “Nah, dari beberapa kali seminar, saya sudah punya 40 agen yang bergabung,” ujar dia.

Danu pun mengakui memasang iklan di radio cukup efektif. Namun, hal itu juga harus dibantu dengan seminar. Dia juga bekerja sama dengan agen agar mereka mengajak teman untuk ikut seminarnya.

Menurutnya, persaingan belum terlalu ketat karena yang pasang iklan di radio dan bikin seminar belum banyak. Peluang usaha masih terbuka lebar karena permintaan akan tiket dan vocer pulsa banyak sekali. Minimal pulsa dan tv kabel dan listrik digunakan sehari-hari oleh semua orang.


Kue makin kecil

Sejauh ini, Danu belum menemui kendala berarti. Pada bulan pertama usaha, omzet saya mencapai Rp 60 juta. Dia pun memasang target modalnya kembali dalam tiga bulan. Pengeluaran bulanan untuk usaha ini selain untuk menggaji karyawan dan operasional ialah biaya promosi yang mencapai 50% dari total pengeluaran.

Pengamat bisnis dari Proverb Consulting, Erwin Halim, menyatakan usaha ini sebenarnya bukan barang baru. Selama beberapa tahun belakangan, usaha biro perjalanan yang menjual software ini mulai gencar.

Namun, kondisi itu bukan berarti terjadi pergeseran pada usaha biro perjalanan. “Saya pikir ini hanya penggabungan beberapa fasilitas saja. Dari yang tadinya hanya menjual tiket pesawat, tapi sekarang bisa jadi bayar token listrik dan lainnya,” ujarnya.

Erwin pun menegaskan, usaha macam ini hanya tren sesaat. Pasalnya, peningkatan jumlah agen yang membeli software tidak sebanding dengan naiknya kebutuhan terhadap tiket dan transaksi pembayaran. Secara volume memang bertambah, tapi pertambahan penduduk tak sepesat itu.

Erwin mengakui, keuntungan dari penjualan tiket pesawat memang sangat tipis. Inilah yang memunculkan ide untuk menambah fasilitas penjualan software pada usaha biro perjalanan. “Mereka memutar arah bisnis, jadi tak hanya mengandalkan komisi tapi juga menjual software,” kata dia.

Ia menambahkan, masyarakat harus waspada terhadap tawaran usaha ini. Walaupun tidak merugikan secara ekonomi, usaha ini potensinya semakin kecil bila agen perjalanan yang membeli software bertambah terus. “Pembeli software alias agen memang tak dirugikan, tapi kue usahanya semakin kecil, apalagi jumlah agen kian meningkat,” tutur dia.


Usaha sampingan yang terdengar menggiurkan

Meski promosinya terdengar menggiurkan, lebih baik jika Anda menjadikan usaha penjualan agen perjalanan online sebagai usaha sampingan. Inilah yang dilakukan para pelaku usaha yang terjun menjual software agen perjalanan.

Danu Raga Aenudin, misalnya. Sebelum mendirikan Maestro Travelindo, pria berusia 26 tahun ini sudah punya usaha penjualan buku bahasa Inggris. Nah, setelah jadi distributor software, ia tak lantas meninggalkan usaha itu.

Banyak alasan yang ia kemukakan. Salah satunya adalah usaha ini baru saja berjalan. Dengan demikian, ia harus punya cadangan jika saja usaha barunya ini tak berhasil. Walaupun dia mengaku, omzet yang dihasilkan mulai terlihat menggiurkan.

Demikian pula dengan Bardan Prasetyo yang masih mempertahankan posisinya sebagai pegawai pemasaran di salah satu perusahaan otomotif ternama ketika memulai usaha ini. Seiring berkembangnya usaha, dia pun melepaskan pekerjaan utamanya itu dan fokus ke Alfafa Tour and Travel.

Eka Sihotang, pemilik Love Jalan Travel pun menempuh langkah yang sama. Bisnis biro perjalanan online ini dilakoninya sebagai usaha sampingan.  Karena itu, dia mengaku kurang fokus dalam sebulan terakhir lantaran harus berkonsentrasi pada pekerjaannya setelah mendapat promosi.

Untuk meningkatkan keuntungan, Eka yang gemar jalan-jalan ini juga merancang paket-paket wisata tersendiri. “Saya membuat paket perjalanan ke Pulau Derawan, Pulau Seribu, dan lainnya supaya profit bertambah,” ujar dia.                                           

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×