kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Utang justru menjadi berkah bagi Kukuh


Jumat, 05 Desember 2014 / 15:42 WIB
Utang justru menjadi berkah bagi Kukuh
ILUSTRASI. Twibbon Hari Jadi Kota Madiun 2023.


Reporter: J. Ani Kristanti, Marantina | Editor: Tri Adi

Utang bagi sebagian orang bisa menjadi pemacu untuk lebih produktif dan kreatif. Kukuh Roxa Putra Hadriyono telah membuktikannya. Akibat utang dari penyelenggaraan sebuah acara, Kukuh dan beberapa rekannya terjun ke dunia usaha.

Saat masih menyandang status mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB), Kukuh adalah pribadi yang aktif. Bersama rekan-rekan sekampusnya, ia pernah menggelar festival ta-naman. Namun alih-alih mendatangkan uang, event itu justru berujung ke utang senilai Rp 30 juta. “Bagi kami yang masih mahasiswa, jumlah itu sangat besar,” tutur Kukuh yang menjabat sebagai ketua panitia penyelenggara event tersebut.

Untuk menutup utang, Kukuh dan empat temannya yang tergabung dalam kepanitiaan mengerjakan proyek-proyek yang diberikan oleh dosen IPB. Hanya dalam waktu dua bulan, utang pun lunas. Tak berhenti, Kukuh makin tergiur menggarap proyek. “Untungnya lumayan, bisa buat hidup sehari-hari,” kata dia.

Dari proyek pengujian obat-obatan produk swasta, muncul idealisme Kukuh untuk merintis usaha sendiri. Kebetulan, salah satu perusahaan pemilik proyek mencari produk nilam (sirih wangi), untuk disuling menjadi minyak bahan baku parfum.

Alhasil, setelah lulus kuliah pada 2010, Kukuh memutuskan untuk menanam nilam di Bogor. Dia mengajak serta dua temannya yang sepaham. Kukuh bermitra dengan pemilik lahan dengan skema bagi hasil. Sayang usaha ini tak berlangsung lama, karena terjadi masalah internal di perusahaan. “Ada karyawan mereka melarikan uang, perusahaan memutus kontrak tiba-tiba,” terang dia.

Tak putus asa, Kukuh pun melanjutkan usaha penanaman nilam ke Banyuwangi, Jawa Timur. Lantaran sudah berkecimpung dengan tanaman ini sejak di kampus, dia pun yakin nilam memiliki prospek bisnis yang cerah. Bermodal Rp 30 juta, Kukuh menyewa 2 hektare lahan di desa Macan Putih, Kabat, Banyuwangi pada 2011.

Meski terkenal sebagai sentra beras, iklim dan kondisi tanah Banyuwangi juga cocok untuk budidaya nilam. Kebetulan, Kukuh berasal dari daerah ujung timur Pulau Jawa itu.

Lantaran daun nilam baru bisa dipanen setiap enam bulan, Kukuh punya banyak waktu luang. Saat itu, sawah para petani padi di sekitar Banyuwangi sedang dilanda hama wereng parah. Para petani pun meminta bantuannya untuk membasmi hama tersebut dengan memanfaatkan nilam. Usaha ini berhasil, Kukuh makin dikenal di kalangan petani.

Pria 27 tahun ini memang pandai mencium peluang. Pergaulan dengan para petani memberinya ide untuk mengelola sawah. Kukuh terjun ke bisnis pengelolaan sawah. Ada sekitar 30 hektare sawah yang berhasil ia kelola.

Namun, ternyata dia belum puas. Akhirnya, Kukuh benar-benar terjun ke bisnis beras, dari hulu ke hilir, dari menanam padi hingga menjadi beras. Di saat bersamaan, dia juga memutuskan untuk mengakhiri bisnis nilam dengan menjual tanamannya ke petani lain.

Kukuh tak cuma memproduksi beras. Dia juga menangkap peluang berbisnis sarana produksi pertanian (saprotan) yang menggiurkan.


Rajin sambar peluang

Jiwa dan semangat muda Kukuh terus bergelora untuk mengendus peluang baru. Pada 2012, dia melihat ada kebutuhan benih padi berkualitas. “Maklum, seperti pupuk yang mahal, petani juga menyukai benih yang memiliki kualitas tinggi,” ujar dia. Merasa mampu membuat benih, Kukuh pun segera mengajukan izin menjadi penangkar benih padi.

Namun, di tengah perjalanan ketiga bisnis itu, Kukuh melihat bisnis berasnya tak bisa berkembang cepat. Dia memutuskan fokus hanya bergerak di bidang saprotan dan penangkar benih padi berkualitas..

Dalam pengembangan bisnis saprotan, Kukuh melirik pembuatan herbisida pembasmi rumput atau gulma. Namun, tantangan membuat herbisida ini sangat besar. Selain harus berhadapan dengan perusahaan multinasional, pengajuan izin memakan waktu lama dan biaya produksinya besar. Maklum, bahan baku herbisida masih 100% produk impor.

Kukuh pun terus mencari celah sekaligus solusi untuk membantu petani membasmi rumput dengan biaya murah. Akhirnya, dia bersama dua rekannya, menemukan adjuvant. Ini adalah bahan campuran untuk menurunkan dosis racun pada herbisida, tanpa mengurangi kualitasnya mematikan gulma.

Untuk membedakan dengan produk lain, Kukuh menggunakan bahan organik sebagai bahan baku adjuvant herbisida. “Karena produk lainnya banyak menggunakan bahan kimia,” bisik dia. Produk Pandawa Agri Indonesia, demikian bendera usaha Kukuh, yang cukup laris adalah Solut-ion. Produk ini bisa menekan biaya pembelian herbisida petani hingga 50%.

Pengalaman menjadi tenaga riset dan pengembangan, saat masih menggarap proyek kampus, membuat Kukuh lincah melakukan penelitian dan mengintip hal-hal baru. Penggunaan herbisida di kebun-kebun sawit Indonesia yang masih tinggi, menjadi celah untuk mengembangkan adjuvant ini untuk kebun sawit. Perluasan pasar ini memakan waktu uji coba hingga enam bulan. “Untuk kebun sawit, kami tawarkan efisiensi 15%–30%,” terangnya.

Solut-ion ini juga yang mengantarkan Pandawa Agri meraih juara pertama di Mandiri Young Technopreneur 2013. Dengan produk-produk pertaniannya, Pandawa Agri bisa membukukan omzet senilai ratusan juta rupiah setiap bulan. Kini, produksi adjuvant Pandawa Agri berkisar 5.000 liter–8.000 liter setiap bulan. Harga jualnya berkisar Rp 35.000 per liter.

Pada bisnis benih, Pandawa Agri telah menangkarkan tujuh varietas padi. Kapasitas penangkaran benih Pandawa Agri mencapai 250 ton saban tahun, dengan harga jual benih berkisar Rp 9.000 hingga Rp 11.000 per kilogram.  


Bertahan di Banyuwangi

Idealisme untuk menjadi pengusaha sudah merasuki Kukuh Roxa Putra Hadriyono sejak berstatus mahasiswa. Pengalaman kuliah sambil bekerja memompa semangatnya untuk memiliki usaha sendiri. “Kami sudah punya jaringan dan pengalaman. Sayang kalau dilepas,” ujar dia.

Memang, Kukuh tidak sendiri menempuh rimba bisnis. Ia berjalan bersama dengan dua teman kuliahnya, yaitu Sigit Pramono dan Wahyudi. Resep pertemanan mereka di dunia bisnis sederhana saja, yaitu menghadapi suka duka bersama-sama. “Pernah kami tertipu sampai puluhan juta rupiah, dan hampir empat bulan tak ada hasil apa-apa,” kenang Kukuh.

Sampai kini, Kukuh masih memusatkan bisnisnya di Banyuwangi. Itu juga bagian dari idealismenya, yaitu memajukan industri pertanian di sana. Maklum, Banyuwangi memiliki kualitas padi yang bagus di Jawa Timur.

Ada tiga kepala dalam satu badan, pasti bukan hal yang mudah. Namun, hal itu tak menjadi soal bagi Pandawa Agri Indonesia. Lantaran bertemu sejak bangku kuliah, Kukuh, Sigit dan Wahyudi bisa mengenal kapasitas dan kemampuan masing-masing. “Kuncinya, bisa menempatkan diri masing-masing,” kata Kukuh.

Kukuh menyebut, ia dan temannya punya keunikan. Kukuh, misalnya, aktif berorganisasi. Tak heran, dia memiliki jiwa kepemimpinan, keahlian bernegosiasi, dan presentasi.

Di Pandawa, dia pun dipercaya menduduki kursi sebagai direktur utama. Selain memantau operasional perusahaan, Kukuh juga bertanggungjawab di urusan marketing dan strategi.

Sementara, Wahyudi yang memegang produksi saprotan memiliki pribadi yang melengkapi kelemahan Kukuh. Dan, Sigit Pramono di bagian penangkaran benih, memiliki sifat ceria bagaikan lem yang menempel keduanya. “Jadi, kami saling mengisi,” ujar Kukuh.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×