kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Wah, kemitraan pisang goreng berjatuhan


Senin, 18 Oktober 2010 / 12:01 WIB
Wah, kemitraan pisang goreng berjatuhan
ILUSTRASI. Menko perekonomian, Darmin Nasution


Reporter: Rizki Caturini, Hendra Gunawan, Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Tri Adi

Bisnis kuliner memang tidak ada matinya. Inovasi produk serta cita rasa yang terus dikembangkan oleh para pelaku usaha boga mampu terus menggairahkan sektor usaha ini.

Ceruk pasar bisnis makanan selalu ada, sejalan dengan permintaan yang terus meningkat. Apalagi, jika makanan yang ditawarkan sudah akrab dengan lidah masyarakat Indonesia. Maka bisnis itu mampu membangun tren, layaknya di dunia mode.

Salah satunya adalah camilan pisang pasir. Kudapan pisang yang digoreng dengan adonan tepung yang renyah dan gurih ini tiba-tiba begitu populer di tanah air pada tahun 2005. Selain harganya murah dan gampang diperoleh, penyajian pisang goreng dengan berbalur tepung ini terbilang baru saat itu.

Bahkan, banyak pemodal yang menawarkan konsep kemitraan sebagai jalan pintas untuk mereguk keuntungan yang lebih cepat. Karena banyak yang sekadar memanfaatkan situasi, tak sedikit pemain yang bertumbangan di tengah jalan lantaran manajemen yang tidak kokoh.

KONTAN pun sempat mengulas sejumlah kemitraan pisang pasir sejak booming usaha ini lima tahun lalu. Dalam tulisan kali ini, KONTAN akan menyajikan potret kondisi terkini kemitraan pisang pasir yang pernah diulas sebelumnya.


Pisangku

Merek pisang pasir Pisangku milik Wildan ini berdiri pada Februari 2006. Baru lima bulan gerai pertama berdiri, dia langsung menambah empat gerai lagi. Bersamaan dengan itu, ia mulai menawarkan kemitraan.

Paket kemitraannya cukup mahal, yakni senilai Rp 375 juta. Waktu itu baru satu mitra yang menjajal kemitraan dengan Pisangku. Dalam perjalanannya, Wildan tak puas dengan kinerja si mitra dan mengambil alih kembali kemitraan tersebut.

Sejak itu, Wildan tak lagi menawarkan kemitraan kepada masyarakat. Salah satu alasannya, kemungkinan paket kemitraan yang ditawarkan terlampau mahal.

Meski begitu, ia tetap membuka cabang sendiri. "Sekarang saya sudah memiliki 15 cabang yang penjualannya masih tetap bagus," katanya.

Agar kejadian itu tak terulang, Wildan sedang meracik resep kemitraan baru yang lebih murah dengan konsep berjualan di sepeda motor. Mitra juga tidak harus memasak, tinggal menjual pisang matang darinya. "Targetnya akhir tahun ini akan saya luncurkan," ujarnya.


Ta B'nana

Erry Ashok membuka gerai pertama Ta B'nana pada tahun 2005. Dalam dua hingga tiga tahun, gerai Ta B'nana tumbuh sangat cepat melalui sistem kemitraan.

Ketika KONTAN mengupas bisnis kemitraan pisang goreng ini pada bulan Februari 2008, gerai Ta B'nana sudah mencapai lebih dari 30 gerobak dan kios.

Namun, saat ini jumlah gerai tersebut merosot drastis. Erry mengatakan, saat ini hanya ada sekitar 10 gerai yang tersisa. Padahal, nilai investasi gerai berkonsep gerobak hanya sebesar Rp 7,5 juta.

Sebaliknya, "Yang bertahan justru yang mengambil konsep kios dengan investasi Rp 17,5 juta," imbuhnya.

Erry memperkirakan, banyaknya gerai yang tutup ini lantaran para mitra hanya coba-coba membuka usaha. Nilai investasi yang kecil ini juga membuat mitra tidak merasa rugi meskipun menutup gerainya.

Dia mengatakan, saat ini tidak lagi menawarkan kemitraan Ta B'nana. "Saya lebih konsentrasi untuk mengembangkan produk turunan pisang goreng, seperti bananafries, bananapop, dan bananamia," tandasnya.


Pisang Goreng Planet

Antonius Dendron menjalankan Pisang Goreng Planet pada akhir tahun 2006. Ketika KONTAN mengulas usahanya dua tahun lalu, sudah ada 32 gerai yang berdiri. Saat ini, gerainya terus bertambah hingga 80 gerai.

Walaupun masih menawarkan kemitraan, Antonius mengakui penambahan gerainya mulai melambat. Bahkan, ada sekitar 10 mitra gulung tikar, karena salah memilih lokasi. Saat ini, paket kemitraan Pisang Goreng Planet dijual dengan harga Rp 6 juta.

Agar mitra yang masih berjalan tidak ikut tutup, ia fokus mengontrol agen-agen yang berwenang mengelola mitra di setiap wilayahnya masing-masing. "Sambil menambah rasa topping di pisang goreng agar konsumen tidak bosan," katanya.


Mr Piss

Mr Piss termasuk pemain baru dalam kemitraan pisang goreng di Indonesia. Mr Piss yang juga memiliki kemitraan Tela-tela ini, menawarkan kemitraan sejak pertengahan tahun lalu.

Hingga kini ada sekitar tujuh gerai mitra Mr Piss yang berlokasi di Makassar, Palembang, Solo, Sragen, Bandung, Denpasar, dan Yogyakarta. Mereka juga masih menawarkan kemitraan dengan harga Rp 6 juta.

Namun, Marketing Support Mr Piss, Kadek Gede Mertayasa, mengakui ada gerai yang tutup. Dua dari lima mitranya mengambil langkah itu. "Mungkin pasar jenuh dengan produk pisang," katanya.

Kadek mengakui, pertumbuhan gerai kemitraan Mr Piss ini lambat. Bahkan, lebih lambat dibanding pertumbuhan gerai Tela-tela yang saat ini sudah lebih stabil. Ia bilang, saat ini Tela-tela tumbuh sekitar 50 gerai per tahun.

Manajemen CV Effa Indoboga yang menaungi Mr Piss saat ini juga sedang mencari berbagai strategi untuk terus mengembangkan kemitraan Mr Piss.


P-Man

Kondisi usaha milik Purwan Habibie Siswanto ini paling mengenaskan. P-Man yang berdiri sejak tahun 2006 ini sudah berhenti beroperasi sejak tahun lalu. Padahal, Habibie baru menawarkan kemitraan pada tahun yang sama.

Penyebabnya adalah salah satu mitra P-Man yang ada di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, menggelapkan dana milik Purwan. "Sejatinya dana itu untuk modal usaha P-Man," katanya.

Nilai total dana yang digelapkan itu mencapai Rp 30,6 miliar. Mitra nakal itu memiliki 15 gerai dari 25 gerai P-Man yang ada. "Dengan begitu saya tidak bisa mengembangkan lagi usaha pisang goreng miliknya," kata Purwan.

Jera atas musibah yang menimpanya, Purwan belum berencana menawarkan kemitraan kembali. "Kalaupun ingin buka lagi, kami tangani sendiri dulu," tukas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×