kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45924,01   -11,51   -1.23%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Yuk, menggaruk untung dari si kutu air (1)


Selasa, 02 Mei 2017 / 14:16 WIB
Yuk, menggaruk untung dari si kutu air (1)


Reporter: Danielisa Putriadita, Tri Sulistiowati | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Para pecinta ikan hias pasti sudah akrab dengan kutu air. Kutu air menjadi salah satu pakan favorit karena ukurannya sesuai bukaan mulut ikan dan tentunya memiliki nilai protein yang cukup tinggi.

Selain ikan hias, sejak lama zooplankton ini juga dijadikan sebagai salah satu sumber pakan alami benih ikan konsumsi. Kandungan protein kutu air bisa mencapai 66% dan lemak 6%, sehingga sangat cocok bagi benih ikan yang masih dalam tahap pertumbuhan.

Jenis kutu air yang paling mudah dibudidayakan dan ketersediaan bibitnya banyak adalah daphnia dan moina. Kedua jenis kutu air ini termasuk dalam keluarga Arthopoda, kelas Crustacea dan ordo Caldocera. Keduanya merupakan jenis udang renik.

Sebagai sumber pakan alami ikan, permintaan kutu air tinggi di pasaran. Tak heran, bila orang tertarik membudidayalan kutu air. Salah satunya adalah Ari Riyanto pembudidaya kutu air asal Garut, Jawa Barat.

Ari sudah membudidayakan kutu air sejak lima tahun lalu. Ia memulai usaha ini dari 10 ekor bibit kutu air yang diperoleh dari temannya. Jenis kutu air yang dibudidayakankan adalah Daphnia magna dan Chydorus. Kini Ari memiliki 10 baskom kutu air dan satu aquarium kutu air.

Ia mematok harga jual kutu air jenis Daphina Magna sebesar Rp 40.000 per bungkus plastik yang berisi sekitar 150 ekor. Sementara, kutu air jenis Chydorus dihargai sebesar Rp 25.000 per bungkus plastik atau kurang lebih 200 ekor.

 Kutu air Daphina Magna lebih cepat berkembang biak dibandingkan kutu air Chydorus. "Itu sebabnya penyebab harga kutu air Daphina Magna lebih tinggi dari pada kutu air Chydorus," jelas Ari.

Lewat internet, Ari rutin menerima pesanan konsumen dari berbagai daerah di Indonesia. Kini, omzet yang diperolehnya mencapai Rp 1 juta hingga Rp 2 juta per bulan. “Konsumen biasanya banyak saat akhir dan awal bulan,” kata Ari.

Pemain lainnya adalah Dike Anggrianto asal Malang, Jawa Timur. Laki-laki berusia 32 tahun ini mulai membudidayakan hewan yang masuk kategori Crustasea ini sejak tahun 2013 lalu. Ia tertarik menggeluti usaha ini setelah melihat adanya peluang pasar.

"Saat itu banyak komunitas pecinta ikan hias yang kesulitan mencari pakan tambahan protein untuk ikan cupang," katanya pada KONTAN.  Selain ikan cupang,  kutu air juga cocok untuk pakan ikan hias jenis koki, lohan, anakan lele, nila dan lainnya.

Dike memulai usaha budidaya kutu air dengan membeli 100 ekor benih kutu air. Kini dia sudah memiliki 15 kolam kutu air mulai dari ukuran 2 x 2 meter persegi sampai 3 x 19 meter persegi.

Menurut Dike , kutu air bisa dikembangbiakan dalam berbagai media, seperti wadah fiber atau kolam. Saban hari, dia dapat memanen sekitar 3 kilogram (kg) sampai 4 kg kutu air. Hasilnya pun dijual melalui media online.

Alhasil, konsumennya sudah tersebar di seluruh wilayah Indonesia. "Permintaan pasar selalu ramai, permintaan datang dari berbagai daerah," ujarnya.

Untuk harganya dibanderol sekitar Rp 20.000 per tiga sendok makan. Bila dikalkulasi, setiap hari Deki dapat mengantongi omzet sekitar Rp 1,8 juta.

Dia mengaku, porsi keuntungan bersih yang didapatkannya sangat besar mengingat modal perawatannya yang kecil. "Biaya untuk proses budidaya kutu air ini sangat minim," jelasnya.                                      

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×