kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Yuks, tengok desa warisan nenek moyang suku Sasak (1)


Sabtu, 28 April 2018 / 09:10 WIB
Yuks, tengok desa warisan nenek moyang suku Sasak (1)


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Jarak tempuh Desa Ende dari Bandara Lombok Internasional cukup terjangkau. Waktu tempunya sekitar 15–20 menit jika kondisi jalan lancar. Akan tetapi butuh waktu hampir satu jam atau sekitar 50 menit jika para wisatawan betolak dari arah kota Mataram.

Jika hendak ke Desa Ende, sebaiknya Anda menggunakan mobil pribadi atau pergi bersama rombongan menggunakan bus pariwisata. Sebab, kawasan Lombok Tengah sangat jarang  dilewati oleh kendaraan umum.

Sampai di kampung wisata Ende, pengunjung akan disambut oleh sebuah papan bertuliskan “Desa Wisata Sasak Ende, Sengkol -  Lombok”. Tak hanya itu, sejumlah penduduk Desa Ende juga siap mendampingi pengunjung untuk berkeliling. Bahkan, anak-anak suku Sasak kerap memberi salam kepada para pengunjung.

Desa ini ada sudah dari ratusan tahun lalu. Penduduk pertama yang tinggal di desa Ende ini baru saja meninggal empat tahun lalu di usia 135 tahun. "Sekarang penduduk di sini sudah masuk generasi keempat,” jelas Kadim, penduduk asli Desa Ende sekaligus seorang pemandu wisata kepada KONTAN. Ia menyebut istilah generasi keempat dalam bahasa suku Sasak, yaitu ‘baluk’ yang merupakan sebutan dari buyut atau cicit.

Kadim menjelaskan,  terbentuknya Desa Wisata Ende merupakan inisiatif penduduk agar tradisi leluhur tidak habis dimakan jaman yang makin modern. Meski demikian, ia tidak menjelaskan secara rinci kapan tepatnya Desa Ende dibuka menjadi kampung wisata. “Yang jelas sudah puluhan tahun lalu, saya juga tidak ingat kapan pastinya. Namun, lebih dulu Desa Sade, baru kemudian Ende," ujar Kadim.

Ende berada di zona yang berbeda dengan Sade. Sade di Desa Rembitan, sedangkan Ende di Desa Sengkol. "Tapi masih satu suku, hanya berbeda keturunan,” ungkap Kadim.     

Para pengunjung tak dipatok biaya tertentu untuk mengelilingi desa warisan leluhur suku Sasak ini. Hanya, di gapura depan terdapat kotak yang bisa diisi sumbangan sukarela untuk pelestarian Desa Ende. “Kami tak mematok tarif berapa, hanya beberapa pengunjung ada yang memberi sumbangan sukarela lewat kotak depan maupun menghubungi pengelola Desa Ende. Pemerintah Provinis juga pernah memberi sumbangan untuk pengelolaan desa ini,” kata Akip, pemuda suku Sasak yang juga berprofesi sebagai pemandu wisata.

Ia mengatakan kepada KONTAN jika pelafalan Ende sebenarnya bukan seperti pelafalan biasa. Untuk membedakan Desa Ende di Lombok dengan Desa Ende, Flores ada sedikit perbedaan dalam pengucapannya. “Ende di sini biasanya dilafalkan Eundeu. Ada sisipan huruf u tapi samar dan tidak diucapkan jelas, mirip bahasa Sunda lah kira-kira,” kata Akip sambil tertawa.

Ia bilang dengan dijadikannya Desa Ende sebagai desa wisata, warga Ende mendapat banyak pengetahuan dari para pengunjung, terutama dari segi bahasa asing. Akip menuturkan kemampuan bahasa Inggris penduduk Desa Ende meningkat cukup pesat. Bahkan KONTAN mendengar beberapa anak – anak suku Sasak di sana menyapa pengunjung dengan bahasa Inggris. Dan diantara mereka tak sedikit yang lancar berbahasa Inggris.    

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×