kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kiprah Diajeng Lestari membesarkan Hijup.com


Senin, 26 September 2016 / 12:03 WIB
Kiprah Diajeng Lestari membesarkan Hijup.com


Reporter: Merlinda Riska | Editor: S.S. Kurniawan

Ide bisnis kerap muncul dari pengalaman pribadi. Salah satu yang mampu mengubah pengalamannya menjadi bisnis adalah Diajeng Lestari, pendiri Hijup.com.

Sebelum merintis Hijup.com, perempuan yang akrab disapa Ajeng ini adalah karyawan sebuah perusahaan internasional. Sebagai seorang muslimah yang aktif, Ajeng mengaku kesulitan mencari baju muslim untuk bekerja.

(Saksikan Video: Kisah Diajeng Lestari membesarkan Hijup.com)

Berangkat dari pengalaman itu, ia pun menyadari peluang untuk menciptakan pasar busana muslim. Ide ini semakin kuat dengan kecintaan Ajeng terhadap produk fashion.

Dukungan penuh dari sang suami, Ahmad Zaki, yang merupakan lulusan Teknologi Informatika (TI) di Institut Teknologi Bandung (ITB), memberanikan Ajeng mengambil keputusan untuk membuka bisnis fashion muslim. Pada tahun 2011, Ajeng membuat hijup.com sebagai sebuah platform online mall.

Konsep Hijup adalah sebuah online mall yang mewadahi desainer-desainer fashion muslim di Indonesia. Situs ini juga menyasar para perempuan muslimah yang ingin berbelanja.

(Simak Liputan Khusus Seluk Beluk dan Perkembangan Startup Indonesia Terkini, lengkap dengan data dan infografis menarik di sini)

Berangkat dari konsep tersebut, Ajeng yang aktif dalam komunitas muslimah, mulai mengajak para desainer yang juga aktif di komunitas muslimah. Mereka di antaranya adalah Ria Miranda, Jenahara dan Restu Anggraini.

Berkat usaha Ajeng melobi para perancang, di awal pendiriannya, Hijup berhasil menghimpun 20 desainer.

Sepintas, upaya Ajeng mendirikan Hijup terlihat mudah. Namun lazimnya pebisnis lain, Ajeng pun mengalami jatuh bangun.

Di awal merintis Hijup, ia harus mengerjakan segala sesuatu yang terkait dengan kelangsungan bisnis Hijup sendirian. “Dari mulai mengajak desainer untuk bergabung, kurasi produk, pilih model, foto, sampai ke pengiriman kepada pelanggan. Segalanya saya kerjakan sendiri,” kata Ajeng.

Ajeng baru merekrut karyawan tak lama setelah Hijup berdiri. Tetapi tak lama kemudian, sang karyawan mengundurkan diri secara mendadak.

Tentu kenyataan itu membuatnya pusing bukan kepalang. Namun, dukungan dari suami yang juga pebisnis digital dan tekad mengembangkan bisnis, membuat Ajeng bertahan.

Alih-alih patah semangat, ia bisa memetik hikmah dari persoalan karyawan yang keluar mendadak. “Saya menjadi sadar pentingnya sumber daya manusia (SDM) yang kompeten di bidangnya agar Hijup bisa sustainable,” ujar perempuan lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) ini.

Seiring berjalannya waktu, kemampuan Ajeng dalam memilih SDM, termasuk desainer, semakin terasah. Ia juga kian jeli memilih dan menampilkan produk.

Ini menjadi modal yang sangat kuat bagi Ajeng untuk mengibarkan bisnis Hijup. Berbekal kemampuan dan kesadarannya akan potensi bisnis fashion muslim di Indonesia, Ajeng pun percaya diri untuk menghampiri investor.

Ia yakin banyak investor yang berminat pada bisnis fashion muslim lantaran potensi bisnisnya yang sangat besar di negeri ini. Mengutip data Thomson Reuters dalam State of the Global Islamic Economy 2015 Indonesia menempati urutan kelima sebagai negara konsumen busana muslim terbesar di dunia dengan nilai US$ 12,69 miliar pada 2014.

Ditolak investor

Namun potensi Indonesia sebagai pasar busana muslim yang besar di dunia bukan satu-satunya pertimbangan investor. Ajeng juga tak luput dari penolakan investor.

Yang ia ingat adalah penolakan karena alasan ia membawa sang anak saat menghadiri meeting. “Saat itu saya bertemu dengan investor membawa Laiqa, putri kecil saya. Calon investor langsung bertanya kepada saya, "Oh, meeting bawa anak ya? Saya nggak bisa ngasih karena kamu punya anak,” ungkap dia.

Pernyataan sang investor membuatnya kaget sekaligus sedih karena alasan penolakan itu tak berhubungan dengan potensi bisnis yang diusung Hijup.

Seperti permasalahan dalam SDM, kendala mencari modal pun tak menghentikan langkah Ajeng. Ia menyadari pentingnya memiliki pendanaan agar bisnisnya bisa berjalan.

Mengingat kepanjangan dari Hijup adalah Honest, Innovative, Just Do It, Unique and Pray, Ajeng tak pernah kehilangan semangat mengurus Hijup.

Ia berjuang mendapatkan suntikan investor. Gayung pun bersambut, beberapa investor mau mendanai hingga Hijup bisa tumbuh sebagai e-commerce fashion muslim yang besar.

Mengutip Tabloid Kontan Edisi Khusus Desember 2015, modal awal Hijup tahun 2011 adalah Rp 5 juta. Kini, nilai modal Hijup tentu sudah jauh di atas itu.

(Simak Liputan Khusus Seluk Beluk dan Perkembangan Startup Indonesia Terkini, lengkap dengan data dan infografis menarik di sini)

Tahun lalu saja, omzet Hijup sudah mencapai Rp 2 miliar per bulan. Sayang, Ajeng enggan terbuka untuk bercerita tentang siapa saja investor di Hijup dan sudah berapa banyak modal yang telah diterima oleh Hijup.

Ajeng menyadari industri fashion muslim semakin lama semakin dilirik oleh banyak pihak. Industri ini pun kian kompetitif baik di dalam maupun di luar negeri.

Sebagai pemain di industri ini, Ajeng pun sadar harus selalu kreatif, peka terhadap dinamika perubahan yang begitu cepat dan memastikan bahwa bisnis yang dijalankan ini senantiasa sustainable.

Selain itu, peningkatan permintaan produk fashion muslim pun terus berjalan cepat dan pesat. Permintaan yang datang pun bukan hanya di dalam negeri, namun juga di luar negeri. 

“Hal inilah yang menjadi tantangan Hijup untuk terus mengakomodasi kebutuhan perempuan muslimah, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia internasional,” tutur Ajeng.

Kiblat dunia

Dengan tuntutan untuk selalu bisa membaca tren fashion muslim secara global, Hijup kini mampu mengekspor produknya ke luar negeri. Ajeng menuturkan, pembeli di Hijup yang berasal dari luar Indonesia mencapai 20%.

Kebanyakan, pesanan untuk produk Hijup datang dari negara-negara seperti Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, India, Moroko, Aljazair, Australia, dan Inggris..

Adanya permintaan dari luar negeri bukan tanpa sebab. Permintaan dari luar negeri yang cukup banyak itu muncul karena beragamnya produk yang dimiliki Hijup.

Berdasar pengalaman Ajeng, produk yang disukai oleh pelanggan di dalam dan di luar negeri sejatinya tidak ada perbedaan yang signifikan. Hanya saja, pelanggan di luar negeri lebih menyukai dress, abaya dan ciput (inner kerudung).

“Karena mungkin di luar negeri kurang banyak pilihan dari kategori produk itu. Namun, untuk range produk di Hijup sendiri sangat variatif hingga dapat dicocokkan dengan kebutuhan setiap pelanggan,” jelasnya.

Hingga kini, sudah ada puluhan ribu produk yang dijual di Hijup. Jumlah produk bisa dan variatif karena adanya dukungan dari para disainer yang bekerja sama dengan Hijup.

Menurut Ajeng, para perancang yang bekerjasama dengan Hijup selalu dituntut untuk bisa menangkap peluang perubahan yang cepat dengan karya yang unik dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Hingga saat ini, jumlah tenant atau mitra desainer yang bekerjasama dengan Hijup mencapai 265.

Ajeng meyakini bahwa semakin banyak permintaan dari luar negeri, akan menguatkan posisi Indonesia menjadi kiblat fashion muslim dunia. “Ini semua berjalan beriringan dengan visi utama Hijup, yakni bersama pemerintah Indonesia menjadikan Indonesia sebagai kiblat fashion muslim dunia,” kata Ajeng.

Agar bisa mewujudkan mimpi itu, ia sadar tak hanya perlu menyediakan produk bagus, tetapi juga pelayanan yang oke. Peningkatan layanan ia perhatikan dengan memegang prinsip customer oriented.

Dengan prinsip itu, lahirlah inovasi Hijup Express. Bentuk inovasi ini adalah pengiriman barang di hari yang sama dengan pesanan diterima. Namun, same day delivery ini baru mencakup area Jakarta.

Di samping itu, untuk pengiriman reguler Hijup bekerjasama dengan sejumlah perusahaan ekspedisi. “Jumlah armada masih terus ditingkatkan hingga saat ini menyesuaikan dengan kebutuhan pelanggan Hijup,” imbuhnya.

Memiliki tekad yang kuat untuk bisa menciptakan kiblat fashion muslim dunia dengan berbagai inovasi yang mumpuni, memungkinkan Hijup untuk tumbuh dengan laju yang cepat, hingga lima kali lipat setiap tahunnya. Skala bisnis yang bertumbuh itu paling tidak terlihat dalam luas kantor Hijup.

Saat berdiri, kantor Hijup hanya menempati ruangan seluas 9 m². Kantor itu ditempati Ajeng bersama tiga orang karyawannya. Kini, kantor Hijup seluas 1.000 m² yang menampung karyawan sebanyak 150 orang.

Belajar dari luar

Tangan dingin Ajeng membesarkan Hijup pun mendapatkan pengakuan dari luar negeri. Ia kerap diundang ke acara-acara berskala dunia untuk memperkenalkan tren fashion muslim ciri khas Indonesia.

Ajang yang sempat disinggahi Ajeng seperti International Fashion Showcase on London Fashion Week pada Februari 2016 lalu.

Ajeng juga kerap diundang untuk mengikuti forum start-up baik lokal maupun global. Pada Juni 2016, bertepatan pada bulan puasa Ramadhan lalu, Hijup diundang untuk mengikuti program Google Launchpad Accelerator di Mount View, California, Amerika Serikat.

Hijup tergabung di batch kedua bersama dengan lima start-up Indonesia lain untuk mengikuti boot camp selama dua pekan. Ajeng menilai, keikutsertaan dalam Google Launchpad Accelerator itu penting untuk kemajuan Hijup.

(Simak Liputan Khusus Seluk Beluk dan Perkembangan Startup Indonesia Terkini, lengkap dengan data dan infografis menarik di sini)

“Berbagai kelas kami ikuti untuk dapat menemukan strategi dan inovasi tepat untuk setiap bidang start-up. Bagaimana semua ilmu yang kami dapatkan di sini akan sangat bermanfaat untuk pemilihan dan implementasi strategi serta inovasi Hijup,” kata Ajeng.

Perempuan kelahiran 1986 ini merasakan hadir di forum global seperti itu penting karena bisa menimba ilmu dari para ahli di start-up. Maklumlah, di negara barat, start-up sudah lebih dulu bergulir. "Jadi kita bisa menimba best practice dari mereka," ujar dia.

Contoh yang ia petik dari forum global itu adalah cara menjadi lean start-up, alias menjadi start-up yang efisien. “Kita perlu data based, bukan lagi berdasar asumsi," ujar dia.

Namun bagi yang baru memulai perusahaan rintisan dan belum kebagian tiket ke forum global, Ajeng berbagi tips. Berbagai ilmu tentang start-up sudah terserak di dunia maya. “Sekarang zamannya internet. Kita bisa dapat materi dari manapun,” saran Ajeng.      

(Saksikan Video: Kisah Diajeng Lestari membesarkan Hijup.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×