Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Markus Sumartomjon
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perkembangan industri di berbagai sektor yang begitu cepat membutuhkan proses pengambilan data lewat pemetaan yang efektif dan efisien. Jika biasanya proses pemetaan dilakukan di darat, beberapa tahun belakangan muncul teknologi pesawat tanpa awak yang didesain untuk membantu proses pemetaan dari udara. Sehingga pengambilan data menjadi lebih efisien, baik dari segi waktu maupun sumber daya manusia (SDM).
Latar belakang ini yang mendorong Christy Aryani Sunaryo untuk mengembangkan perusahaan rintisan (startup) dengan produk utama pesawat tanpa awak di bawah bendera Inaero. Startup asal Yogyakarta ini memiliki dua produk pesawat tanpa awak, yakni AeroPro dan AeroFun. AeroPro ditujukan untuk penggunaan profesional, seperti pemetaan di beberapa sektor industri. Sedangkan AeroFun ditujukan bagi para penghobi dan olahraga aeromodelling.
Produk utama Inaero, yakni pesawat terbang tanpa awak atau unmanned aerial vehicle (UAV) didesain untuk keperluan pemetaan. Seperti yang kita tahu, kebanyakan pesawat terbang tanpa awak yang beredar di Indonesia adalah impor dari China.
"Selama ini teknologi pemetaan kebanyakan dari darat dan prosesnya konvensional. Sehingga kalau ada wilayah yang sulit dijangkau bakal susah dipetakan, jika hanya mengambil pemetaan dari darat," ujar Christy kepada KONTAN.
Baca Juga: Drone Ini Menangi Kompetisi Wirausaha Rp 500 Juta
Ia menjelaskan, AeroPro dapat diaplikasikan untuk berbagai sektor industri, seperti sektor pertanian, pertambangan, konstruksi, perencanaan pedesaan dan perkotaan, dan kebencanaan, termasuk misalnya bencana Lumpur Lapindo. Ia menyatakan, data yang didapat juga lebih akurat karena pengambilan data menyeluruh dari udara. Serta, prosesnya lebih efisien karena tidak perlu mengirim banyak orang untuk memetakan.
Untuk produk awal AeroPro, Christy dan timnya mengembangkan dua tipe, yakni AeroPro tipe A dan AeroPro tipe B. Kedua tipe tersebut memiliki keunggulan kapasitas baterai yang cukup besar, yakni 22.000 mAh. Sehingga keduanya memiliki kemampuan terbang selama 2 jam penuh dengan ketinggian 150 meter di atas permukaan laut. Adapun jangkauan areanya sekitar 2.000 hektare (ha).
Baca Juga: Perlu regulasi investasi di sektor start up
"Ketinggian maksimal ini kami mengikuti aturan navigasi udara dan militer. Sebenarnya kalau mau di atas itu, bisa saja, tapi harus pakai surat izin terbang," jelas Christy.
Perbedaan kedua tipe tersebut terletak pada kapasitas beban yang dapat diangkut. Christy mengatakan untuk tipe A beban maksimal yang bisa dibawa 3 kilogram (kg), sehingga beban total ready to fly (RTF) adalah 10 kg. Sedangkan untuk tipe B lebih besar, maksimal 5 kg dan beban total RTF sekitar 12 kg. AeroPro tipe A dibanderol Rp 108 juta dan tipe B bertarif Rp 112 juta. Tarif itu sudah termasuk PPN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News