kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Akuntan yang banting setir jadi juragan tenun sutera


Sabtu, 12 Mei 2018 / 16:05 WIB
Akuntan yang banting setir jadi juragan tenun sutera


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Bermula dari kecintaannya terhadap aneka kain tradisional Indonesia, Wignyo  Rahadi memutuskan terjun di bisnis tenun. Saat bekerja sebagai akuntan sekitar 1997, Wignyo diam-diam merintis bisnis pribadi. Bersama tujuh temannya, ia melakukan uji coba alat tenun dan membuat kreasi tenun sendiri.  

Wignyo memang menyukai kain tradisional sejak muda. "Saya hobi mengumpulkan kain tradisional, seperti batik, tenun, ulos," katanya.  

Awalnya, Wignyo menjahit pakaian hasil tenunnya sendiri. Tak disangka, banyak peminat kain tenunnya. Dari situlah, pria kelahiran Solo ini terpikir untuk lebih serius menggarap bisnis tenun.

Setelah merasa cukup pengalaman dan  riset, pada tahun 2000 Wignyo mantab keluar dari pekerjaannya dan mendirikan Tenun Gaya. "Ini keputusan yang berat karena posisi saya sudah mapan dan gaji diatas rata-rata," ujar dia.

Saat itu, pria kelahiran 1960 ini memilih membuka workshop di Sukabumi, Jawa Barat lantaran masih banyak sumber daya manusia yang bisa dilatih menjadi perajin. Selain itu, Sukabumi dekat dengan pusat bahan baku.

Tenun Gaya besutan Wignyo fokus mengembangkan produk tenun handmade atau alat tenun bukan mesin (ATBM) berbahan sutera. Harga jual tenunnya mulai Rp 19.000 per meter hingga sekitar Rp 900.000 per meter. Sedangkan, untuk busana siap pakai (ready to wear), mulai Rp 500.000 hingga Rp 3,5 juta.

Harga lebih tinggi dikenakan pada produk eksklusif, yakni Rp 5 juta.  Beberapa produk Tenun Gaya juga sudah merambah ke ritel perbelanjaan seperti Metro dan ada gerai milik Tenun Gaya sendiri di kawasan Cipete, Jakarta Selatan dan Menteng, Jakarta Pusat.

Tak hanya pasar dalam negeri yang tertarik dengan produk Tenun Gaya. Pasar mancanegara, seperti Singapura dan Jepang juga sangat berminat dengan produk Tenun Gaya. Sudah tak terhitung lagi Wignyo menggelar peragaan buasana di luar negeri untuk memperkenalkan Tenun Gaya.

"Sekarang perajin kami sudah mencapai ratusan, angka pastinya saya kurang hafal. Pusat produksi masih tetap di Sukabumi, tapi saya juga aktif mengajar tenun di daerah lain," kata Wignyo.  

Padukan berbagai corak kain tradisional

Melewati masa transisi dari seorang profesional menjadi wirausahawan diakui Wignyo Rahadi tak mudah. Ia menjalani masa transisi ini selama setahun.  

“Membangun rasa percaya diri itu yang paling lama. Lalu, mengubah gaya hidup yang tadinya profesional menjadi pengusaha juga ternyata tidak mudah. Cukup beban, begitu juga dari keluarga saya," ungkap pria berkulit putih ini. Meski demikian, dengan tekad bulat, Wignyo berhasil beradaptasi dan mengumpulkan rasa percaya dirinya.

Meski tak memiliki latarbelakang pendidikan fesyen, ia konsisten menekuni produksi kain tenun manual alias alat tenun bukan mesin (ATBM). Selain konsisten, Wignyo juga terus belajar dari sejumlah perajin.

Inspirasi awal Wignyo membuat kreasi tenun datang dari motif kain rang-rang asal Bali. Motif kainnya yang cantik mendorong pria 57 tahun ini membuat produk serupa. Sayang, keinginan tersebut tak berjalan mulus. Pembuatan kain rang-rang Bali butuh ribuan benang yang ditenun dengan teknik rumit, waktu yang dibutuhkan juga tak sebentar.

"Dari situ, saya terinspirasi untuk menggabungkan beberapa corak atau motif kain tenun dari seluruh Indonesia dan diaplikasikan untuk produk Tenun Gaya. Perpaduan corak ini bakal menghasilkan corak baru dengan sentuhan lebih modern," jelasnya.

Wignyo memang fokus menghasilkan corak-corak baru perpaduan  satu motif kain tradisional dengan kain tradisional daerah lain. Misal, ketika ia bekerjasama dengan perajin tenun Palembang, ia memdukan motif kain ulos menjadi motif baru. Aneka corak atau motif baru bisa dihasilkan Wignyo berkat hubungan baiknya dengan para perajin di sentra tenun hampir di seluruh pelosok negeri ini.

Menurut penuturan Wignyo, Tenun Gaya juga punya ciri khas, antara lain tekstur kain yang membentuk motif bintik-bintik pada tiap helai pakaian. "Warna Tenun Gaya juga punya ciri khas sendiri, saya pakai campuran warna yang lebih lembut, misal seperti warna pastel. Dan, yang pasti kainnya harus nyaman dipakai," ungkapnya. Selain itu, Wignyo tidak menambahkan banyak ornamen agar gaya kontemporer asli kain tenun tradisional Indonesia tetap melekat kuat.     

Melatih dan membina perajin agar mampu bertahan

Tak hanya berbisnis, belasan tahun mengabdikan diri untuk tenun Indonesia, Wignyo Rahadi juga rajin mengadakan pelatihan dan pembinaan bagi para perajin sentra tenun hampir di seluruh Indonesia. Biasanya, ia bekerjasama dengan pemerintah daerah.  

Sayangnya, kegiatan ini tak banyak berlanjut. Wignyo bilang, pelatihan tersebut  berhenti setelah kerjasama  selesai. Seharusnya, pemerintah setempat bisa menjamin para perajin tenun terus berproduksi dan menggerakkan perekonomian mereka. "Di sisi lain, para perajin masih menganggap produksi tenun sebagai sampingan. Karena pekerjaan utamanya adalah bertani. Itu juga jadi kendala," ungkapnya.  

Dari kondisi ini, kedepannya, Wignyo berinisiatif membeli langsung produk dari perajin tenun daerah agar bisa dijual di butik Tenun Gaya. Dirinya terpanggil untuk memberi kemudahan akses pasar yang selama ini jadi momok bagi perajin.

Saat ini, Wignyo sedang melatih perajin di Lampung, Tuban, Lombok Timur dan Tanimbar. Tak hanya cukup bisa menenun, perajin dilatih menjadi wirausaha. "Bisa memproduksi dan menjual baju dari hasil tenun mereka," jelas Wignyo. Selain itu, mereka juga dilatih untuk mengetahui penggunaan bahan baku yang tepat agar bisa nyaman dipakai.

Tenun Gaya sendiri juga akan gencar promosi lewat media sosial seperti Facebook dan Instagram untuk menggaet pelanggan baru. Wignyo mengincar calon pelanggan dari luar kota. Sebab, banyak bupati dari berbagai daerah di Indonesia yang tertarik memesan produknya.

Atas kegigihan dan pengabdiannya terhadap kain tradisional motif Nusantara, karya-karya Wignyo mendapatkan penghargaan dari sejumlah institusi bergengsi. Antara lain, UNESCO Award of Excellence for Handicrafts in South East Asia and South Asia 2012 dan World Craft Council Award of Excellence for Handicraft in South East Asia and South Asia 2014.

Kemudian, atas jasanya menggandeng yayasan pencinta kain dan pemerintah daerah untuk melatih pengrajin tenun di berbagai daerah, Wignyo mendapat penghargaan Upakarti Kategori Jasa Pengabdian tahun 2014 dan One Village One Product Bintang 4 dari Kementerian Perindustrian RI tahun 2015.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×