kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,70   -25,03   -2.70%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Alat musik bikin laba mengalun sampai jauh


Sabtu, 05 November 2016 / 10:50 WIB
Alat musik bikin laba mengalun sampai jauh


Reporter: Adinda Ade Mustami, Elisabeth Adventa, Tri Adi | Editor: Tri Adi

Musik merupakan media ekspresi. Berbagai unsur emosional bisa kita salurkan dengan bermusik. Setelah kita menyalurkan perasaan dengan bermusik, perasaan pun menjadi plong. Jadi, musik bisa menghilangkan stres? Baru tahu ya. Norak sekali.

Bukan cuma itu, bermusik juga bisa mendatangkan duit. Bukan seperti Dimas Kanjeng lo, melainkan dengan bermusik di kafe, bahkan mengamen di pinggir jalan atau dalam kendaraan umum, juga bisa menghasilkan duit. Nah, begitu juga dengan menjual alat musiknya. Laris manis.

Yuk, kita temui Adang Muhidin. Dia bukan pengamen lo, melainkan orang yang tergelitik dengan melimpahnya bambu di negeri kita ini.  Adang ingin memberi nilai tambah bagi si bambu dengan menjadikannya sebagai alat musik. Ini benar-benar merupakan upaya kreatif.  Pasalnya, selama puluhan bahkan ratusan tahun, bambu hanya digunakan sebagai bahan baku furnitur, seperti kursi, meja, dipan, saung, dan lainnya.

Terdorong untuk memberikan manfaat lain kepada bambu, Adang mendirikan Indonesian Bamboo Comunity (IBC), di Bandung 2011 lalu.  Beragam alat musik yang pernah diproduksi IBC, yaitu gitar, bass, cello, kecapi, contrabass, biola, drum, hingga saxophone dan flute. Ragam alat musik tersebut dibanderol mulai Rp 1,5 juta hingga puluhan juta rupiah. Harga yang dibanderol untuk Biola mulai Rp 1,5 juta, gitar dan bass mulai Rp 7 juta, satu set drum 20 juta, dan contrabass mulai Rp 25 juta.

Pembelian terbesar datang dari Prancis. "Mereka pernah pesan ke kami 700 unit saxophone. Tapi untuk saat ini produksi saxophone masih diberhentikan sementara. Hak patennya sedang kami urus, terang pria berambut gondrong ini.

Pelanggan IBC justru datang dari luar negeri, seperti Meksiko, Belgia, Prancis, Jepang, Yunani, Amerika Serikat, Qatar, Malaysia, Rumania, Filipina, dan Singapura. Kalau dari dalam negeri mah jarang. Hanya beberapa artis seperti Iwan Fals dan Balawan yang pakai punya kami, ujar Adang.

Aneka produk alat musik bambu buatan IBC diberi merek Virageawi. Adang mengaku nama Virageawie didapatkannya dari plesetan kata bahasa Sunda, yakni pirage awi. Kata tersebut berarti hanya bambu.

Kini, IBC mulai rutin memproduksi alat musik bambu setiap bulan. Paling sedikit, mereka bisa memproduksi sekitar 20-30 unit dari berbagai jenis alat musik. Ditanya tentang omzet, Adang mengaku bisa mengantongi Rp 200 juta-Rp 300 juta tiap bulan.

Duh, terima kasih Adang sudah memanfaatkan hasil alam negeri kita ini. Semoga saja alat-alat musik yang diproduksi Adang dapat menyampaikan pesan bahwa apa saja ada di negeri kita ini. Sudah ya,…eit masih ada Ryan Ade Pratama.  Itu lo yang bikin cajon.

Ya, bisnis pria yang aktif dalam komunitas penabuh drum ini bermula dari sulitnya mendapatkan cajon. Lantas, mendirikan Koning Percussion untuk memproduksi cajon, si alat musik asal Peru. Alhasil, Ryan pun kini menjadi produsen cajon lokal yang patut diperhitungkan. Sarjana Sastra Belanda lulusan Universitas Indonesia ini bisa memproduksi cajon sebanyak 200 unit dalam sebulan. Sebagian besar pasarnya di wilayah Jabodetabek. Sementara, sisanya untuk kota-kota di luar Jakarta Seperti Surabaya, Bandung, Solo dan beberapa kota di Sumatera.

Pria berusia 26 tahun ini berhasil menjaring 26 toko musik di berbagai daerah. Sebut saja, Pro2Muzik di Jakarta Barat, Yamaha Premier di Jakarta Timur, Istana Musik di Medan, dan Waroeng Musik di Lampung. Dia juga bekerja sama dengan agen penjual di beberapa tempat seperti di Bandung.

Ryan bercerita bahwa  dirinya memproduksi tiga seri cajon sesuai dengan kegunaannya masing-masing. Bahkan tiga seri tersebut juga terdiri dari beberapa jenis cajon yang bunyinya berbeda-beda pula. Ketiga seri tersebut dia beri nama Wilhelmus, Vanperu, dan Beatrix.

Seri Vanperu akan terdengar seperti cajon tradisional. Biasanya cocok untuk musik flamenco, musik tradisional atau kebudayaan di Spanyol. Adapun Wilhelmus dan Beatrix akan terdengar lebih modern karena keduanya mirip dengan suara drum. "Hanya bedanya suara cajon Beatrix bisa disetel, sementara Wilhelmius tidak bisa," tutur Ryan.

Dia bilang, Beatrix menjadi ciri khas produk dari Koning Percussion. Karena ada alat bernama throw off yang ditaruh di samping kiri cajon untuk memudahkan pemain ketika ingin menyesuaikan suaranya. Sementara itu, merek lain alat throw off itu ditaruh di dalam cajon sehingga sulit jika ingin menyesuaikan karakter suaranya.

Kini tiap bulannya Koning meraih omzet sekitar Rp 80 juta sebulan dengan margin sekitar 30% sampai 40% tiap bulan.

Di tengah hiruk-pikuk menjelang pilkada, mari kita  menikmati musik bersama Adang dan Ryan biar bisa menenangkan diri.  Tidak ada salahnya kita mendengarkan kata bijak:  “Musik tidak harus dikuasai semua orang, tapi dunia akan menjadi lebih tenang jika semua orang mau menikmati musik”.  Salam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×