kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.443.000   4.000   0,28%
  • USD/IDR 15.405   0,00   0,00%
  • IDX 7.812   13,98   0,18%
  • KOMPAS100 1.184   -0,59   -0,05%
  • LQ45 959   0,88   0,09%
  • ISSI 227   0,13   0,06%
  • IDX30 489   0,88   0,18%
  • IDXHIDIV20 590   1,24   0,21%
  • IDX80 134   -0,05   -0,04%
  • IDXV30 139   -1,25   -0,90%
  • IDXQ30 163   0,24   0,15%

Amalia sasar kelas atas dengan sosis berkualitas


Selasa, 04 Desember 2012 / 13:16 WIB
Amalia sasar kelas atas dengan sosis berkualitas
ILUSTRASI. Ilustrasi sertifikat vaksin di laman PeduliLindungi.?KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Fransiska Firlana | Editor: Tri Adi

Berkat kemampuan membaca celah dan strategi bertarung dalam bisnis, Amalia Nafitri mampu melipatgandakan omzet dan aset di perusahaan olahan daging. Meski persaingan ketat, ia hanya butuh waktu dua tahun untuk bisa diperhitungkan.

Bisnis makanan memang tidak ada matinya, asalkan punya strategi tepat. Lihat yang dilakukan oleh Amalia Nafitri, pemilik dan pendiri PT Sumber Pangan Jaya. Meski banyak pesaing di bisnis makanan, Amalia yang sering disapa Lia ini mampu melipatgandakan aset perusahaannya dalam tempo terhitung singkat.

Sumber Pangan bergerak di bidang pengolahan daging. Produk utama atau andalannya adalah olahan daging berupa sosis. Meski produk ini sudah cukup banyak di pasar, Lia mampu menembus pasar sosis di Tanah Air. Dengan menggunakan merek Bulaf, sosis dan produk pendukung olahan daging lain yang diproduksi Lia mampu menghasilkan omzet antara Rp 2,5 miliar hingga Rp 2,7 miliar per bulan.

Selama ini, Lia memanfaatkan jasa agen untuk memasarkan produk secara eceran.  Meski begitu, produk Bulaf juga bisa ditemui di beberapa pasar modern, seperti Kemchicks, Total Buah, dan beberapa toko lainnya. ”Saat ini, Bulaf memang lebih menyasar ke modern market yang menjual produk premium dengan segmen pasar kelas A,” katanya.

Lia memulai usaha pembuatan sosis ini pada tahun 2009 dengan modal Rp 1 miliar. “Sosis itu bukan produk olahan yang bisa rumahan. Butuh produksi di pabrik lantaran pengolahannya menggunakan beberapa mesin. Modal saya waktu memulai usaha ini terhitung sangat kecil,” jelasnya.

Dengan modal awal sebesar itu, kapasitas produksi sosis Lia hanya sebanyak 5 ton per bulan. “Tapi, kami boleh bersyukur karena dalam waktu dua tahun, aset perusahaan bisa naik enam kali lipat. Saat ini, kapasitas produksi meningkat menjadi 30 ton per bulan,” ujarnya.

Ibu beranak empat ini bercerita, sejatinya dia tidak ahli memasak. “Saya sempat kuliah di Trisakti di Fakultas Ekonomi, tapi tidak sampai selesai. Saya juga tidak ahli di dapur,” terangnya. Setelah berhenti kuliah, dia sempat bekerja di sebuah bank sebagai staf bagian teknologi informasi. Tapi, di sini pun ia tidak bertahan lama.


Tak mampu bayar listing fee

Lantaran diajak mitranya, Lia bergabung di perusahaan pengolahan daging, khususnya sosis. “Di sana, saya hanya menjadi komisaris yang tidak banyak kerja, hanya pasif,” ujarnya. Meski tidak aktif memantau proses produksi dan bisnis tersebut, ia sedikit banyak mengetahui seluk-beluk bisnis sosis.

Akhirnya, Lia memutuskan membuka usaha sejenis dengan bendera sendiri. Dengan modal Rp 1 miliar, dia mendirikan PT Sumber Pangan Jaya. Modal itu dibelikan mesin produksi, belanja bahan baku, dan sewa tempat. “Saya sewa lahan di kawasan industri Jababeka hanya seluas 400 meter persegi untuk pabrik,” katanya. Bersama lima orang rekannya, ia mencoba menemukan ramuan bumbu sosis yang tepat.

Lia meramu bumbu sosis Bulaf tanpa bahan pengawet, tanpa pewarna, tanpa campuran tepung, pembungkus luar sosis menggunakan kolagen yang bagus untuk kesehatan kulit, dan tidak perlu dikupas. “Sosis sudah banyak di pasar. Tapi pilihan kami adalah membuat sosis sehat,” katanya.

Karena pabrik pengolahan masih dipersiapkan, awalnya Lia memproduksi sosis di pabrik lain. “Yang penting jalan dulu. Produksi di pabrik orang lain sekitar tiga bulan, hingga akhirnya pada Oktober 2009, kami bisa berproduksi di pabrik sendiri,” tuturnya.

Ternyata modal Rp 1 miliar terhitung kecil dalam industri sosis. “Semua untuk kebutuhan produksi, tak ada alokasi untuk promosi. Saya cuma bagi-bagi brosur sederhana,” kata perempuan kelahiran Balikpapan, 14 November 1964 ini.

Lia juga melakukan penjualan door to door lantaran produk sosis buatannya tak bisa masuk supermarket. Alasannya, penitipan barang di supermarket membutuhkan listing fee. “Modal kami tidak ada. Karena terbatasnya modal itu, kami mencari jalan bagaimana modal berputar cepat,” ungkapnya.

Lia lantas aktif ikut bazar dan nimbrung ke arisan-arisan. “Saya ingin perkenalkan produk secara langsung supaya mereka tahu kualitas produk kami,” ujarnya. Dari sistem pemasaran seperti itu, ia berhasil meyakinkan pembeli. Dia juga membuka sistem keagenan untuk pemasaran produk. Pada awalnya, Lia hanya memiliki sekitar 25 agen, tapi sekarang sudah berkembang menjadi 600 agen.

Melalui sistem ini, Lia berhasil meningkatkan omzet. “Dengan sistem keagenan, cash flow cepat. Sebab, pembayaran saat belanja bahan baku seperti daging mesti cepat,” jelasnya. Asal tahu saja, harga sosis ayam maupun sapi mulai Rp 15.000 sampai Rp 70.000 per kemasan.

Dengan sistem keagenan ini, Lia berhasil membesarkan usahanya. Dia juga mampu meyakinkan konsumen soal kualitas produk. Alhasil, target pasar Lia yang notabene segmen A sudah tergaet. “Bulaf memang produk premium dan untuk konsumen premium. Kami menjual produk ini ke konsumen yang peduli makanan sehat dan tidak memedulikan harga,” jelasnya.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management Principles (SCMP) Mastering Management and Strategic Leadership (MiniMBA 2024)

[X]
×