Reporter: Pravita Kusumaningtias | Editor: Dupla Kartini
Keterbatasan fisik tak harus menjadi penghalang seseorang melakukan aktivitas yang bermanfaat. Kelemahan fisik juga bukan alasan menjadi minder. Inilah prinsip yang dipegang Eko Mulyadi, sehingga terpanggil memberdayakan warga tuna grahita di Desa Karangpatihan, Kabupaten Ponorogo.
Desa yang dulu sempat disebut sebagai "kampung idiot", kini tak lagi dipandang sebelah mata. Sebanyak 35 warga Desa Karangpatihan sudah berhasil memanen lele dari budidaya yang mulai dilakukan awal tahun lalu. Asal tahu saja, 28 orang diantaranya merupakan tuna grahita atau mengalami keterbelakangan mental, sehingga sulit untuk mandiri.
Ide merintis usaha budidaya lele dengan memberdayakan warga desa itu tercetus karena Eko prihatin melihat kondisi warga yang miskin dan dianggap remeh. Apalagi, ketika itu ia dipercaya sebagai Ketua Kelompok Masyarakat Karangpatihan Bangkit.
"Saya prihatin, desa tempat saya tinggal kerap disebut "kampung idiot", jadi saya berpikir bagaimana cara memberdayakan mereka supaya punya usaha," kisah pria 31 tahun ini.
Budidaya lele dipilih lantaran kontur tanah di sana kering, tidak cocok dijadikan lahan pertanian. Lebih tepat dijadikan kolam. Maka, dimulailah pembuatan kolam berukuran 4 x 6 meter (m) pada tahun lalu. "Saya belajar dari teman yang pernah kerja di peternakan lele, supaya punya bekal ilmu," tutur Eko.
Namun, tak mudah mengajak warga tuna grahita untuk bekerjasama. Mereka sulit menangkap pengajaran. Meski begitu, Eko tak putus asa. Dengan sabar ia memberikan pelatihan dan pengajaran secara perlahan.
Ia juga menerapkan pendekatan khusus, yaitu melibatkan satu warga lokal yang normal untuk memberikan pengarahan kepada setiap satu tuna grahita. Para pengawas itu yang membimbing warga melakukan budidaya. Selain kolam besar, Eko juga membuat kolam kecil ukuran 1x1 m supaya lebih mudah ditangani warga.
Di awal merintis budidaya, Eko sempat kesulitan dana. Untungnya, ia mendapat modal dari CSR Bank Indonesia. "Saya presentasikan ke BI dan dapat dana," ujarnya. Awalnya, ia mendapat modal Rp 3 juta rupiah. Lantaran, BI melihat program berjalan bagus, modal pun ditambah Rp 25 juta.
Walau baru berjalan setahun, perkembangan budidaya cukup memuaskan. Kini, sudah ada 24 kolam besar dan 57 kolam kecil yang dimiliki warga binaan di Desa Karangpahitan. Kolam besar bisa menampung 15.000 bibit lele, sedangkan kolam kecil 1.000 bibit.
Menurut Eko, sekali panen, warga bisa menghasilkan 2 ton lele dari kolam kecil, dan 13 ton dari kolam besar. Lele tersebut dijual ke pengepul di sekitar Ponorogo seharga Rp 11.000 - Rp 11.500 per kg. Alhasil, kelompok binaan ini bisa meraih omzet hingga Rp 160 juta sebulan. Hasil penjualan diputar lagi untuk membeli benih dan membuat kolam baru. "Baru berjalan setahun, jadi masih proses pembelajaran," ungkap Eko.
Sejauh ini, ia cukup senang karena bisa membuat para tuna grahita di desanya memiliki penghasilan sendiri. Ke depan, Eko menargetkan 50% warga binaannya sudah bisa mandiri mengelola kolam secara berkelompok.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News