kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Apin meraih sukses berkat kerja pantang menyerah (1)


Jumat, 11 Maret 2011 / 15:42 WIB
Apin meraih sukses berkat kerja pantang menyerah (1)
ILUSTRASI. Warga mengenakan masker di Iran. WANA (West Asia News Agency)/Nazanin Tabatabaee via REUTERS


Reporter: Ragil Nugroho | Editor: Tri Adi

Tak pernah mengenal kata putus asa, Ilpin Hawadi mengawali usaha mebelnya dari nol. Lantaran tak bisa melanjutkan kuliah, ia pun memilih menjadi perajin mebel berbekal ilmu dari STM dan bangku kuliah yang tak sempat ditamatkan. Kini, Apin--panggilan akrab Ilpin--menjadi pengusaha mebel yang sukses di Sumatra dengan omzet mencapai Rp 120 juta per bulan.

Kerja keras dan pantang menyerah merupakan kata-kata yang sering didengar sebagai kunci kesuksesan. Begitu pula dengan Apin. Kedua hal itu menjadi syarat untuk meraih mimpinya menjadi wirausahawan yang sukses.

Memulai usaha mebel sejak 1993, sekarang, ia sudah membuka dua cabang di Bandarlampung dan Palembang. Pemilik CV Pinka Barokah di Palembang ini juga sudah memperkerjakan 45 pegawai dengan omzet Rp 120 juta per bulan.

Apin membuat beragam furnitur yang terbuat dari kayu jati. Mulai kursi dan meja tamu, lemari, meja makan hingga kursi lipat. Produknya pun merambah sampai ke Jawa.

Keberhasilan Apin menjadi pengusaha mebel tidak terlepas dari keberhasilannya mengetahui seluk beluk bahan baku. Sehingga, ia bisa memproduksi mebel dengan biaya yang lebih murah.

Selain itu, keahliannya memproduksi dan merakit mebel juga sangat menentukan. Kemampuan ini diperoleh Apin dari latar belakang pendidikannya.

Sejak masih di bangku sekolah menengah atas, ia memilih kuliah di STM Pembangunan. Pada 1988, ia sempat mengenyam bangku kuliah di Teknik Arsitektur Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta. Namun, karena keterbatasan dana, ia hanya sempat kuliah hingga semester enam. "Tentu saja, saya sempat merasa terpukul karena tidak mampu melanjutkan kuliah," ujarnya.

Ia pun harus pulang ke tempat asalnya di Ogan Hulu, Sumatera Selatan. Namun, Apin tak putus asa. Dengan modal ilmu yang sudah diraihnya, ia mulai memutar otak dan mencari usaha yang bisa menjadi sumber mata pencahariannya.

Karena memiliki ilmu dasar yang berkaitan dengan bangunan, Apin pun mencoba terjun di dunia mebel. Maklum, seperti membangun rumah, pemakaian konstruksi yang tepat juga berlaku untuk membuat furnitur yang kuat. "Waktu itu, saya yakin, inilah satu-satunya usaha yang bisa menghidupi tanpa harus menjadi pegawai di tempat lain," katanya.

Dengan modal seadanya, ia pun mulai menjalankan bisnis pembuatan kusen, pintu, lemari, dan kursi di Bandarlampung. Ia memilih kota di ujung Selatan Sumatra ini karena melihat prospek bisnis yang berkembang di sana, mengingat Lampung merupakan wilayah yang dikembangkan sebagai daerah transmigrasi.

Pada saat membuka usaha pembuatan dan pengukiran mebel, tentu saja, Apin menemui banyak kendala. Mulai dari modal hingga hambatan mental berupa rasa khawatir akan gagal.

Namun, ia menepis semua kendala itu dengan tekad yang kuat dan dorongan dari keluarga. "Kita tidak akan tahu hasilnya kalau tidak pernah mencoba," ujarnya memberi nasihat.

Seiring dengan berjalannya waktu, usaha Apin terus berkembang. Kalau pada lima tahun pertama, penjualannya masih tak menentu. Kini, ia sudah bisa melego 20 unit furnitur per bulan.
Tak hanya langsung menjual kepada konsumen, Apin juga menjadi pemasok mebel mentah atau non-ukiran bagi para perajin di sekitar Lampung.

Ayah dua putri ini mengaku, kesuksesan menjadi pengusaha seperti sekarang ini tidak lepas dari keinginannya untuk maju dan membuang rasa malu. "Kalau anak muda sudah malu atau takut memulai usaha, maka kesuksesan tidak akan pernah datang," ujarnya.

Apin bercerita, kemampuannya bisa mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di bangku STM dan kuliah lantaran motivasinya belajar memang murni mencari ilmu. "Banyak anak muda sekarang orientasi kuliahnya hanya sekadar mencari ijazah, setelah lulus mereka tidak bisa mengaplikasikan ilmunya," kritiknya.

Untuk mendukung pengelolaan usahanya, Apin kuliah lagi di Fakultas Ekonomi Universitas Lampung (Unila) pada tahun 1995. Menurutnya, ilmu yang diperoleh di bangku kuliah tetap saja penting, meski banyak yang sukses menjadi wirausaha tanpa melewati perguruan tinggi. "Justru yang diasah dalam bangku kuliah adalah pola pikir kita, dan itu tidak ada di luar kuliah," ujar Apin.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×