Reporter: Fransiska Firlana | Editor: Tri Adi
Piawai membaca peluang menjadi salah satu kunci sukses pebisnis. Arie Indra Manurung, salah satu pedagang emas yang mampu menangkap kebutuhan konsumen dengan menawarkan sistem jual beli emas yang tidak biasa, dan sukses.
Bisnis emas atau logam mulia memang menarik. Apalagi, di saat harapan orang akan prospek berinvestasi emas sedang tinggi seperti sekarang. Para pemilik toko emas dan logam mulia menjadi lebih sering tersenyum.
Salah satu pemilik toko emas yang benar-benar turut menuai berkah dari “demam” investasi sekarang ini adalah Arie Indra Manurung, pengelola toko emas Ibu Kota di bilangan Cikini, Jakarta Pusat. Keberuntungan Arie mungkin berlipat kali ketimbang pengelola toko emas yang lain karena dia menyediakan fasilitas jual beli emas secara online. Ya, Arie adalah pendiri sekaligus pemilik situs jual beli emas online Goldgram (www.goldgram.co.id).
Saat ini transaksi jual beli emas di Goldgram mencapai 5 kilogram (kg)–6 kg emas per hari. Jumlah nasabah pun terus meningkat. Kini Goldgram memiliki 13.000 nasabah. Arie mengklaim, sistem ini merupakan yang pertama di Indonesia. Karena itu, ia mendaftarkan sistem pool account Goldgram ini ke Ditjen Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) pada 2008.
Sebenarnya, awal mula Arie terjun di bisnis emas ini lantaran “suratan” keluarga. Sebagai anak pertama dari empat bersaudara, pria kelahiran Jakarta 6 April 1975 ini mendapatkan tugas dari orangtuanya untuk melanjutkan usaha Toko Emas Ibu Kota yang dibangun oleh sang kakek sejak tahun 1971.
Tak cuma duduk menanti pembeli atau penjual, Arie berinovasi membuka Goldgram yang memiliki fasilitas pool account bagi para pembeli emas. Dengan fasilitas ini, pembeli bisa membeli emas sedikit demi sedikit sebagai sarana investasi. “Kami menawarkan emas fisik, bukan emas kertas. Bila menginginkan emasnya, nasabah bisa langsung mengambil dengan mengganti ongkos cetak,” tutur Arie. Jika ingin menjual, Goldgram bersedia membeli kembali dan transaksi bisa dilakukan secara online.
Meski sukses menjalankan bisnis Goldgram, Arie tetap membuka bisnis toko emas warisan yang dia terima. Sebab, kesuksesan Goldgram ikut mendorong transaksi toko emas konvensionalnya meningkat.
Lewat bisnis emasnya ini, Arie juga menjadi pemasok emas bagi beberapa perusahaan. Dia mengklaim, banyak bank di Indonesia, syariah maupun konvensional, rutin memesan emas kepada dia. “Termasuk memesan untuk kebutuhan undian buat nasabah,” jelas ayah dua anak ini, tanpa mau menyebut nama klien-kliennya.
Hanya satu nasabah
Meski orangtua sudah mempunyai toko emas, Arie tidak berkecimpung di bidang ini ketika mulai mencari rezeki sendiri. Setelah merampungkan studi di jurusan software engineer Institut Teknologi Waikato, Selandia Baru, pada 1997, ia pulang ke Indonesia. Berbekal latar belakang pendidikan itulah dia bekerja di media Forum Keadilan sebagai supervisor pengembangan website.
Dua tahun kemudian Arie ikut boyongan ke stasiun televisi SCTV, bersama Karni Ilyas. “Di SCTV saya menjadi staf yang mengurusi konten berita di website,” ujar lelaki berkacamata ini.
Karena dia merasa jam kerjanya di tempat baru ini sangat menyita waktu, pada tahun 2000 Arie memutuskan mundur dari SCTV. “Orangtua saya langsung meminta saya mengurusi toko emas,” ujarnya.
Selama tujuh tahun mengelola toko emas, Arie mendeteksi banyak pelanggan tak hanya membeli perhiasan, tapi juga logam mulia untuk investasi. “Biasanya mereka membeli ukuran paling kecil 5 gram. Sebab, kalau beli lebih dari itu, alokasi dana tidak ada, “ tutur dia. Dari situ terbetik ide dalam benak Arie untuk menyediakan fasilitas investasi emas dengan sistem pembayaran cicilan,” jelas dia.
Ketika memperkenalkan Goldgram, pada 2007, ternyata sistem ini tidak langsung mendapat respons dari pelanggan. Rupanya mereka masih belum percaya pada konsep ini. “Ini, kan, seperti menabung, tapi Goldgram tak memiliki jaminan seperti menabung di bank. Jadi, butuh waktu meyakinkan pelanggan bahwa yang kami tawarkan ini benar nyata dan aman,” jelas Arie.
Selama enam bulan setelah memperkenalkan Goldgram, Arie hanya mendapatkan seorang–dua orang nasabah per bulan. Tapi itu tidak membuat dia putus asa. Ia menganggap para nasabah yang baru segelintir ini bisa menjadi media promosi berjalan efektif.
Benar saja, pada 2008, nasabah Goldgram melonjak menjadi sekitar 700 nasabah. “Saya tak menyangka. Sekarang pelanggan kami sudah 13.000 orang,” katanya. Para pelanggan ini tidak hanya berasal dari Indonesia, tetapi juga dari luar negeri seperti Dubai, Hong Kong, Australia, dan Malaysia.
Arie semakin berekspansi, Juni 2012, dia mengakuisisi Bank Perkreditan Rakyat Syariah Attaqwa di Tangerang. “Persetujuan Bank Indonesia direncanakan keluar September ini,” katanya. Rencananya, ia akan menerapkan konsep ala Goldgram di BPRS tersebut.
Inspiratif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News